Apa saja hierarki peraturan perundang-undangan? Bagaimana hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia? Adakah prinsip-prinsip yang mengatur hierarki tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Terkait apa saja hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011, berikut urutan hierarki perundang-undangan di Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah.
Peraturan Presiden.
Peraturan Daerah Provinsi.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kelima dari artikel dengan judul Hierarki Peraturan Perundang-undangan (2) yang dibuat oleh Ali Salmande, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 22 Maret 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Jumat, 4 Mei 2018, kedua kali pada Rabu, 18 Maret 2020, ketiga kali pada Rabu, 15 April 2020, dan keempat kalinya pada Jumat, 20 Mei 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Konsep hierarki peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Teori keduanya sebagaimana dikutip oleh Nisrina Irbah Sati dalam jurnal berjudul Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia (hal. 837–838) adalah sebagai berikut.
Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya terdapat dua golongan norma dalam hukum, yakni norma yang bersifat inferior dan norma yang bersifat superior. Terkait kedua norma tersebut, validitas dari norma yang lebih rendah dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di atasnya.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum berbentuk stupa (stufenformig) yang terdiri dari bagian-bagian tertentu (zwischenstufe). Adapun hierarki bagian tersebut adalah staatsfundamentalnorm (norma dasar), staatsgrundgesetz (norma yang sifatnya dasar dan luas, dapat tersebar dalam beberapa peraturan), formellgesetz (sifatnya konkret dan terperinci), verordnungsatzung (peraturan pelaksana), dan autonome satzung (peraturan otonom).
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga mengenal hierarki. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1)UU 12/2011, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri dengan urutan berikut.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Peraturan pemerintah.
Peraturan presiden.
Peraturan daerah provinsi.
Peraturan daerah kabupaten/kota.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di indonesia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya; dan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.[1]
Jenis peraturan perundang-undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:[2]
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
Mahkamah Agung;
Mahkamah Konstitusi;
Badan Pemeriksa Keuangan;
Komisi Yudisial;
Bank Indonesia;
Menteri;
Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang;
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) provinsi dan DPRD kabupaten/kota; dan
Gubernur, bupati/walikota;
Kepala desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[3]
Perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang, peraturan daerah provinsi, atau peraturan daerah kabupaten/kota.[4]
Prinsip-prinsip dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Ada empat prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan, yakni sebagai berikut.
Lex superiori derogat legi inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
Lex specialis derogat legi generali: peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama.
Lex posteriori derogat legi priori: peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini berlaku saat ada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan tujuan mencegah ketidakpastian hukum.
Peraturan hanya bisa dihapus dengan peraturan yang kedudukannya sederajat atau lebih tinggi.