Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Indonesia Menganut First to File
Secara singkat, dapat kami jawab bahwa sebagaimana diamanatkan pada UU Merek, Indonesia mengadopsi prinsip “first to file”, dan tidak mengenal prinsip “first to use”.
klinik Terkait:
Pasal 1 angka 5 UU Merek mendefinisikan hak merek sebagai berikut:
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Lebih lanjut, Pasal 3 UU Merek menegaskan kembali bahwa hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut terdaftar. Yang dimaksud dengan "terdaftar" adalah setelah permohonan melalui proses pemeriksaan formalitas, proses pengumuman, dan proses pemeriksaan substantif serta mendapatkan persetujuan Menteri untuk diterbitkan sertifikat.[1]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak esklusif atas suatu merek akan timbul dan diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang sudah mengajukan permohonan pendaftarannya dan kemudian disetujui untuk didaftar oleh Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, Direktorat Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM (“kantor merek”).
Meskipun pada praktiknya suatu merek telah digunakan sejak lama, apabila merek tersebut tidak diajukan permohonannya pada kantor merek, pengguna merek yang bersangkutan tidak dapat mengklaim sebagai pemilik yang sah dan mendapatkan perlindungan ekslusif berdasarkan UU Merek.
berita Terkait:
Atau dengan kata lain, first to file adalah pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran dan sudah disetujui oleh kantor merek mendapatkan hak eksklusif yaitu hak atas merek. Di lain sisi, prinsip first to use adalah prinsip pengguna pertama yang berhak menurut hukum atas merek yang bersangkutan.
Baca juga: Cara Menghindari ‘Persamaan Pada Pokoknya’ dalam Merek
Contoh Kasus
Terkait first to file, guna mempermudah pemahaman Anda, kami mengambil contoh kasus dalam Putusan MA No. 512 K/Pdt.Sus-HKI/2016.
Bahwa pertimbangan hukum putusan judex facti yang mengabulkan gugatan Penggugat sebagai pemakai pertama dan pemilik satu-satunya yang berlaku di Indonesia atas merek dagang “Mawar + Logo” untuk kelas 03 dapat dibenarkan, karena judex facti tidak salah menerapkan hukum dalam perkara a quo, di mana ternyata antara merek milik Penggugat yaitu merek dagang “Mawar + Logo” terdaftar untuk kelas yang sama telah terdapat persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang yang sejenis kelas 03 dengan merek Tergugat, persamaan tersebut baik bunyi, ucapan dan atau susunan kata atau huruf, yang dapat menyesatkan konsumen dan merek Penggugat telah terlebih dahulu terdaftar dari pada merek Tergugat, sehingga Penggugat berhak untuk mengajukan gugatan a quo (hal. 8 dan 14).
Adapun pada amarnya, disebutkan bahwa menyatakan batal atau setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran merek “Mawar + Logo” milik Tergugat dengan segala akibat hukumnya (hal. 9).
Baca juga: Arti ‘Persamaan pada Pokoknya’ dalam UU Merek dan Indikasi Geografis
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Putusan:
Putusan Mahkamah Agung Nomor 512 K/Pdt.Sus-HKI/2016.
[1] Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis