Menyebarkan Foto Bugil
Kami asumsikan “foto bugil” yang Anda maksud sebagai foto pornografi yang melanggar norma kesusilaan sebagaimana dikategorikan dalam definisi tentang “pornografi”. Untuk itu, perlu kami jelaskan tentang definisi “pornografi”.
Gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Larangan terkait pornografi tercantum dalam Pasal 4 s.d. Pasal 12 UU Pornografi. Terkait pertanyaan Anda, berdasarkan pertimbangan relevansi, kami hanya akan mengulas secara khusus tentang larangan dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi.
Bunyi Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi adalah sebagai berikut:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
kekerasan seksual;
masturbasi atau onani;
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
alat kelamin; atau
pornografi anak.
Ancaman dari Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi adalah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.
[1]
Secara normatif, artinya perbuatan Anda membuat foto “bugil” merupakan tindak pidana. Pengecualian atas hal tersebut apabila Anda membuat foto tersebut untuk diri sendiri atau kepentingan sendiri (bisa dilihat dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi tentang arti kata “membuat”).
Sampai saat ini, belum terdapat pemahaman yang pasti tentang arti “kepentingan sendiri”. Lalu, apakah perbuatan Anda mengirimkan foto kepada pasangan Anda termasuk perbuatan untuk “kepentingan sendiri”? Dalam pemahaman kami, “kepentingan sendiri” lebih sempit dimaknai sebagai kepentingan yang digunakan oleh individu/pribadi si pembuat. Misalkan, foto bagian tubuh tertentu yang menampilkan alat kelamin, namun sengaja dibuat yang bersangkutan untuk kepentingan medis/kesehatan.
Bunyi Pasal 27 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Terkait pertanyaan Anda, menurut pendapat kami beberapa unsur pidana dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE atas perbuatan Anda secara umum telah terpenuhi, seperti:
“dengan sengaja”, dalam hal ini perbuatan Anda atau pasangan Anda mengirimkan foto tersebut dianggap sebagai delik kesengajaan dengan maksud (delik directus) dan kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan (delik eventualis). “Kesengajaan dengan maksud” dalam hal perbuatan Anda dibuat untuk tujuan/maksud tertentu yang melanggar hukum. “Kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan” karena perbuatan Anda dianggap memiliki konsekuensi yang bisa diperkirakan sebelumnya (misalnya konsekuensi tersebarnya foto tersebut, dll).
“tanpa hak” artinya meskipun Anda atau pasangan Anda sebagai pemilik foto, Anda/pasangan Anda tidak diberikan hak oleh undang-undang (khususnya UU Pornografi) untuk mengirimkan foto tersebut kepada siapapun.
“membuat dapat diaksesnya” informasi elektronik artinya dikirimnya informasi elektronik (dalam hal ini foto pribadi Anda/pasangan Anda) oleh Anda/pasangan Anda melalui layanan MMS memungkinkan dapat diaksesnya konten yang melanggar tersebut oleh orang lain.
“bermuatan kesusilaan” terpenuhi dengan asumsi misalkan foto Anda/pasangan Anda eksplisit memuat persenggamaan, masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan atau alat kelamin sebagaimana cakupan yang dilarang dalam UU Pornografi.
Ancaman dari pelanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016, yaitu:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Tetapi mengenai dapat atau tidaknya dipidana, hal ini ditentukan pada proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan bahkan pada proses pembuktian di persidangan sampai dengan putusan hakim.
Saran Hukum Terkait Recovery File Foto Pribadi di HP
Saran kami, jika terdapat kekhawatiran atas tersebarnya foto tersebut, Anda atau pasangan Anda dapat melaporkannya terlebih dahulu ke Aparat Penegak Hukum (Penyidik POLRI atau Penyidik UU ITE Kementerian Komunikasi dan Informasi) guna mengantisipasi penyebaran foto tersebut maupun antisipasi kemungkinan terjeratnya Anda/pasangan Anda dalam permasalahan hukum.
Dari kronologi cerita Anda, benar bahwa proses recovery foto yang dilakukan oknum penjual gadget sangat mungkin dilakukan. Banyak aplikasi gratis dalam internet yang berfungsi “menghidupkan”, atau “membangkitkan” kembali sebuah fail (gambar, video, dll.) yang sudah dihapus atau “delete” bahkan telah di-“format” oleh pengguna gadget. Terlebih jika oknum tersebut menggunakan perangkat forensik digital. Perangkat forensik digital memungkinkan seseorang untuk melakukan kloning identik terhadap seluruh fail secara mudah dan cepat.
Pesan kami atas hal tersebut adalah jangan pernah membuat atau menyimpan foto/dokumentasi pribadi pada perangkat
gadget ataupun komputer. Jika terlanjur memiliki foto/dokumentasi pribadi Anda dalam
gadget maupun komputer dan Anda ingin menghapusnya, gunakan
tools atau
software yang dapat melakukan penghapusan sebuah fail secara permanen (misalkan aplikasi
SDelete,
eraser,
RightDelete,
[email protected] KillDisk, dan lain sebagainya) atau cara terbaik jika foto/dokumentasi pribadi Anda hanya tersimpan dalam
memory berukuran kecil, Anda dapat menghancurkan fisik
memory tersebut. Hal ini sesuai juga dengan ketentuan
Pasal 43 UU Pornograf yang mengharuskan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi memusnahkan sendiri produk tersebut atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 29 UU Pornografi