Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hak Atas Bantuan Hukum Bagi Anggota POLRI dan TNI

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Hak Atas Bantuan Hukum Bagi Anggota POLRI dan TNI

Hak Atas Bantuan Hukum Bagi Anggota POLRI dan TNI
Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H. PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
Hak Atas Bantuan Hukum Bagi Anggota POLRI dan TNI

PERTANYAAN

Bagaimana jika dalam suatu kasus, baik korban maupun terdakwa, keduanya merupakan anggota POLRI aktif? Sebenarnya, bagaimana skema bantuan hukum untuk anggota POLRI dan TNI yang terlibat masalah hukum? Apakah korban dari Kepolisian juga dapat didampingi kuasa hukum?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Bantuan hukum adalah hak setiap warga negara, termasuk aparatur negara, dalam hal ini anggota Kepolisian RI (“POLRI”) dan anggota Tentara Nasional Indonesia (“TNI”). Tersangka atau terdakwa baik anggota POLRI maupun TNI keduanya berhak mendapatkan bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan.

     

    Lalu bagaimana mekanisme atau skema pemberian bantuan hukum tersebut? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Istilah bantuan hukum dikenal dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (“UU 16/2011”) yang merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia, yaitu jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Itulah salah satu hal yang diperjuangkan oleh Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) agar setiap warga negara Indonesia mendapatkan akses keadilan (access to justice).
     
    Bantuan hukum itu sudah dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
     
    Dan lebih rinci, hak setiap warga negara ini juga tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan:
     
    Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
     
    Berdasarkan kutipan tersebut, dapat kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara hukum. Semua orang berhak mendapatkan perlindungan hukum termasuk aparatur negara, dalam hal ini anggota Kepolisian RI (“POLRI”) dan anggota Tentara Nasional Indonesia (“TNI”), serta menjamin kedudukan setiap warga negaranya persamaan kedudukannya di dalam hukum. Untuk itu, pada kesempatan kali ini kami akan menguraikan satu persatu dari masing-masing institusi dalam mendapatkan perlindungan hukum.
     
    Hak atas Bantuan Hukum Bagi Anggota POLRI
    POLRI secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (“UU 2/2002”). Dalam hal perlindungan hukum, hak anggota POLRI juga telah dicantumkan jelas dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi:
     
    1. Tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berhak mendapatkan bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan.
    2. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menyediakan tenaga bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas.
    3. Bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan memanfaatkan penasehat hukum dari institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau penasehat hukum lainnya.
     
    Selanjutnya hal sama juga diatur dalam Pasal 5 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota Kepolisian Republik Indonesia:
     
    Hak-hak lainnya anggota Polri meliputi bantuan hukum dan perlindungan keamanan.
     
    Dari pasal-pasal tersebut jelas bahwa anggota POLRI juga berhak mendapatkan bantuan hukum. Jika menjadi tersangka tindak pidana, ia berhak mendapat bantuan hukum. Dan sebaliknya jika menjadi korban tindak pidana, berhak mendapatkan perlindungan keamanan.
     
    Skema Pemberian Bantuan Hukum untuk Anggota POLRI
    Skema pemberian bantuan hukum untuk anggota POLRI diatur dalam Bab III Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 2/2017”), sebagaimana diatur sebagai berikut:
     
    Pasal 6 Perkapolri 2/2017:
     
    1. Permohonan diajukan kepada pejabat yang berwenang dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. untuk kepentingan institusi/dinas diajukan oleh Kepala Satuan Fungsi/Kepala Satuan Kerja yang bersangkutan;
    2. untuk kepentingan anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil Polri yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas diajukan oleh yang bersangkutan, keluarganya, atau Kepala Satuan Kerjanya;
    3. untuk kepentingan pribadi pegawai negeri pada Polri dan keluarganya diajukan oleh yang bersangkutan atau keluarganya; dan
    4. untuk purnawirawan Polri, wredatama, warakawuri, duda/janda dari anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil Polri, diajukan oleh yang bersangkutan.
    1. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dengan uraian kronologis tentang pokok permasalahan, kepada:
    1. Kepala Divisi Hukum Polri pada tingkat Markas Besar Polri, dengan tembusan kepada Kapolri; atau
    2. Kepala Kepolisian Daerah pada tingkat satuan kewilayahan, dengan tembusan kepada Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah.
    1. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipertimbangkan oleh Kepala Divisi Hukum Polri/Kepala Kepolisian Daerah dapat atau tidaknya diberikan Bantuan Hukum.
    2. Dalam hal disetujuinya permintaan Bantuan Hukum, Kepala Divisi Hukum Polri/Kepala Kepolisian Daerah mengeluarkan surat perintah kepada pegawai negeri pada Polri yang ditugaskan.
    3. Pemohon memberikan Surat Kuasa kepada Penasihat hukum/Kuasa Hukum/Pendamping yang telah menerima surat perintah.
     
    Pasal 7 Perkapolri 2/2017:
     
    1. Divisi Hukum Polri dapat menerima kuasa substitusi dari Kepolisian Daerah atau melimpahkan kuasa substitusi ke Kepolisian Daerah dalam penanganan perkara.
    2. Kuasa substitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Bidang Hukum Kepolisian Daerah, dalam hal Kapolri dan/atau pejabat pada Markas Besar Polri sebagai penggugat/tergugat atau pemohon/termohon di kewilayahan.
     
    Hak atas Bantuan Hukum Bagi Anggota TNI
    Berbicara mengenai hukum acara di pengadilan, mungkin prosesnya agak berbeda dengan polisi atau masyarakat sipil lainnya, dimana ada yang disebut Peradilan Militer yang khusus menangani sengketa di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (“TNI”).
     
    TNI dalam haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum, ia juga dapat didampingi oleh penasihat hukum, seperti yang diatur dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (“UU 31/1997”):
     
    Dalam hal seorang Tersangka melakukan suatu tindak pidana, sebelum dimulainya pemeriksaan oleh Penyidik, Penyidik wajib memberitahukan kepada Tersangka tentang haknya untuk mendapatkan bantuan Hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh Penasihat Hukum.
     
    Bantuan hukum di lingkungan TNI diatur dalam Pasal 215 UU 31/1997:
     
    1. Untuk kepentingan pembelaan perkaranya, Tersangka atau Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum di semua tingkat pemeriksaan.
    2. Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan dari dinas bantuan hukum yang ada di lingkungan Angkatan Bersenjata.
    3. Tata cara pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Panglima.
     
    Perbedaan yang signifikan antara proses pidana anggota TNI dengan anggota POLRI juga bisa dilihat di Pasal 216 UU 31/1997:
     
    1. Penasihat Hukum yang mendampingi Tersangka di tingkat penyidikan atau Terdakwa di tingkat pemeriksaan di sidang Pengadilan harus atas perintah atau seizin Perwira Penyerahan Perkara atau pejabat lain yang ditunjuknya.
    2. Penasihat Hukum yang mendampingi Tersangka sipil dalam persidangan perkara koneksitas, harus seizin Kepala Pengadilan.
     
    Salah satu perbedaan yang terlihat adalah dalam hal pemakaian jasa penasihat hukum. Di semua lingkungan peradilan di Indonesia mulai dari Peradian Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara, baik anggota POLRI maupun masyarakat sipil memakai penasihat hukum dari jasa seorang advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”). Namun apabila beracara di Peradilan Militer, haruslah sesuai dengan Pasal 215 UU 31/1997, dimana penasihat hukum diutamakan dari dinas bantuan hukum yang ada dari lingkungan Angkatan Bersenjata (kini istilahnya TNI).
     
    Namun pada prinsipnya, jika mengacu terhadap pertanyaan di atas, baik anggota POLRI maupun TNI yang menjadi tersangka atau terdakwa, mereka juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh bantuan hukum, begitupula jika mereka sebagai korban.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar 1945;
     
     
     

    Tags

    tni
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!