Apakah penjual melanggar UU Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan lainnya jika membayar uang kembalian diganti permen? Adakah sanksi bagi pelaku usaha?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Memberikan kembalian berupa permen sering dilakukan pelaku usaha kepada konsumen sebagai ganti uang kembalian dengan nominal kecil. Sebenarnya bagaimana hukum kembalian permen ini?
Pada dasarnya memberikan uang kembalian diganti permen tidak diperbolehkan. Lantas, adakah sanksi bagi pelaku usaha yang mengganti uang kembalian dengan permen?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Pidana Bagi Penjual yang Mengganti Uang Kembalian dengan Permen yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 4 Juli 2014.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Alat Pembayaran yang Sah
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami tegaskan bahwa memberikan uang kembalian dalam bentuk permen bukanlah bentuk transaksi jual beli permen antara pembeli dan penjual. Uang kembalian ditukar dengan permen tersebut sudah sering terjadi di masyarakat dan mafhum sebagai bentuk ‘alat pembayaran’ berupa kembalian jika nominal uang kembaliannya kecil.
Dengan demikian, kami sampaikan terlebih dahulu mengenai alat pembayaran. Alat pembayaran yang sah pada dasarnya adalah uang.[1]
Adapun mata uang yang sah yang berlaku di Indonesia adalah rupiah yang terdiri atas kertas dan logam.[2] Pada tiap jenis uang, yaitu kertas dan logam mempunyai ciri rupiah, yaitu tanda tertentu pada setiap rupiah yang ditetapkan untuk menunjukkan identitas, membedakan harga atau nominal, dan mengamankan rupiah dari pemalsuan.[3]
Selain berbentuk uang logam dan uang kertas, masyarakat juga dapat menggunakan alat pembayaran lain, seperti kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu pra bayar dan uang elektronik.[4]
Jenis-jenis alat pembayaran tersebut tercakup dalam suatu sistem pembayaran. Dalam suatu sistem pembayaran terdapat unsur sumber dana yang digunakan untuk memenuhi kewajiban dalam transaksi pembayaran.[5] Salah satu unsur yang harus dipenuhi sumber dana adalah memiliki nilai dalam satuan rupiah.[6]
Dengan demikian, alat pembayaran di wilayah Indonesia haruslah berbentuk uang atau bentuk lain seperti kartu debet yang sumber dananya memiliki nilai dalam satuan rupiah.
Bisakah Permen Dijadikan Alat Pembayaran atau Kembalian?
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa alat pembayaran harusnya dalam bentuk uang atau bentuk lain seperti kartu debet yang sumber dananya bernilai rupiah. Lantas bagaimana dengan pemberian uang kembalian dengan permen? Pada dasarnya permen tidak dapat dikategorikan sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai ‘uang kembalian’.
Selain itu, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang ditegaskan bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah Indonesia.
Sehingga, uang kembalian merupakan bentuk dari transaksi dengan tujuan pembayaran dan penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, maka wajib menggunakan rupiah.
Bagi penjual atau pelaku usaha yang tidak menjalankan ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang tersebut diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.[7]
Dalam rezim UU Perlindungan Konsumen, mengenai uang kembalian berupa permen ini tidaklah diatur secara eksplisit. Konsumen pada dasarnya mempunyai kewajiban untuk beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa serta membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.[8]
Di sisi lain, pelaku usaha juga wajib untuk beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.[9] Artinya, jika konsumen membayar dengan nilai tukar yang disepakati, maka ketika konsumen membayar dengan uang, bentuk uang kembalian juga harus berbentuk uang atau dalam satuan rupiah bukan berbentuk permen. Sebaliknya, jika kita andaikan permen tersebut digunakan sebagai alat pembayaran dari konsumen kepada pelaku usaha, pelaku usaha tentu tidak bersedia menerimanya.
Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa hukum kembalian dengan permen tidak diperbolehkan, baik dalam UU Mata Uang maupun UU Perlindungan Konsumen. Selain karena pelaku usaha wajib beriktikad baik dan pembayaran harus dengan nilai tukar yang disepakati, uang kembalian ditukar permen juga bukan merupakan alat pembayaran sehingga dapat diancam pidana kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp200 juta.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.