Selamat pagi. Saya mewakili beberapa korban yang mengalami kerugian akibat penipuan berkedok lelang. Yang ingin saya tanyakan, apakah influencer yang mempromosikan sebuah akun penipuan berkedok lelang dan telah menipu banyak korban dapat dipidanakan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Influencer atau pemengaruh pada umumnya adalah seseorang yang memiliki banyak pengikut di media sosial yang digunakan untuk mempromosikan barang dan/atau jasa milik pelaku usaha dengan timbal balik berupa imbalan yang ditetapkan dalam kesepakatan antara influencer dengan pelaku usaha.
Dalam melakukan promosi, influencer bertanggung jawab atas iklan yang ia produksi dan wajib memastikan subtansi iklan tidak bertentangan dengan hukum. Lantas apakah influencer dapat dipidana jika ia mempromosikan akun penipuan berkedok lelang?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dapatkah Influencer yang Mempromosikan Akun Penipuan Berkedok Lelang?
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami sampaikan terlebih dahulu apa itu influnecer. Influencer jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah pemberi pengaruh atau pemengaruh. Dalam KBBI, pemengaruh berarti sesuatu atau seseorang yang memengaruhi atau mengubah perilaku, pemikiran, dan sebagainya; orang yang menggunakan media sosial untuk mempromosikan atau merekomendasikan sesuatu.
Influencer pada umumnya adalah seseorang yang memiliki banyak pengikut di media sosial yang digunakan untuk mempromosikan barang dan/atau jasa milik pelaku usaha dengan timbal balik berupa imbalan yang ditetapkan dalam kesepakatan antara influencer dengan pelaku usaha.
Promosi berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU Perlindungan Konsumen didefinisikan sebagai kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Selanjutnya, terkait dengan lelang, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Permenkeu 213/2020 lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.
Perlu diketahui bahwa yang dapat menyelenggarakan lelang adalah sebagai berikut:[1]
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (“PKNL”);
Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Balai lelang harus mendapatkan izin operasional dari menteri dan harus didirikan dalam bentuk perseroan terbatas (PT).[2] Terhadap lelang noneksekusi sukarela atau lelang untuk menjual barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha uang dilelang secara sukarela, maka penyelenggara lelangnya dilakukan oleh balai lelang.[3]
Berdasarkan keterangan yang Anda sampaikan bahwa lelang dilaksakan oleh sebuah ‘akun’. Sehingga kami asumsikan bahwa lelang tersebut dilaksanakan oleh akun media sosial/perseorangan yang tidak memenuhi ketentuan penyelenggara lelang sebagaimana dijelaskan di atas. Disarikan dari artikel Lelang Online di Instagram, Legalkah?pelaksanaan lelang yang dilaksanakan di media sosial secara online tidak sah atau tidak memenuhi legalitas hukum lelang.
Sebab dalam keterangan Anda tidak menjelaskan bagaimana penipuan akun lelang tersebut, kami sampaikan bahwa pada prinsipnya, dalam menjalankan obral atau lelang, Pasal 11 UU Perlindungan Konsumen dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Dalam hal dapatkah influencer mempromosikan penipuan berkedok akun lelang, maka menurut Pasal 17 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen pihak yang melakukan promosi dilarang untuk:
mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Pelanggaran ketentuan tersebut maka influencer dilarang melanjutkan peredaran iklan[4] atau melanjutkan promosinya.
Selain itu, pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.[5]
Hal tersebut untuk memenuhi salah satu hak konsumen berdasarkan Pasal 4 huruf c UU Perlindungan Konsumen ialah mendapatkan hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa baik itu dari pihak pelaku usaha maupun influencer.
Selanjutnya, menurut Pasal 35 PP PMSE diatur bahwa setiap pihak yang membuat, menyediakan sarana, dan/atau menyebarluaskan iklan elektronik wajib memastikan substansi atau materi iklan elektronik yang disampaikan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab terhadap substansi/materi iklan elektronik.
Jerat Hukum Influencer yang Promosikan Akun Penipuan Berkedok Lelang
Menjawab pertanyaan Anda, dapatkah influencer yang mempromosikan penipuan berkedok akun lelang dipidanakan? Dapat kami sampaikan bahwa influencer sebagai pihak yang membantu pelaku usaha seharusnya mengetahui apa yang akan dipromosikan atas dasar perjanjian antara pelaku usaha dengannya.
Apabila inluencer mengetahui iktikad buruk dari pelaku usaha untuk melakukan penipuan dengan kedok akun lelang, maka dapat dijerat Pasal 28 ayat (1) UU ITEjo. Pasal 45 ayat (2) UU 19/2016 yaitu setiap orang yang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, influencer yang mempromosikan akun penipuan berkedok lelang dapat dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen karena melanggar ketentuan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf f yaitu pelaku usaha periklanan melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.
Sebagai tambahan informasi, terhadap tindakan pelaku usaha yang melakukan penipuan dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP yang berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Selain sanksi pidana, perlu kami informasikan bahwa Anda juga dapat mengadukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atas pelanggaran Pasal 20 UU Perlindungan Konsumen agar influencer dapat dikenai sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi maksimal Rp200 juta.[6]
Influencer juga dapat dikenai sanksi administratif atas pelanggaran Pasal 35 PP PMSE berupa peringatan tertulis, dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan, dimasukkan dalam daftar hitam, pemblokiran sementara layanan PPMSE dalam/luar negeri dan/atau pencabutan izin usaha.[7]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.