Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 18 Februari 2019.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
klinik Terkait:
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Pentingnya Alat Bukti dalam Suatu Perkara Pidana
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan bahwa dalam hukum, pembuktian merupakan hal penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan karena melalui pembuktian akan ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti maka terdakwa dinyatakan bersalah.[1]
Yahya juga menegaskan bahwa pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang umembuktikan untuk kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.[2]
berita Terkait:
Dengan demikian, untuk agar tuduhan atas suatu tindak pidana berdasarkan hukum, harus mempunyai alat bukti yang cukup sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Selengkapnya tentang alat bukti dapat Anda baca dalam artikel Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti dalam Hukum Pidana dan Arti “Bukti Permulaan yang Cukup” dalam Hukum Acara Pidana.
Pasal Menuduh Orang Tanpa Bukti
Kemudian, menjawab pertanyaan Anda, dapatkah dipidana jika orang menuduh tanpa bukti? Menuduh orang tanpa bukti dapat dikategorikan sebagai fitnah.
Ketentuan mengenai fitnah diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[3] yakni pada tahun 2026 yaitu:
Pasal 311 ayat (1) KUHP | Pasal 434 UU 1/2023 |
Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun.
|
|
Unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP yaitu barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak Rp4,5 juta.[5]
Begitu pula dalam Pasal 434 UU 1/2023 tersebut berkaitan dengan pasal 433 UU 1/2023 tentang pencemaran yaitu setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran dengan pidana paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[6]
Jika perbuatan tersebut dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda maksimal kategori III Rp50 juta.[7]
Dengan demikian, hukum menuduh orang tanpa bukti atau fitnah dapat dikenakan bagi setiap orang yang menuduhkan suatu hal dengan maksud agar tuduhannya diketahui umum, namun tidak bisa membuktikan tuduhannya.
Lebih jelasnya, unsur-unsur pasal menuduh orang tanpa bukti atau pasal fitnah Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah:
- Seseorang;
- Menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan;
- Orang yang menuduh tidak dapat membuktikan tuduhannya dan jika tuduhan tersebut diketahuinya tidak benar.
Dalam buku berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.227), R. Soesilo mengatakan bahwa kejahatan pada pasal ini dinamakan memfitnah. Atas pasal ini, R. Soesilo merujuk kepada catatannya pada Pasal 310 KUHP yang menjelaskan tentang apa itu menista.
Untuk dikatakan sebagai menista, penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar atau diketahui orang banyak. Salah satu bentuk penghinaan adalah memfitnah (hal. 225-226).
Adapun, penghinaan adalah delik aduan, yang artinya, hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita. Orang yang melakukan tuduhan tanpa alat bukti (bukan fakta yang sesungguhnya), dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur Pasal 311 ayat (1) KUHP, karena telah melakukan fitnah (hal. 225-226).
Baca juga: Syarat Agar Tuduhan Dapat Dianggap Sebagai Fitnah
Jadi menjawab pertanyaan Anda, menuduh orang lain tanpa bukti dapat dikatakan sebagai fitnah dan dapat dipidana sepanjang tuduhan tersebut tersiar atau diketahui orang banyak.
Contoh Kasus
Sebagai contoh dapat kita lihat pada Putusan PN Bondowoso No. 2/Pid.B/2019/PN Bdw. Terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “memfitnah” berdasarkan Pasal 311 ayat (1) KUHP, dan majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan (hal. 12).
Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara menuduh korban telah melakukan perzinaan sebagaimana yang termuat di dalam surat tertanggal 12 Maret 2018 dan tuduhan tersebut telah dilaporkan ke Polres Bondowoso pada tanggal 20 Maret 2018 namun laporan tersebut dihentikan pada tahap penyidikan karena tidak cukup bukti (hal. 2 – 3).
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
Putusan:
Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso Nomor 2/Pid.B/2019/PN Bdw;
Referensi:
- R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
- Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
[1] Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 273
[2] Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 273
[3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[4] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023
[5] Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP
[6] Pasal 433 ayat (1) jo. Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023
[7] Pasal 433 ayat (2) jo. Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023