Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ketentuan Hukum Bagi PKL
Pedagang kaki lima adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang mendapat izin dari pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah daerah seperti badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah jembatan, jembatan penyeberangan dan lain sebagainya.
PKL menjadi suatu dilema tersendiri. Di satu sisi, negara atau pemerintah belum bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya dan memaksa mereka berdagang di pinggir jalan. Dan di sisi lain, rakyat memiliki kreativitas tinggi untuk menciptakan lapangan pekerjaan, dengan menjadi PKL. Namun tempat dia berjualan merupakan tempat terlarang, karena lokasi tersebut seharusnya menjadi hak pejalan kaki atau menutupi jalan keluar masuk tempat usaha orang lain, seperti yang Anda alami.
Hampir semua pemerintah daerah di Indonesia belum bisa menertibkan PKL, walau berbagai peraturan sudah dibuat di masing-masing daerah. Umumnya, PKL dilarang berjualan di tempat-tempat yang ditentukan oleh pemerintah setempat.
Sebagai contoh, Pasal 25 Perda DKI 8/2007 mengatur bahwa:
Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.
Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Setiap orang dilarang. membeli barang dagangan pedagang kaki lima sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Setiap orang atau badan yang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta.
[1]
Penyelesaian Perdata
Secara umum,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) pun dapat menjadi dasar untuk melarang PKL berjualan di depan toko orang lain. Bahkan, bukan hanya pedagang kali lima, siapapun dilarang untuk menutup akses keluar masuk pekarangan, jalan, atau pintu. Akses jalan bagi pemilik toko, pekarangan, dan rumah tidak boleh ditutup oleh siapapun. Hal ini dikenal dengan istilah hak servituut, yang diatur dalam Pasal 674 KUH Perdata:
Pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan atas sebidang pekarangan seseorang untuk digunakan dan demi manfaat pekarangan milik orang lain. Baik mengenai bebannya maupun mengenai manfaatnya, pengabdian itu boleh dihubungkan dengan pribadi seseorang.
Pihak yang menutup akses jalan, pintu, atau pekarangan dapat digugat secara perdata karena melakukan perbuatan melawan hukum. Si PKL juga dituntut untuk membayar ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Penyelesaian Pidana
Selain digugat secara perdata, si PKL juga bisa dilaporkan secara pidana atas pelanggaran terhadap peraturan daerah sesuai domisili Anda. Anda dapat melaporkan perbuatan tersebut kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimiliki pemerintah daerah tersebut. Jika Anda bertempat tinggal di Jakarta, Pasal 60 ayat (1) Perda DKI 8/2007 telah mengatur bahwa:
Selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah.
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
Namun sebelum menempuh jalur pidana, kami sarankan agar Anda dapat mencari jalan keluar terbaik dengan PKL tersebut secara kekeluargaan. Jalur pidana sendiri sebaiknya menjadi pilihan terakhir yang Anda tempuh (ultimum remedium).
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 61 ayat (1)
jo. Pasal 25 ayat (2) Perda DKI 8/2007