Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya PKL Berjualan Menutupi Toko Orang Lain

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Hukumnya PKL Berjualan Menutupi Toko Orang Lain

Hukumnya PKL Berjualan Menutupi Toko Orang Lain
Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H. PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
Hukumnya PKL Berjualan Menutupi Toko Orang Lain

PERTANYAAN

Saya memilik usaha toko gadget yang berlokasi tepat di pinggir jalan. Setiap sore sampai malam hari, ada pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di depan toko saya, hingga menutupi akses keluar masuk ke dalam toko saya serta menutupi branding-nya. Pasal berapa yang mengatur hukum PKL tidak boleh berjualan di depan usaha orang lain dan jalur hukum mana yang harus dilewati?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hampir semua pemerintah daerah di Indonesia belum bisa menertibkan pedagang kali lima (“PKL”), walau berbagai peraturan sudah dibuat di masing-masing daerah. Pemerintah daerah telah mengatur berbagai larangan bagi PKL. Umumnya, PKL boleh berjualan di tempat-tempat yang ditentukan oleh pemerintah setempat.
     
    Terdapat dua jalur hukum yang dapat ditempuh apabila PKL berdagang dengan menutupi tempat usaha seseorang. Mereka yang dirugikan dapat menggugat secara perdata atas perbuatan melawan hukum. Selain itu, pemilik tempat usaha juga dapat melaporkan PKL agar diproses secara pidana.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Ketentuan Hukum Bagi PKL
    Contoh pengertian pedagang kaki lima (“PKL”) dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”), yang menguraikan bahwa:
     
    Pedagang kaki lima adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang mendapat izin dari pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah daerah seperti badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah jembatan, jembatan penyeberangan dan lain sebagainya.
     
    PKL menjadi suatu dilema tersendiri. Di satu sisi, negara atau pemerintah belum bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya dan memaksa mereka berdagang di pinggir jalan. Dan di sisi lain, rakyat memiliki kreativitas tinggi untuk menciptakan lapangan pekerjaan, dengan menjadi PKL. Namun tempat dia berjualan merupakan tempat terlarang, karena lokasi tersebut seharusnya menjadi hak pejalan kaki atau menutupi jalan keluar masuk tempat usaha orang lain, seperti yang Anda alami.
     
    Hampir semua pemerintah daerah di Indonesia belum bisa menertibkan PKL, walau berbagai peraturan sudah dibuat di masing-masing daerah. Umumnya, PKL dilarang berjualan di tempat-tempat yang ditentukan oleh pemerintah setempat.
     
    Sebagai contoh, Pasal 25 Perda DKI 8/2007 mengatur bahwa:
     
    1. Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.
    2. Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    3. Setiap orang dilarang. membeli barang dagangan pedagang kaki lima sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
     
    Setiap orang atau badan yang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta.[1]
     
    Penyelesaian Perdata
    Secara umum, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) pun dapat menjadi dasar untuk melarang PKL berjualan di depan toko orang lain. Bahkan, bukan hanya pedagang kali lima, siapapun dilarang untuk menutup akses keluar masuk pekarangan, jalan, atau pintu. Akses jalan bagi pemilik toko, pekarangan, dan rumah tidak boleh ditutup oleh siapapun. Hal ini dikenal dengan istilah hak servituut, yang diatur dalam Pasal 674 KUH Perdata:
     
    Pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan atas sebidang pekarangan seseorang untuk digunakan dan demi manfaat pekarangan milik orang lain. Baik mengenai bebannya maupun mengenai manfaatnya, pengabdian itu boleh dihubungkan dengan pribadi seseorang.
     
    Baca juga: Definisi Hak Servituut (Pengabdian Pekarangan) dan Penerapannya
     
    Pihak yang menutup akses jalan, pintu, atau pekarangan dapat digugat secara perdata karena melakukan perbuatan melawan hukum. Si PKL juga dituntut untuk membayar ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi:
     
    Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
     
    Penyelesaian Pidana
    Selain digugat secara perdata, si PKL juga bisa dilaporkan secara pidana atas pelanggaran terhadap peraturan daerah sesuai domisili Anda. Anda dapat melaporkan perbuatan tersebut kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimiliki pemerintah daerah tersebut. Jika Anda bertempat tinggal di Jakarta, Pasal 60 ayat (1) Perda DKI 8/2007 telah mengatur bahwa:
     
    Selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah.
     
    Nantinya, pedagang kali lima tersebut akan diadili dalam persidangan tindak pidana ringan (tipiring) sesuai dengan ketentuan Pasal 205 ayat (1) Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berbunyi:
     
    Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
     
    Namun sebelum menempuh jalur pidana, kami sarankan agar Anda dapat mencari jalan keluar terbaik dengan PKL tersebut secara kekeluargaan. Jalur pidana sendiri sebaiknya menjadi pilihan terakhir yang Anda tempuh (ultimum remedium).
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     

    [1] Pasal 61 ayat (1) jo. Pasal 25 ayat (2) Perda DKI 8/2007

    Tags

    toko
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!