Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Karena keterbatasan keterangan yang Anda berikan, kami asumsikan bahwa langkah istri paman Anda yang menikah lagi dilakukan karena paman Anda bekerja lama dan tak memberikan kabar sehingga tidak diketahui keberadaannya. Kondisi inilah yang membuat istrinya mengira paman Anda telah meninggal. Kematian yang dilaporkannya bukanlah atas kesengajaan memberikan keterangan palsu ke pihak kelurahan. Hal ini penting untuk mengurai aspek hukum yang akan kami jelaskan berikut ini.
Pencatatan Kematian
Berdasarkan laporan tersebut, pejabat pencatatan sipil mencatat pada register akta kematian dan menerbitkan kutipan akta kematian.
[1]
Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati, tetapi tidak ditemukan jenazahnya,
pencatatan oleh pejabat pencatatan sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
[2]
Pasal 45 ayat (1) Perpres 96/2018 menegaskan bahwa pencatatan kematian di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan:
surat kematian; dan
dokumen perjalanan Indonesia bagi WNI bukan penduduk atau dokumen perjalanan bagi orang asing.
Surat kematian, yaitu:
[3]surat kematian dari dokter atau kepala desa/lurah atau yang disebut dengan nama lain;
surat keterangan kepolisian bagi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya;
salinan penetapan pengadilan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya;
surat pernyataan kematian dari maskapai penerbangan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
surat keterangan kematian dari perwakilan Indonesia bagi penduduk yang kematiannya di luar wilayah Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, menurut hemat kami, jika diasumsikan paman Anda wafat dengan keberadaannya tidak jelas dan tidak pula dapat ditunjukkan jenazahnya, pencatatan kematiannya harus dilakukan dengan dasar penetapan pengadilan.
Maka, surat keterangan kematian dari kelurahan setempat tidaklah cukup untuk menjadi dasar yang menyatakan kematian paman Anda.
Pembatalan Perkawinan Kedua Istri Ketika Suami Masih Hidup
Oleh karena paman Anda tidak pernah dinyatakan telah wafat melalui penetapan pengadilan, maka timbul permasalahan mengenai status perkawinan kedua dari istrinya. Apalagi jika belakangan diketahui bahwa paman Anda masih hidup.
Dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan, ditegaskan bahwa bagi seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Maka, jelas bahwa istri paman Anda seharusnya tidak diperbolehkan untuk menikah dengan lelaki lain, karena masih terikat perkawinan dengan paman Anda.
Yang dapat dilakukan oleh paman Anda adalah mengajukan pembatalan perkawinan, sebagaimana diterangkan Pasal 24 UU Perkawinan yang berbunyi:
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan agama (bagi yang beragama Islam) atau pengadilan negeri dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami istri, suami, atau istri.
[4]
Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
[5]
bahwa perkawinan dianggap tidak sah (no legal force).
dengan sendirinya dianggap tidak pernah ada (never existed).
laki-laki dan perempuan yang dibatalkan perkawinannya tersebut dianggap tidak pernah kawin.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 44 ayat (2) UU 24/2013
[2] Pasal 44 ayat (4) UU 24/2013
[3] Pasal 45 ayat (2) Perpres 96/2018
[4] Pasal 25 UU Perkawinan
[5] Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan