Saya ada masalah dengan ibu. Belum genap 40 hari bapak meninggal, ibu sudah berhubungan dengan orang lain dan mengusir saya dan suami. Saya dua bersaudara, saya anak pertama dan adik saya autis tidak bisa bicara.
Yang saya ingin tanyakan, rumah bapak dibeli waktu bapak masih bujang dan sertifikat rumah juga atas nama bapak. Tiba-tiba, ibu saya meminjamkan sertifikat rumah ke rentenir tanpa sepengetahuan anak. Pertanyaan saya:
Apakah saya mempunyai hak atas rumah bapak?
Langkah hukum apa yang bisa saya lakukan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Karena Anda tidak menyebutkan secara spesifik agama yang almarhum ayah Anda anut, guna menyederhanakan jawaban, kami akan menjelaskan dalam hukum waris menurut KUH Perdata.
Lantas, bagaimana penyelesaian atas masalah waris yang Anda alami?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Islam
Sebelumnya kami turut berbela sungkawa atas meninggalnya almarhum ayah Anda, dan turut prihatin juga atas permasalahan yang sedang Anda hadapi dengan ibu Anda.
Kiranya artikel tersebut dapat menjadi patokan awal untuk pembagian waris menurut agama Islam menggunakan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Anak sebagai Ahli Waris
Guna menyederhanakan jawaban, selanjutnya kami akan menerangkan hukum waris menurut KUH Perdata yaitu untuk yang beragama non Islam dan bukan berdasarkan KHI untuk yang beragama Islam.
Berdasarkan kronologis yang diceritakan, almarhum ayah Anda meninggalkan seorang istri yaitu ibu Anda, dan dua orang anak, yaitu Anda dan adik Anda yang autis dan tidak dapat berbicara.
Patut Anda pahami terlebih dahulu bahwa istri atau janda yakni ibu Anda dan anak-anak sah yakni Anda dan adik termasuk dalam golongan I. Dengan demikian, harta waris atau harta peninggalan almarhum Ayah hanya akan dibagikan kepada golongan I.[1]
Di sisi lain, terdapat fakta bahwa adik Anda menderita autis dan tidak dapat berbicara. Terkait autis, Pasal 4 ayat (1) huruf c UU 8/2016 dan penjelasannya telah menyebutkan bahwa autis termasuk penyandang disabilitas mental yaitu disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial.
Selain penyandang disabilitas mental (autis), adik Anda juga tidak dapat berbicara yang berarti juga termasuk penyandang disabilitas sensorik yaitu terganggunya salah satu fungsi dari panca indera seperti disabilitas wicara.[2]
Adapun Pasal 9 UU 8/2016 telah menegaskan hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas yaitu:
atas perlakuan yang sama di hadapan hukum;
diakui sebagai subjek hukum;
memiliki dan mewarisi harta bergerak atau tidak bergerak;
mengendalikan masalah keuangan atau menunjuk orang untuk mewakili kepentingannya dalam urusan keuangan;
memperoleh akses terhadap pelayanan jasa perbankan dan nonperbankan;
memperoleh penyediaan aksesibilitas dalam pelayanan peradilan;
atas pelindungan dari segala tekanan, kekerasan, penganiayaan, diskriminasi, dan/atau perampasan atau pengambilalihan hak milik;
memilih dan menunjuk orang untuk mewakili kepentingannya dalam hal keperdataan di dalam dan di luar pengadilan; dan
dilindungi hak kekayaan intelektualnya.
Dengan demikian, adik Anda statusnya tetap sebagai ahli waris yang berhak atas hak waris. Namun dikarenakan kondisi khusus yang dialami adik, maka dibutuhkan perwalian yang akan mengelola hak warisnya.
Langkah Hukum
Menjawab pertanyaan pertama Anda, tentu saja Anda dan adik memiliki hak atas rumah peninggalan almarhum ayah. Berapa besar bagiannya? Karena kami menggunakan hukum waris perdata, maka pembagiannya adalah masing-masing baik ibu, Anda, dan adik adalah 1/3 bagian.
Kemudian Anda menyebutkan bahwa ibu telah meminjamkan sertifikat rumah ke rentenir tanpa sepengetahuan anak, menurut hemat kami, langkah hukum yang dapat Anda lakukan adalah menempuh upaya hukum sebagaimana dijelaskan dalam Hukumnya Menjaminkan Tanah Warisan Tanpa Persetujuan Ahli Waris.
Namun demikian, kami menyarankan agar permasalahan waris ini dapat diselesaikan secara musyawarah dengan ibu Anda sendiri. Hal ini terkait pula dengan menjaga hubungan anatra anak dengan ibunya.