Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Perusahaan Jual Aset Pakai Identitas Eks Karyawan

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Hukumnya Perusahaan Jual Aset Pakai Identitas Eks Karyawan

Hukumnya Perusahaan Jual Aset Pakai Identitas Eks Karyawan
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Perusahaan Jual Aset Pakai Identitas Eks Karyawan

PERTANYAAN

Perusahaan tempat saya bekerja menjual asetnya (mobil truck/mesin) dengan menggunakan data diri berupa KTP mantan karyawan. Mantan karyawan tersebut tidak mengetahui bahwa perusahaan melakukan penyalahgunaan data pribadi mereka. Saya menduga hal ini dilakukan untuk menghindari pajak pada orang yang membeli, agar pada saat lapor SPT tahunan pembeli tidak perlu melaporkan asetnya tersebut. Nilai jual pun puluhan hingga ratusan juta. Pertanyaan saya, apa sanksi bagi perusahaan? Ke mana bisa melapor? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Tindakan menggunakan identitas orang lain atau penyalahgunaan data pribadi untuk transaksi jual beli aset perusahaan tanpa persetujuan yang bersangkutan dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana. Selain itu, pemilik identitas atau data pribadi dapat juga mengajukan gugatan secara perdata untuk meminta ganti rugi.

    Dalam konteks perusahaan menghindari pajak dengan menggunakan identitas mantan karyawan dalam jual beli, maka terdapat sanksi tersendiri bagi perusahaan. Bagaimana ketentuan selengkapnya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hukumnya Jika Perusahaan Transaksi Pakai Data Pribadi Mantan Karyawan yang dibuat oleh Valerie Agustine Budianto, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 9 Maret 2022.

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Bank Mengubah Data Nasabah secara Sepihak

    Hukumnya Bank Mengubah Data Nasabah secara Sepihak

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Hukumnya Penyalahgunaan Data Pribadi untuk Transaksi

    Berdasarkan informasi yang Anda sampaikan, penyalahgunaan data pribadi orang lain untuk transaksi jual beli tanpa persetujuan dari yang bersangkutan pada dasarnya dilarang. Tindakan tersebut bertentangan dengan upaya pelindungan data pribadi sehingga terancam sanksi administrasi, sanksi pidana hingga potensi gugatan perdata.

    Sebelumnya, perlu diketahui bahwa Kartu Tanda Penduduk elektronik (“KTP-el”) memuat data pribadi antara lain berupa NIK, nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama (termasuk kepercayaan), status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan dan pas foto.[1] Sehingga, data di dalam KTP-el termasuk jenis data pribadi yang bersifat umum.[2]

    Ketika perusahaan melakukan transaksi jual beli aset menggunakan data pribadi mantan karyawan, maka tindakan tersebut termasuk ke dalam pemrosesan data pribadi berupa pemerolehan data pribadi dan memperlihatkan data pribadi untuk tujuan tertentu (penampilan data pribadi).[3]

    Untuk melakukan pemrosesan data pribadi orang lain, baik perseorangan maupun korporasi[4] wajib mendapat persetujuan yang sah secara eksplisit baik tertulis ataupun terekam dari subjek data pribadi atau pemilik identitas.[5]

    Jika perusahaan tidak mendapatkan persetujuan yang sah secara eksplisit dari pemilik identitas, maka perusahaan dapat dikenai sanksi administrastif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan/pemusnahan data pribadi, dan/atau denda administratif paling tinggi 2% dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.[6]

    Adapun memperoleh dan menggunakan identitas atau data pribadi orang lain secara tidak sah atau penyalahgunaan data pribadi dapat dikenai sanksi pidana, baik dilakukan oleh perseorangan maupun korporasi. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (3) UU PDP yang berbunyi:

    1. Setiap Orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi;
    2. Setiap Orang dilarang secara melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya.

    Terhadap perusahaan yang mendapatkan dan menggunakan data pribadi mantan karyawannya secara melawan hukum dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp5 miliar.[7]

    Selain itu, dapat pula dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.[8]

    Terhadap tindak pidana yang dilakukan korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat dan/atau korporasi. Adapun untuk pidana yang dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda maksimal 10 kali maksimal denda yang diancamkan.[9]

    Korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:[10]

    1. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana;
    2. pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi;
    3. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
    4. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi;
    5. melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan;
    6. pembayaran ganti kerugian;
    7. pencabutan izin; dan/atau
    8. pembubaran korporasi.

    Selain sanksi pidana, perusahaan dapat digugat dan memberikan ganti rugi kepada pemilik identitas berdasarkan ketentuan perundang-undangan.[11] Dalam hal ini, perusahaan dapat digugat berdasarkan perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUH Perdata.

    Baca juga: Hukum Menggunakan Data Orang Lain untuk Bikin Akun Media Sosial

     

    Jerat Pidana Pemalsuan Surat

    Selain sanksi berdasarkan UU PDP, berdasarkan kronologi yang Anda sampaikan, bahwa jual beli aset perusahaan dilakukan dengan identitas mantan karyawan, maka surat perjanjian jual beli yang dibuat tentu tidak benar.

    Dalam hal ini tindakan perusahaan memenuhi unsur-unsur pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP yang berbunyi:

    1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
    2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

    Disarikan dari artikel Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen, menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) bahwa surat yang dipalsukan harus surat yang:

    1. dapat menimbulkan suatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain);
    2. dapat menerbitkan surat perjanjian (misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
    3. dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kuitansi atau semacamnya); atau
    4. surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

     

    Jerat Hukum Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)

    Berdasarkan uraian yang Anda sampaikan, perusahaan menggunakan identitas mantan karyawan untuk menjual aset bertujuan untuk menghindari pajak. Perlu Anda ketahui dalam konteks memperkecil beban pajak dikenal dengan beberapa istilah, yaitu tax planning, tax avoidance dan tax evasion. Berikut perbedaannya:[12]

    Tax Planning

    Tax Avoidance

    Tax Evasion

    Upaya memperkecil beban pajak secara legal dengan cara memanfaatkan sejumlah kemudahan, fasilitas atau insentif yang ada dalam peraturan perpajakan.

    Tax planning adalah sarana efisiensi beban pajak legal sehingga tidak ada risiko dikenakan sanksi.

    Upaya penghindaran pajak yang legal namun bertentangan dengan spirit aturan perpajakan, dengan cara memanfaatkan celah atau grey area dalam aturan perpajakan.

     

    Meski legal, otoritas perpajakan belum tentu setuju, sehingga berpotensi timbul koreksi dan bisa dikenai sanksi administratif.

    Upaya memperkecil beban pajak dengan cara melanggar ketentuan dalam aturan perpajakan. Misalnya sengaja tidak melaporkan pajak atau menghitung pajak tetapi tidak sesuai dengan ketentuan.

     

    Tindakan ini ilegal sehingga sangat berpotensi mendapat koreksi dari otoritas pajak dan dikenai sanksi hingga sanksi pidana.

     

    Dalam hal ini, menurut hemat kami, tindakan yang dilakukan perusahaan tempat Anda bekerja merupakan bentuk tax evasion atau penyelundupan pajak, karena dengan sengaja melakukan upaya-upaya agar tidak melaporkan pajak.

    Tindakan perusahaan Anda tersebut berpotensi melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan f UU 28/2007 yaitu larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan:

    1. menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
    2. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

    Tindakan setiap orang sebagaimana disebutkan di atas sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara diancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.[13]

     

    Langkah Hukum

    Terhadap dugaan tindak pidana penyalahgunaan data pribadi dan pemalsuan surat yang dilakukan oleh pihak perusahaan, dapat dilaporkan ke pihak kepolisian. Cara melapor selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.

    Adapun laporan atas dugaan tindak pidana perpajakan dapat disampaikan kepada penyidik di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.[14]

    Sedangkan terhadap penggunaan data pribadi yang tidak sah sehingga menimbulkan kerugian, maka pemilik identitas/data pribadi yaitu mantan karyawan perusahaan, dapat menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, kedua kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ketiga kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983;
    4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
    5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
    7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016

     

    Referensi:

      1. Anang Mury Kurniawan, Pengaturan Pembebanan Bunga Untuk Mencegah Penghindaran Pajak, Simposium Nasional Keuangan Negara, SNKN 2018.
      2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor, 1991.

    [1] Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016

    [2] Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)

    [3] Pasal 16 ayat (1) huruf a dan e serta Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf e UU PDP

    [4] Pasal 1 angka 4, 7 dan 9 UU PDP

    [5] Pasal 20 ayat (1) dan (2) huruf a dan Pasal 22 ayat (1) UU PDP

    [6] Pasal 57 ayat (1), (2) dan (3) UU PDP

    [7] Pasal 67 ayat (1) dan (3) UU PDP

    [8] Pasal 69 UU PDP

    [9] Pasal 70 ayat (1), (2) dan (3) UU PDP

    [10] Pasal 70 ayat (4) UU PDP

    [11] Pasal 12 UU PDP

    [12] Anang Mury Kurniawan, Pengaturan Pembebanan Bunga Untuk Mencegah Penghindaran Pajak, Simposium Nasional Keuangan Negara, SNKN 2018, hal. 287

    [13] Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

    [14] Pasal 2 angka 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengubah Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

    Tags

    dirjen pajak
    hukum pajak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!