Hukum Waris yang Berlaku Jika Pewaris dan Ahli Waris Beda Agama
Keluarga

Hukum Waris yang Berlaku Jika Pewaris dan Ahli Waris Beda Agama

Pertanyaan

Salam sejahtera saya ingin bertanya perihal pembagian warisan karena kedua orang tua saya telah meninggal dunia dan mempunyai 3 orang anak. Namun orang tua saya beragama katolik, sedangkan 3 orang anak tersebut 1 orang telah mualaf menjadi muslim, dan yang dua tetap beragama katolik. Lalu bagaimanakah proses pembagian warisan?

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Apabila terjadi sengketa waris, maka hukum waris yang digunakan adalah hukum pewaris. Sehingga, pembagian warisan dalam kasus Anda akan menggunakan hukum waris perdata dan apabila timbul sengketa waris dapat diselesaikan di lingkungan Pengadilan Negeri.

Dalam hal ini, tidak ada ketentuan hukum yang melarang mengenai pewarisan beda agama antara pewaris dengan ahli warisnya dalam KUH Perdata, sehingga menurut hemat kami, saudara Anda yang telah menjadi mualaf ke agama Islam tetap mendapatkan warisan dari orang tua Anda yang telah meninggal, di mana besaran warisannya sama dengan ahli waris yang seagama dengan orang tua Anda.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

Pertama-tama kami simpulkan dari pertanyaan Anda bahwa terjadi pewarisan beda agama di mana orang tua Anda sebagai pewaris beragama Katolik sedangkan 1 orang anak beragama muslim dan 2 anak yang lainnya beragama yang sama dengan orang tua Anda.

Warisan adalah segala sesuatu peninggalan yang diturunkan oleh pewaris yang sudah meninggal kepada orang yang menjadi ahli waris sang pewaris. Lebih lanjut Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata berpendapat mengenai apa yang dapat diwarisi oleh pewaris kepada ahli waris (hal 95-96), yaitu dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dalam hukum waris juga berlaku suatu asas, bahwa apabila seorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya.

Di Indonesia pewarisan beda agama banyak terjadi. Pewarisan beda agama yang dimaksud adalah antara pewaris dan ahli waris yang ditinggalkan saling berbeda agama. Sama halnya dengan pertanyaan Anda di atas bahwa antara pewaris yaitu orang tua Anda yang beragama Katolik dengan 1 orang anak yang beragama Islam. Hal tersebut merupakan pewarisan beda agama.

Pewarisan Beda Agama Menurut Hukum Waris Perdata

Dalam Pasal 830 KUH Perdata dinyatakan:

Pewarisan hanya terjadi karena kematian.

Dalam hal ini bahwa pewarisan baru ada apabila pewaris telah meninggal dunia, maka segala harta peninggalan milik pewaris akan beralih ke ahli waris. Prinsip pewarisan menurut KUH Perdata adalah adalah hubungan darah. Yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 832 KUH Perdata.

Sebagaimana dijelaskan dalam Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata, KUH Perdata membagi ahli waris ke dalam 4 golongan, yaitu:

  1. Golongan I terdiri dari suami atau isteri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta keturunannya.
  2. Golongan II terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung pewaris.
  3. Golongan III terdiri dari Kakek, nenek, dan keluarga dalam garis lurus ke atas.
  4. Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi, saudara sepupu, hingga derajat keenam, dan saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam.

Pembagian warisan menurut hukum perdata tidak membedakan bagian antara laki-laki dan perempuan. Dalam KUH Perdata tidak diatur mengenai pewarisan beda agama atau larangan bagi ahli waris yang mewarisi harta peninggalan si pewaris apabila di antara pewaris dan ahli waris berbeda agama.

Pewarisan Beda Agama Menurut Hukum Waris Islam

Dalam KHI, hingga saat ini juga tidak terdapat pasal yang secara spesifik melarang pewarisan bagi pewaris dan ahli waris yang memiliki perbedaan agama. Di dalam Pasal 173 KHI hanya menyebutkan dua hal yang menjadi penyebab seseorang tidak dapat mewarisi harta peninggalan milik pewaris, yaitu seseorang yang telah terbukti dipersalahkan membunuh dan memfitnah pewaris.

Tetapi jika melihat dalam hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak berhak pula orang kafir mewarisi harta seorang muslim.

Jika dilihat dari hadist tersebut maka ada larangan untuk saling mewarisi jika pewaris dan ahli waris berbeda agama. Dalam KHI juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.[1] Sedangkan ahli waris dalam KHI yaitu orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.[2]

Meskipun dalam KHI tidak diatur secara rinci mengenai larangan beda agama dalam hal pewarisan, tetapi jika dilihat dalam pembahasan di atas antara pewaris dan ahli waris harus beragama yang sama, yaitu Islam.

Namun, Mahkamah Agung telah mengeluarkan suatu yurisprudensi untuk mengatur mengenai ahli waris nonmuslim yaitu dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 51/K/AG/1999 dan Nomor 16/K/AG/2010, yang menegaskan bahwa ahli waris beda agama tetap memperoleh harta waris dengan melalui wasiat wajibah dengan perolehan hak waris ahli waris beda agama bagiannya tidak lebih dari 1/3 harta warisan. Sehingga dalam hukum Islam, ahli waris nonmuslim yang berbeda agama dengan pewaris yang beragama Islam tetap mendapatkan haknya sebagai ahli waris melalui wasiat wajibah.

Hukum Waris yang Berlaku Jika Pewaris dan Ahli Waris Beda Agama

Menyambung pertanyaan Anda, berdasarkan hal-hal yang telah kami jelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua Anda beragama katolik yang mana menundukkan diri pada hukum waris perdata. Terkait hal ini, sebagaimana dinyatakan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 172 K/Sip/1974, apabila terjadi sengketa waris, maka hukum waris yang digunakan adalah hukum pewaris.[3]

Sehingga pembagian warisan dalam kasus Anda akan menggunakan hukum waris perdata dan apabila timbul sengketa waris dapat diselesaikan di lingkungan Pengadilan Negeri. Seperti yang dijelaskan di atas, tidak ada ketentuan hukum yang melarang mengenai pewarisan beda agama antara pewaris dengan ahli warisnya dalam KUH Perdata, sehingga menurut hemat kami, saudaraAnda yang telah menjadi mualaf ke agama Islam yang mana berbeda agama dengan orang tua Anda dan saudara kandung lainnya tetap mendapatkan warisan dari orang tua Anda yang telah meninggal, di mana besaran warisannya sama dengan ahli waris yang seagama dengan orang tua Anda.

Terkait proses pembagian warisan seperti yang Anda tanyakan, setidaknya terdapat 5 langkah yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan pembagian waris dalam keluarga Anda:

  1. Menyepakati hukum waris yang akan digunakan;
  2. Menentukan harta warisan pewaris;
  3. Menentukan ahli waris dari pewaris;
  4. Menghitung bagian perolehan ahli waris;
  5. Membuat kesepakatan pembagian waris.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Referensi:

  1. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 2003;
  2. Kartika Herenawati, dkk, Kedudukan Harta Warisan dari Pewaris Non Muslim dan Penerapan Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim (Analisis Penetapan Pengadilan Agama Badung Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg Tanggal 7 Maret 2013), DiH: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 16, No.1, Februari 2020-Juli 2020.

Putusan:

  1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 172 K/Sip/1974;
  2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 51/K/AG/1999;
  3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 16/K/AG/2010.

[1] Pasal 171 huruf b KHI

[2] Pasal 171 huruf c KHI

[3] Kartika Herenawati, dkk, Kedudukan Harta Warisan dari Pewaris Non Muslim dan Penerapan Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim (Analisis Penetapan Pengadilan Agama Badung Nomor: 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg Tanggal 7 Maret 2013), DiH: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 16, No.1, Februari 2020-Juli 2020, hal. 29.

Tags: