Warisan Bukan Objek Pajak
Jika dilihat dari aspek pajak, warisan bukanlah merupakan objek pajak. Hal ini telah tertuang di dalam Pasal 111 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan:
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
b. warisan;
klinik Terkait:
Syarat warisan termasuk bukan objek pajak yaitu harta bergerak maupun tidak bergerak yang diwariskan tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (“SPT”) pewaris, namun jika masih ada pajak terutang, maka harus tetap dilunasi terlebih dahulu.
Mengenai utang pajak ini, Anda dapat membaca penjelasan selengkapnya di Kewajiban Ahli Waris Melunasi Utang Pajak Pewaris.
Apabila warisan tidak memenuhi persyaratan, statusnya yang awalnya merupakan bukan objek pajak menjadi objek pajak, sehingga konsekuensinya harus membayar pajak atas warisan tersebut.
Menyambung pertanyaan Anda, kami mengasumsikan bahwa warisan tersebut sudah dibagikan kepada 3 saudara, oleh karena itu menurut hemat kami, para ahli waris bebas dari pajak apapun, sebab warisan bukan termasuk objek pajak.
berita Terkait:
PPh dan BPHTB Pengalihan Hak Atas Tanah karena Warisan
Mengenai pembayaran Pajak Penghasilan (“PPh”) yang Anda maksud, untuk warisan berupa bangunan atau tanah, ahli waris harus mendapatkan Surat Keterangan Bebas (“SKB”) PPh.
Hal di atas tertuang Pasal 2 ayat (1) huruf e Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Penghasilan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (“Perdirjen 30/2009”) yang selengkapnya berbunyi:
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah:
e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
Pengecualian tersebut kemudian diterbitkan SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.[1]
Sementara itu yang dimaksud dengan Akta Pembagian Hak Bersama (“APHB”) adalah suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuktikan kesepakatan antara pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama atas warisan tersebut.
Pembagian hak bersama adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak bersama, tujuannya supaya menjadi hak masing-masing dari pemegang hak bersama tersebut berdasarkan APHB.
Atas peralihan hak atas tanah dan bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”) dikenakan kepada para ahli waris. Mengenai besaran BPHTB karena perolehan hak atas waris telah diatur ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Waris dan Hibah Wasiat (“PP 111/2000”).
Terkait besaran BPHTB tersebut, Pasal 2 PP 111/2000 selengkapnya berbunyi:
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar: 50% dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang.
Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.[2]
Sedangkan dasar pengenaan Nilai Perolehan Objek Pajak (“NPOP”) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak di atas.[3] Berikut ini rumus hitung BPHTB adalah:
BPHTB Terutang = 50% x (5% x (NPOP-NPOPTKP)
Keterangan:
NPOTKP: Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Perlu diketahui, untuk daerah yang sudah mengatur sendiri BPHTB melalui peraturan daerah setempat, sepanjang penelusuran kami tidak ada aturan untuk tarif BPHTB 50% sebagaimana tertulis sebelumnya. Namun, jika belum diatur di peraturan daerah, maka perhitungannya akan tetap merujuk pada pasal yang kami sebut di atas.
Di sisi lain, pembagian berdasarkan APHB juga harus merujuk ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2015 Tahun 2015 tentang Pemberian Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan karena Warisan.
Berdasarkan pembagian APHB, pengalihan hak atas tanah ini dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPh melalui penerbitan SKB PPh seperti yang sudah diterangkan di atas (hal. 2).
Dalam hal atas pembagian berdasarkan APHB itu sebagian hak dialihkan kepada pihak yang menerima tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dengan pihak yang memberi atau mengalihkan, maka pengalihan hak tersebut terutang PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan (hal. 2).
Jadi dapat dikatakan benar jika warisan dialihkan kepada pihak yang tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan dikenakan pajak salah satunya PPh sebesar 5% sebagaimana disebut sebelumnya.
Sebaliknya, jika sebagian hak itu dialihkan kepada penerima yang merupakan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, pengalihan ini dikecualikan dari pembayaran PPh (hal. 3).
Lebih lanjut, SKB PPh hanya diberikan apabila tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek pewarisan telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pewaris, kecuali pewaris memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (hal. 3).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
- Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Waris dan Hibah Wasiat;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2015 Tahun 2015 tentang Pemberian Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan karena Warisan.