KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukum Menikah dengan Identitas Palsu

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hukum Menikah dengan Identitas Palsu

Hukum Menikah dengan Identitas Palsu
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukum Menikah dengan Identitas Palsu

PERTANYAAN

Teman perempuan saya menikah dengan seorang laki-laki umur 30an dan sudah berlangsung selama 1 tahun. Akan tetapi, kemarin teman saya baru mengetahui kalau identitas berupa KTP yang digunakan suaminya untuk menikah dulu palsu. Selama pacaran dan di KTP palsunya itu, suaminya mengaku perjaka. Tapi ternyata duda dengan anak 1. Teman saya merasa dibohongi. Pertanyaan saya, sahkah perkawinan antara teman saya dan suaminya tersebut? Karena sakit hati teman saya ingin melaporkannya juga ke polisi, apa dasar hukumnya? Langkah hukum apa yang bisa dilakukan teman saya atas kejadian tersebut, baik dalam hal hukum perkawinan ataupun secara hukum pidana? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perkawinan yang dilangsungkan dengan menggunakan identitas palsu, maka konsekuensinya perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Selain itu, laki-laki tersebut juga dapat dijerat pidana berdasarkan KUHP, UU Adminduk beserta perubahannya dan UU PDP. Bagaimana ketentuan pidana dalam ketiga undang-undang tersebut untuk menjerat pelaku pemalsuan identitas untuk menikah?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Hukumnya Menikah Menggunakan Identitas Palsu

    Ketentuan mengenai keabsahan suatu perkawinan diatur dalam Pasal 2 UU Perkawinan yaitu jika perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Selain itu, perkawinan juga harus dicatatkan.

    KLINIK TERKAIT

    Penipu Menyalahgunakan Data Pribadi untuk Pinjol? Lakukan Ini

    Penipu Menyalahgunakan Data Pribadi untuk Pinjol? Lakukan Ini

    Namun, jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, maka perkawinan dapat dibatalkan. Hal ini diatur dalam Pasal 22 UU Perkawinan.

    Pembatalan perkawinan dapat terjadi karena tidak berfungsinya pengawasan baik dari pihak keluarga atau pejabat berwenang sehingga perkawinan itu terlanjur terlaksana setelah ditemukan pelanggaran terhadap undang-undang. Jika hal ini terjadi, maka pengadilan dapat membatalkan perkawinan tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Disarikan dari artikel Status dan Hak Anak Akibat Pembatalan Perkawinan Orang Tuanya, pengertian pembatalan perkawinan menurut Soedaryo Saimin dalam buku Hukum Orang dan Keluarga (hal. 16) adalah tindakan putusan pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilakukan itu tidak sah. Akibatnya perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada.

    Adapun, pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan menurut Pasal 23 UU Perkawinan, yaitu:

    1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri;
    2. Suami atau istri;
    3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
    4. Pejabat yang ditunjuk dan setiap orang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

    Dalam konteks cerita Anda, pembatalan perkawinan dapat diajukan oleh istri dengan alasan adanya unsur penipuan atau terjadi salah sangka mengenai diri suami.[2] Sebab, laki-laki yang menikahi teman Anda mengaku sebagai perjaka namun ternyata identitas tersebut palsu.

    Untuk melakukan pembatalan perkawinan, menurut Pasal 38 PP 9/1975 dapat menempuh langkah sebagai berikut.

    1. Permohonan pembatalan perkawinan diajukan oleh pihak-pihak yang berhak mengajukannya.
    2. Permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan, atau di tempat tinggal kedua suami istri, suami atau istri.
    3. Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan perceraian.
    4. Hal-hal yang berhubungan dengan pemeriksaan pembatalan perkawinan dan putusan pengadilan, dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 PP 9/1975.

    Jerat Pidana Pelaku Pemalsuan Identitas untuk Menikah

    Menjawab pertanyaan Anda yang kedua, menikah dengan identitas palsu dapat dijerat pidana pemalsuan surat menurut Pasal 264 KUHP yang berbunyi:

    1. Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
    1. akta-akta otentik;
    2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
    3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
    4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
    5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
    1. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

    Kartu Tanda Penduduk atau KTP merupakan salah satu akta autentik yang menunjukan identitas seseorang. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata yang dimaksud dengan akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh/atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat di mana akta dibuat.

    Baca juga: Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen

    Sebagai identitas resmi penduduk, KTP atau saat ini disebut KTP-el[3] menurut UU Adminduk juga dilarang untuk dipalsukan. Hal ini tertuang di dalam Pasal 93 UU Adminduk bahwa setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada instansi pelaksana dalam melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting dipidana dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp50 juta.

    Selain itu, dalam UU PDP diatur bahwa setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Adapun jerat pidananya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.[4

    Baca juga: Hukumnya Memalsukan Identitas Agar Bisa Poligami

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
    5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
    6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

    Referensi:

    Soedaryo Saimin. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika, 1992.


    [1] Pasal 23 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)

    [2] Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan

    [3] Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

    [4] Pasal 66 jo. Pasal 68 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi

    Tags

    e-ktp
    ktp

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!