Saya adalah karyawan sebuah bank (23 tahun/pria/Islam), yang saat ini saya sudah memiliki pacar (22 tahun/wanita/Katolik). Namun, kami memiliki persoalan beda agama untuk melanjutkan hubungan kami ke jenjang perkawinan, sementara kami ingin tetap teguh pada agama kami masing-masing. Dapatkah kami melangsungkan perkawinan, sementara kami beda agama? Kalau bisa bagaimana prosedur yang harus kami lakukan? Karena kalau mengikuti cara artis beda agama kawin harus ke luar negeri. Jelas kami tidak mampu. Kemudian, saya pernah baca bahwa sudah ada yurisprudensi dari Mahkamah Agung (MA) bahwa perkawinan beda agama dapat dicatatkan di catatan sipil dan sah. Benarkah? Atas bantuannya, saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Jika ditanya mengenai bolehkah menikah beda agama, jawaban singkatnya adalah pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum terkait.
Dalam sejarahnya, terdapat yurisprudensi dalam Putusan MA No. 1400K/PDT/1986 yang dulunya menjadi acuan yang memperbolehkan pasangan menikah beda agama dan dicatatkan di Kantor Catatan Sipil.
Namun, saat ini, Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran tentang hukum pernikahan beda agama melalui SE Ketua MA 2/2023 tentang petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar umat berbeda agama dan kepercayaan. Bagaimana bunyinya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Kawin Beda Agama Menurut Hukum Indonesia yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 4 Maret 2011, yang dimutakhirkan pertama kali oleh Justika.com pada Rabu, 29 Desember 2021, dan dimutakhirkan kedua kali pada Kamis, 30 Maret 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Syarat Sah Perkawinan
Untuk menjawab pertanyaan Anda, terkait hukum nikah beda agama, kami akan mengacu pada syarat sahnya perkawinan sebagaimana tertuang dalam UU Perkawinan, yakni:[1]
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaannya; dan
tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Menjawab pertanyaan Anda terkait bolehkah menikah beda agama, pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum terkait.
Adapun syarat sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing terkait hukum nikah beda agama.
Hukum Nikah Beda Agama Menurut Islam
Mengenai hukum pernikahan beda agama, dalam ajaran Islam wanita maupun laki-laki tidak boleh menikah dengan yang tidak beragama Islam (Q.S. Al Baqarah [2]: 221).
Kemudian Pasal 40 huruf c KHI menegaskan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam. Begitu pula ditegaskan dalam Pasal 44 KHI bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.
Selain itu, Fatwa MUI 4/2005juga menegaskan bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah (hal. 477).
Bolehkah Menikah Beda Agama?
Dalam sejarahnya, nikah beda agama dapat dicatatkan berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung (“MA”) yaitu Putusan MA No. 1400K/PDT/1986 yang menerangkan bahwa Kantor Catatan Sipil saat itu diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Kasus ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh pemohon perempuan beragama Islam dengan pasangannya beragama Kristen Protestan.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa dengan pengajuan pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil telah memilih untuk perkawinannya tidak dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian, pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya (Islam), maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut sebagai dampak pernikahan beda agama yang dilangsungkan.
Namun demikian, saat ini, telah diterbitkan SE Ketua MA 2/2023tentang petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar umat berbeda agama dan kepercayaan.
Dalam SE tersebut, dijelaskan bahwa para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan.
Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Dengan demikian, dampak pernikahan beda agama adalah tidak dapat dicatatkan karena jika diajukan ke pengadilan, hakim tidak dapat dikabulkan permohonan pencatatan perkawinannya.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami terkait nikah beda agama di Indonesia sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.