IMB Diganti PBG, Ini Sanksi Jika Bangunan Tak Memilikinya
Bisnis

IMB Diganti PBG, Ini Sanksi Jika Bangunan Tak Memilikinya

Bacaan 6 Menit

Pertanyaan

Di daerah saya di Jakarta Selatan, banyak sekali bangunan atau melakukan kegiatan membangun tanpa memiliki IMB. Sementara di daerah/wilayah Jakarta Utara atau Barat sangat riskan atau berisiko kalau membangun tidak memiliki IMB. Apakah di tempat saya tersebut kurang kesadaran dari warga atau masyarakatnya, atau mentang-mentang mereka merasa orang Jakarta asli? Terima kasih atas penjelasannya.

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah, menghapus, dan memuat ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, istilah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak lagi dikenal. Adapun istilah yang kini digunakan ialah Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”).

Bagi pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki persyaratan perizinan bangunan berupa PBG, dapat dikenai sanksi adminsitratif, denda hingga pidana penjara.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Hukum Jika Tidak Memiliki Izin Mendirikan Bangunan yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Senin, 3 Desember 2012.

 

Keberlakuan IMB dan PBG

Kami asumsikan istilah IMB yang Anda maksud adalah akronim dari Izin Mendirikan Bangunan dan lokasi pendirian bangunan tersebut merupakan wilayah yang diperuntukan bagi hunian.

Berdasarkan bunyi Pasal 24 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU Bangunan Gedung”):

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang  berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

Dahulu, UU Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP 36/2005”) memang mensyaratkan adanya IMB bagi setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung.[1]

Akan tetapi, sebagaimana telah dijelaskan dalam Catat! Ini 3 Dokumen Penting Terkait Bangunan Gedung, istilah IMB tidak lagi dikenal, melainkan istilah yang kini digunakan ialah Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”).

Hal di atas telah ditegaskan dalam Pasal 24 angka 34 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 36A ayat (1) UU Bangunan Gedung bahwa pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dilakukan setelah mendapatkan PBG.

PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.[2]

Untuk memperoleh PBG sebelum pelaksanaan konstruksi, dokumen rencana teknis diajukan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau provinsi untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Pemerintah Pusat.[3]

PBG meliputi proses konsultasi perencanaan dan penerbitan.[4] Adapun proses konsultasi perencanaan meliputi:[5]

  1. pendaftaran, dilakukan oleh pemohon/pemilik melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung[6] dengan menyampaikan:[7]
    1. data pemohon atau pemilik;
    2. data bangunan gedung; dan
    3. dokumen rencana teknis.
  2. pemeriksaan pemenuhan standar teknis; dan
  3. pernyataan pemenuhan standar teknis.

Sedangkan proses penerbitan PBG meliputi:[8]

  1.  
  2. penetapan nilai retribusi daerah;
  3. pembayaran retribusi daerah; dan
  4. penerbitan PBG.

 

Sanksi Jika Tidak Memiliki PBG

Bagaimana jika pemilik bangunan gedung tidak memenuhi kewajiban persyaratan perizinan pembangunan dalam hal ini tidak memiliki PBG?

Setiap pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli, penilik, pengkaji teknis, dan/atau pengguna bangunan gedung pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung dikenai sanksi administratif,[9] yang dapat berupa:[10]

  1. peringatan tertulis;
  2. pembatasan kegiatan pembangunan;
  3. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
  4. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
  5. pembekuan persetujuan bangunan gedung;
  6. pencabutan persetujuan bangunan gedung;
  7. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
  8. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
  9. perintah pembongkaran bangunan gedung.

Selain itu, terdapat sanksi pidana dan denda juga apabila tidak dipenuhinya ketentuan dalam UU Bangunan Gedung jo. UU Cipta Kerja, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain, kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup, atau hilangnya nyawa orang lain.[11]

Anda selaku anggota masyarakat juga dapat melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota terhadap:[12]

  1. indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi; dan/atau
  2. bangunan gedung yang pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan/atau pembongkaran berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya.

Kemudian, bagaimana jika bangunan tersebut sudah terlanjur berdiri tetapi belum memiliki PBG? Untuk memperoleh PBG, harus mengurus Sertifikat Laik Fungsi (“SLF”) berdasarkan ketentuan PP 16/2021.[13]

Jadi, kewajiban untuk melengkapi setiap pembangunan rumah dengan PBG berlaku kepada setiap orang, dan tidak ada pengecualian tertentu untuk penduduk asli sekalipun, yang sudah terlanjur membangun tanpa adanya PBG.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

[1] Pasal 7 ayat (2) UU Bangunan Gedung sebelum diubah Pasal 24 angka 4 UU Cipta Kerja jo. Pasal 14 ayat (1) PP 36/2005

[3] Pasal 253 ayat (1) PP 16/2021

[4] Pasal 253 ayat (5) PP 16/2021

[5] Pasal 253 ayat (7) PP 16/2021

[6] Pasal 253 ayat (9) PP 16/2021

[7] Pasal 253 ayat (10) PP 16/2021

[8] Pasal 261 ayat (1) PP 16/2021

[9] Pasal 24 angka 41 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 44 UU Bangunan Gedung

[10] Pasal 24 angka 42 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 45 ayat (1) UU Bangunan Gedung

[11] Pasal 24 angka 43 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 46 ayat (1), (2) dan (3) UU Bangunan Gedung

[12] Pasal 328 ayat (5) PP 16/2021

[13] Pasal 346 ayat (3) PP 16/2021

Tags: