Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Force Majeur karena Perubahan Regulasi

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Force Majeur karena Perubahan Regulasi

<i>Force Majeur</i> karena Perubahan Regulasi
Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H. PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
<i>Force Majeur</i> karena Perubahan Regulasi

PERTANYAAN

Apakah salah satu pihak dapat dituntut untuk memenuhi suatu perjanjian, yang mana karena ada suatu perubahan regulasi yang terjadi setelah suatu perjanjian ditandatangani, menyebabkan salah satu pihak dilarang melakukan perjanjian yang telah ditandatangani tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jika klausul keadaan memaksa (force majeur) dicantumkan dalam perjanjian, termasuk karena perubahan peraturan, dan memang pihak yang membuat perjanjian menurut hukum tidak lagi berkompeten untuk melakukan perbuatan hukum, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dalam hal ini, para pihak menjadi tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Pihak yang tidak dapat melaksanakan prestasi tersebut seharusnya tidak dapat dituntut.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Sifat Dasar Perjanjian
    Sesuai dengan hakikatnya sebagai hukum privat atau pribadi, titik tolak hukum perdata adalah perjanjian tertulis yang dibuat oleh kedua belah pihak.
     
    Perjanjian pada dasarnya adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih. Masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian tersebut.
     
    Perjanjian menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
     
    Namun tidak semua perjanjian bisa dibuat seenaknya. Perjanjian harus menenuhi syarat yang tegas diatur dalam undang-undang.
     
    Agar sah, Pasal 1320 KUH Perdata mensyaratkan agar perjanjian memenuhi unsur:
    1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. suatu hal tertentu; dan
    4. suatu sebab yang halal.
     
    Sepakat maksudnya bahwa perjanjian itu dibuat dengan iktikad baik, tidak ada kekhilafan, bebas, tidak ada paksaan atau tekanan, tidak ada unsur tipu daya dalam pembuatan perjanjian.
     
    Kecakapan maksudnya bahwa para pihak yang membuat dan menandatangani perjanjian adalah orang yang cakap secara hukum, waras, dewasa, tidak di bawah pengampuan, dan tidak sedang dicabut hak perdatanya oleh putusan pengadilan.
     
    Hal tertentu dalam perjanjian mengenai hal-hal yang jelas sifatnya. Jika misalnya menyangkut barang, yang diperjanjikan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan.
     
    Suatu sebab yang halal, artinya sesuatu tidak palsu dan tidak terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum.
     
    Force Majeur akibat Perubahan Peraturan
    Dikaitkan dengan permasalahan di atas, ada regulasi yang membuat salah satu pihak tidak lagi memiliki kapasitas untuk melanjutkan perjanjian. Karena ini permasalahan perdata, kita harus kembali kepada hakikat perjanjian yang dilandasi iktikad baik.
     
    Perlu dibaca kembali isi perjanjiannya. Dalam perjanjian atau kontak, biasanya selalu ada pasal tentang adanya keadaan memaksa (force majeur).
     
    Sebagaimana pernah diuraikan dalam artikel Wabah Corona sebagai Alasan Force Majeur dalam Perjanjian, unsur utama yang dapat menimbulkan keadaan force majeur adalah:
    1. adanya kejadian yang tidak terduga;
    2. adanya halangan yang menyebabkan suatu prestasi tidak mungkin dilaksanakan;
    3. ketidakmampuan tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan debitur;
    4. ketidakmampuan tersebut tidak dapat dibebankan risiko kepada debitur.
     
    Karena luasnya kemungkinan keadaan atau situasi force majeur, maka para pihak untuk mendapatkan kepastian hukum biasanya mencantumkan klausul dengan daftar peristiwa yang dapat menjadi force majeur dalam perjanjian mereka
     
    Lebih lanjut, jika klausul keadaan memaksa dicantumkan (termasuk perubahan peraturan), dan memang pihak yang membuat perjanjian menurut hukum tidak lagi berkompeten untuk melakukan perbuatan hukum, maka menurut hemat kami, perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dalam hal ini, para pihak menjadi tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum.
     
    Dalam situasi ini, pihak yang tak dapat melaksanakan prestasi tersebut seharusnya tidak dapat dituntut. Saran kami, sebelum langkah-langkah hukum ditempuh, sebaiknya perubahan situasi tersebut dirundingkan antara para pihak dengan iktikad baik, sesuai dengan hakikat dari perjanjian itu sendiri.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

    Tags

    force majeur
    wanprestasi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!