Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bagaimana Kedudukan Utang Gaji Karyawan Jika Perusahaan Pailit?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Bagaimana Kedudukan Utang Gaji Karyawan Jika Perusahaan Pailit?

Bagaimana Kedudukan Utang Gaji Karyawan Jika Perusahaan Pailit?
Diana Kusumasari, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bagaimana Kedudukan Utang Gaji Karyawan Jika Perusahaan Pailit?

PERTANYAAN

Kami ingin mengetahui jaminan hukum atas utang gaji (12 bulan) apabila karyawan mengajukan pailit ke pengadilan dan berapa lama proses tersebut berlangsung mengingat aset-aset perusahaan (PT) sudah dijaminkan pada debitur? Sebatas mana tanggung jawab dari pemilik saham sehingga hak-hak karyawan terbayar dapat terlunasi 100 persenkah? Mana lebih besar kansnya perorangan ataukah bersama-sama (1000 orang) karyawan? Thanks.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Sebelumnya, perlu dipahami bahwa harta kekayaan perusahaan (dalam hal ini Perseroan Terbatas/PT) adalah terpisah dari harta kekayaan pemegang saham. Sesuai Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) beserta penjelasannya, pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Oleh karena itu, dalam hal perusahaan dipailitkan, pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi namun hanya sebatas saham atau modal yang dimasukkan ke dalam PT yang kemudian menjadi harta PT.

     

    Pada saat perusahaan tidak membayar gaji karyawannya, maka perusahaan tersebut menjadi debitur dari karyawan dan dapat digugat pailit apabila memenuhi syarat-syarat kepailitan. Simak syarat kepailitan dalam artikel ini. Pengadilan harus memutus permohonan pernyataan pailit dalam waktu 60 hari (lihat Pasal 8 ayat [5] UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - “UU Kepailitan”).

    KLINIK TERKAIT

    Upaya Hukum atas Putusan PHI yang Inkracht

    Upaya Hukum atas Putusan PHI yang <i>Inkracht</i>
     

    Seluruh harta perusahaan kemudian akan menjadi harta pailit untuk kemudian diserahkan kepada pengurusan kurator untuk memenuhi semua kewajiban perusahaan terhadap para kreditor. Dan pada dasarnya, hak karyawan atas pembayaran upah saat perusahaan dipailitkan telah dilindungi oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”). Pasal 95 ayat (4) UUK menyatakan bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

     

    Namun di sisi lain, Pasal 1134 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) menyatakan gadai dan hipotik tempatnya lebih tinggi daripada kreditor lainnya kecuali dinyatakan sebaliknya oleh undang-undang. Apabila kita mengacu pada UUK, UUK telah memberikan posisi pembayaran upah karyawan untuk didahulukan pembayarannya.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Akan tetapi, dalam praktiknya apa yang terjadi ternyata tak seindah ketentuan Pasal 95 ayat (4) UUK tersebut di atas. Jika ada kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hak agunan maupun hipotik, maka merekalah yang mendapat prioritas. Prioritas kepada kreditor jenis ini didasarkan pada ketentuan Pasal 138 UU Kepailitan yang berbunyi:

     

    “Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau yang mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu benda tertentu dalam harta pailit dan dapat membuktikan bahwa sebagian piutang tersebut kemungkinan tidak akan dapat dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi agunan, dapat meminta diberikan hak-hak yang dimiliki kreditor konkuren atas bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya.”

     

    Selain itu, dalam sebuah artikel hukumonline dikatakan bahwa dalam buku “Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan” (2002), J. Satrio mengklasifikan kedudukan hak kreditor dengan merujuk Buku Dua Bab XIX KUHPer dan Pasal 21 UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah oleh UU No. 9 Tahun 1994. Di sini, menurut Satrio, hak negara (pajak, biaya perkara, dll) ditempatkan sebagai pemegang hak posisi pertama, diikuti oleh kreditor separatis (pemegang hak tanggungan, gadai, fidusia, hipotik). Di sisi lain, Satrio juga mengakui bahwa Pasal 95 ayat (4) UUK meningkatkan kedudukan upah dibanding kreditor lain.

     

    Masih dalam artikel yang sama, peneliti dari Pusat Pengkajian Hukum (PPH) Tri Harnowo menyatakan bahwa pemenuhan hak buruh dan pajak dalam hal perusahaan jatuh pailit bisa mencapai 100 persen jika negosiasi (di antara para kreditor) lancar. Tri berpendapat negosiasi setelah pailit merupakan faktor yang cukup menentukan. Lebih jauh simak Hak Pekerja Untuk Didahulukan Dalam Perkara Pailit.

     

    Jadi, karena ketentuan peraturan perundang-undangan belum secara spesifik menyatakan dalam hal kepilitan upah karyawan tingkatannya lebih tinggi daripada gadai dan hipotik dan pajak, maka dalam praktiknya Pasal 95 ayat (4) UUK tak mudah dilaksanakan. Kemudian, mengenai pelunasannya apakah bisa diperoleh 100 (seratus) persen atau tidak, hal tersebut bergantung dari harta pailit yang ada. Lebih jauh simak artikel-artikel berikut ini:

    -         Great River International Dinyatakan Pailit.

    -         UU Kepailitan Dianggap Merugikan Buruh.

    -         Hak Karyawan Perusahaan Pailit.

     

    Mengenai besar kesempatan untuk memailitkan perusahaan dan memperoleh pengembalian utang (dalam hal ini upah), tidaklah bergantung pada seberapa banyak karyawan yang memohonkan pailit. Sepanjang terpenuhi syarat kepailitan, yaitu perusahaan memiliki setidaknya dua kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dan perusahaan dipailitkan, maka seluruh harta perusahaan menjadi harta pailit untuk melunasi kewajiban perusahaan terhadap kreditor.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);

    2.      Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    3.      Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

    4.      Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

     

    Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!