Intisari :
Dari sisi perlindungan merek secara umum, apabila suatu merek tidak memenuhi syarat untuk didaftarkan, di mana memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat dan merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum, maka tidak dapat didaftarkan menjadi merek. Di samping itu, tidak ditemukan pasal yang secara tegas mengatur bahwa ekspresi budaya tradisional tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Melainkan ditegaskan dalam Pasal 72 ayat (7) huruf c Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Menteri Hukum dan HAM dapat dilakukan jika memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang sudah merupakan tradisi turun temurun. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.
Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
Pada Pasal 20 UU MIG telah diatur pula batasan mengenai merek yang tidak dapat didaftar sebagaimana berikut ini:
Merek tidak dapat didaftar jika:
bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
tidak memiliki daya pembeda; dan/atau
merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Lebih lanjut, Pasal 21 ayat (1) dan (2) UU MIG mengatur sebagai berikut.
Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
Indikasi Geografis terdaftar.
Permohonan ditolak jika Merek tersebut:
merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau
merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Dalam hal pendaftaran, salah satu persyaratannya adalah melampirkan surat pernyataan kepemilikan merek.
[1]
Sekarang mari kita lihat apakah nama suatu ekspresi budaya tradisional termasuk dalam salah satu elemen yang dapat didaftar menurut UU MIG.
Perlindungan hukum ekspresi budaya tradisional diatur dalam
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”). Ekspresi budaya tradisional merupakan suatu ciptaan yang dilindungi dan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional
dipegang oleh Negara.
Dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "ekspresi budaya tradisional" mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut:
verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif;
musik, mencakup antara lain, vokal, instrumental, atau kombinasinya;
gerak, mencakup antara lain, tarian;
teater, mencakup antara lain, pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;
seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan
upacara adat.
Sebagaimana telah disebutkan di atas tadi, “ekspresi budaya tradisional” adalah suatu ciptaan yang hak ciptanya dipegang oleh Negara di mana Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional tersebut serta penggunaannya harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.
[2]
Dari sisi perlindungan hak cipta, tentunya tidaklah mungkin mencatatkan ciptaan yang hak ciptanya dipegang oleh Negara. Dari sisi perlindungan merek, apabila suatu merek tidak memenuhi syarat untuk didaftarkan sebagaimana tersebut di atas, di mana memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat dan merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum, maka tidak dapat didaftarkan menjadi merek. Di samping itu, tidak ditemukan pasal yang secara tegas mengatur bahwa ekspresi budaya tradisional tidak dapat didaftarkan sebagai merek.
Melainkan ditegaskan dalam Pasal 72 ayat (7) huruf c UU MIG bahwa penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Menteri Hukum dan HAM dapat dilakukan jika memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang sudah merupakan tradisi turun temurun.
Penghapusan dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dan Komisi Banding Merek. Komisi Banding Merek memberikan rekomendasi berdasarkan permintaan Menteri Hukum dan HAM.
[3]
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 4 ayat (8) UU MIG
[2] Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Cipta
[3] Pasal 72 ayat (8) dan ayat (9) UU MIG