Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Apakah Dihukum Jika Membunuh karena Membela Diri? yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H., dan dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 26 Juli 2019.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
klinik Terkait:
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Alasan Pembenar dan Alasan Pemaaf
Pada dasarnya, terkait dengan tindak pidana pembunuhan diatur pada Pasal 338 KUHP yang bunyinya barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Akan tetapi, berdasarkan cerita Anda, adik Anda membunuh karena membela diri yang dilakukan secara tidak sengaja. Dalam ilmu hukum pidana, tindakan ini dikenal dengan pembelaan dalam keadaan darurat atau pembelaan terpaksa (noodweer).
Perbuatan pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa diatur dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”) yang akan berlaku setelah 3 tahun sejak diundangkan[1] sebagai berikut.
berita Terkait:
Pasal 49 KUHP | Pasal 34 dan Pasal 43 RKUHP |
| Pasal 34 Setiap orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
Penjelasan Pasal 34 Ketentuan ini mengatur tentang pembelaan terpaksa mensyaratkan 4 keadaan, yaitu:
Pasal 34 RKUHP ini tergolong sebagai alasan pembenar.
Pasal 43 RKUHP Setiap orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana.
Penjelasan Pasal 43 Ketentuan ini mengatur pembelaan terpaksa yang melampaui batas, dengan syarat:
Pasal 43 RKUHP tergolong sebagai alasan pemaaf. |
Pasal tersebut di atas membedakan pembelaan terpaksa sebagai alasan pembenar dan pembelaan terpaksa melampaui batas sebagai alasan pemaaf yang menjadi alasan penghapus pidana.[2]
Pasal 49 ayat (1) KUHP atau Pasal 34 RKUHP termasuk tindakan pembelaan terpaksa (noodweer) yang termasuk alasan pembenar. Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukum perbuatannya, sehingga perbuatan yang dilakukan terdakwa menjadi patut dan benar.[3]
Sedangkan Pasal 49 ayat (2) KUHP dan Pasal 43 RKUHP tergolong pembelaan yang melampaui batas (noodweer excess) sebagai alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan terdakwa tetap bersifat melawan hukum dan tetap menjadi tindak pidana, namun tidak dipidana karena tidak ada kesalahan.[4]
Adapun, syarat-syarat pembelaan terpaksa/darurat menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 64-65), yaitu:
- Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain;
- Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain;
- Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.
R. Sugandhi dalam artikel Arti Noodweer Exces dalam Hukum Pidana menyatakan bahwa suatu tindakan dapat digolongkan sebagai “pembelaan darurat” dan tidak dapat dihukum harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut.
- Tindakan yang dilakukan itu harus benar-benar terpaksa untuk mempertahankan (membela) diri. Pertahanan atau pembelaan itu harus demikian perlu sehingga boleh dikatakan tidak ada jalan lain yang lebih baik;
- Pembelaan atau pertahanan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan-kepentingan diri sendiri atau orang lain, peri kesopanan, dan harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain;
- Harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak (pada saat itu juga). Untuk dapat dikatakan “melawan hak”, penyerang yang melakukan serangan itu harus melawan hak orang lain atau tidak mempunyai hak untuk itu, misalnya seorang pencuri yang akan mengambil barang orang lain, atau pencuri yang ketahuan ketika mengambil barang orang lain kemudian menyerang pemilik barang itu dengan senjata tajam. Dalam keadaan seperti ini, kita boleh melawan untuk mempertahankan diri dan barang yang dicuri itu sebab si pencuri telah menyerang dengan melawan hak.
Sedangkan menurut Moeljatno dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana dalam pembelaan terpaksa termaktub tiga pengertian yaitu (hal. 158):
- Harus ada serangan atau ancaman serangan;
- Tidak ada jalan lain pada saat itu untuk menghalau serangan atau ancaman serangan; dan
- Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan atau ancaman serangan.
Lantas, menjawab pertanyaan apakah membela diri dapat dihukum? Jawabannya tidak. Berdasarkan kronologi yang Anda uraikan di atas, maka adik Anda memenuhi unsur Pasal 49 ayat (1) KUHP atau Pasal 34 RKUHP yang merupakan tindakan pembelaan terpaksa (noodweer) sebagai alasan pembenar. Oleh karena itu adik Anda seharusnya bebas dari tuntutan pidana tersebut.
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus pidana mengenai pembelaan diri dapat kita lihat pada Putusan PN Menggala Nomor 50/Pid.B/2008/PN.MGL. Kasus berawal dari korban dan salah satu saksi sedang berkelahi dalam keadan mabuk karena minuman keras. Terdakwa yang melihat keributan tersebut, berinisiatif untuk melerai, namun karena korban merasa tidak senang, kemudian bersama-sama dengan teman-temannya berbalik menyerang terdakwa sehingga terdakwa terjatuh (hal. 2).
Selanjutnya, terdakwa bangun dan mengeluarkan pisau yang diselipkan di pinggang, lalu terdakwa dengan tangan kiri menikam ke lengan kiri korban hingga korban meninggal dunia (hal. 2).
Majelis hakim kemudian menyatakan bahwa tindakan terdakwa merupakan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan matinya orang, tetapi perbuatannya bukan merupakan tindak suatu tindak pidana. Terdakwa kemudian dilepaskan dari segala tuntutan hukum (hal. 13).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR.
Referensi:
- Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2009;
- R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
Putusan:
Putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor 50/Pid.B/2008/PN. MGL.
[1] Pasal 624 RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”)
[2] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 148
[3] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 148 dan 149
[4] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 148 dan 149