Apakah dalam Pasal 263 KUHP harus ada kerugian? Bagaimana jika tidak ada kerugian? Apakah kerugian itu harus materiil atau imateriil? Apa yang dimaksud dengan kerugian materiil dan imateriil?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Penggunaan surat palsu dalam tindak pidana pemalsuan dokumen harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu nyata/benar ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup untuk menjerat pelaku pemalsuan surat. Bagaimana bentuk kerugian yang dimaksud?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Haruskah Ada Kerugian dalam Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen? yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 22 Oktober 2015.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pemalsuan Surat
Guna menjawab pertanyaan Anda, mari kita simak terlebih dahulu bunyi lengkap jerat hukum tindak pidana pemalsuan surat dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR(“RKUHP”) yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yaitu sebagai berikut.
Pasal 263 KUHP
Pasal 391 RKUHP
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.[1]
Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1).
Adanya Kerugian dalam Pemalsuan Surat
Apa saja unsur-unsur dalam pasal di atas? Haruskah ada unsur kerugian yang nyata dan benar-benar ada seperti yang Anda tanyakan? Untuk menjawabnya, kami mengacu pada pendapat R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
R. Soesilo mengatakan bahwa bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dilakukan dengan cara (hal 195-196):
Membuat surat palsu yaitu membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
Memalsu surat yaitu mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak. Misalnya foto dalam ijazah sekolah.
Untuk dapat dihukum dengan Pasal 263 KUHP, menurut R. Soesilo (hal. 196) perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:
Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup. Yang diartikan kerugian di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya (imateriil).
Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. “Sengaja” maksudnya orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu, tidak dihukum.
Menjawab pertanyaan Anda, dari poin kedua di atas dapat kita ketahui bahwa kerugian itu tidak perlu benar-benar ada. Hal ini dilihat dari kata “dapat” pada pasal tersebut. Baru kemungkinan saja akan ada kerugian, pelaku dapat dihukum atas dasar pemalsuan surat. Kerugian di sini tidak hanya berupa kerugian materiil, tetapi juga mencakup kerugian imateriil.
Kerugian materiil adalah kerugian bersifat fisik/kebendaan. Jadi dengan kata lain kerugian materil yaitu kerugian yang bisa dihitung dengan uang, kerugian kekayaan yang biasanya berbentuk uang, mencakup kerugian yang diderita dan sudah nyata-nyata ia derita.
Sedangkan kerugian immateriil yaitu kerugian yang tidak bisa dinilai dalam jumlah yang pasti. Dalam beberapa putusan pengadilan dalam perkara perdata, hakim dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa kerugian imateril didasarkan pada kehilangan kenikmatan hidup. Misalnya rasa ketakutan, kehilangan kesenangan atau cacat anggota tubuh, dan kehilangan kesusilaan atau kehormatan sebagaimana yang dijelaskan R. Soesilo di atas.
Dakwaan kesatu yaitu Pasal 263 ayat (1) KUHP, unsur-unsurnya adalah sebagai berikut (hal. 9-11).
Barang siapa
Barang siapa di sini menunjukkan kepada orang atau subjek hukum yang melakukan tindak pidana.
Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal
Tanda tangan saksi dipalsukan pada selembar Surat Pernyataan dan Surat Rekapitulasi Anggaran tahun 2010. Hal tersebut diperkuat oleh keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa pada tanggal 19 November 2010, terdakwa memalsukan tanda tangan saksi.
Pemalsuan tanda tangan terhadap suatu surat tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan pemalsuan surat. Surat tersebut diperuntukkan sebagai bukti kelengkapan dokumen dalam pencairan dana pembinaan bagi partai poilitik.
Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu
Berdasarkan keterangan terdakwa, surat itu memang telah dipakai untuk mencairkan dana bantuan bagi partai politik.
Jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian
Atas surat tersebut, dana bantuan untuk pembinaan partai politik sebesar Rp12.424.000 telah dicairkan. Namun dana bantuan tersebut tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya karena digunakan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sehingga perbuatan terdakwa tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi partai politik.
Selanjutnya, majelis mempertimbangkan dakwaan kedua yaitu Pasal 263 ayat (2) KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut (hal. 11-12).
Barang siapa
Menimbang bahwa unsur ini telah dipertimbangkan dalam dakwaan kesatu di atas dan dinyatakan telah terbukti, dengan demikian unsur ini pun telah terpenuhi menurut hukum.
Dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati
Terdakwa mengetahui bahwa surat yang dipergunakannya sebagai kelengkapan berkas untuk pencairan dana bantuan partai politik adalah surat palsu, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi menurut hukum.
Jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian
Perbuatan terdakwa memakai surat palsu tersebut sebagaimana yang telah dipertimbangkan di atas pada saat mempertimbangkan unsur keempat dari dakwaan kesatu dinyatakan telah terbukti, maka secara mutatis mutandis pertimbangan tersebut diambil alih dalam mempertimbangkan unsur ini, sehingga unsur ini pun dinyatakan telah terpenuhi menurut hukum.
Majelis Hakim dalam amar putusannya kemudian menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan dan menjatuhkan pidana penjara selama 4 bulan (hal. 13).