Bagaimana kedudukan hukum A yang menyuruh B untuk menganjurkan C melakukan tindak pidana? Bagaimana kedudukan B dalam masalah tersebut? Termasuk golongan mana mereka dalam penyertaan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Jika C melakukan tindak pidana sebagaimana yang dianjurkan oleh B, maka A sebagai orang yang menyuruh B untuk menganjurkan C untuk melakukan tindak pidana dimungkinkan untuk dipidana sebagaimana seorang yang menyuruh melakukan dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP.
Begitu pula B sebagai orang yang menganjurkan C untuk melakukan tindak pidana dapat dipidana sebagai pembujuk untuk melakukan tindak pidana sebagai disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP. Bagaimana bunyi ketentuannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Akibat Hukum Jika Membujuk Orang Lain Melakukan KejahatanLetezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 30 Januari 2013.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pasal 55 KUHP
Pasal 20 RKUHP
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Setiap orang dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika:
melakukan sendiri tindak pidana;
melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
turut serta melakukan tindak pidana; atau
menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan kekerasan, menggunakan ancaman Kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.
Ada dua pandangan mengenai kedudukan A dalam permasalahan di atas. Pandangan pertama, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, terkait dengan Pasal 55 KUHP, menjelaskan bahwa:
Keputusan Ketua Pengadilan Negeri di Bogor 7 Mei 1938 menentukan, bahwa pembujukan dengan kesanggupan upah uang kepada seorang perantara yang ia sendiri kemudian - dengan pengetahuannya pembujuk – telah membujuk kepada orang lain untuk membunuh seorang yang tertentu itu dihukum sebagai pembujukan pada kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 340 KUHP. Dalam Pasal 55 KUHP, diancam hukuman pada pembujukan pada suatu pembuatan dan bukan pada orang, sehingga menurut hukum tidak menjadi soal, oleh siapakah perbuatan yang telah dibujuk itu dilakukan, jadi pembujukan pada pembujukan itu menurut undang-undang diperkenankan.
Selain itu, R. Soesilo juga memberikan contoh lain, yaitu:
Keputusan Pengadilan Tinggi di Semarang 20 Desember 1937 menentukan, bahwa terdakwa telah salah karena pembujukan terhadap pembakaran dengan sengaja walaupun orang bernama A yang telah dibujuknya itu sendiri tidak membakar, akan tetapi ia telah membujuk lagi dua orang lainnya, karena mana ia (A) telah dihukum karena pembujukan karena pembakaran dengan sengaja.
Pendapat R. Soesilo tersebut didukung oleh Jan Remmelink dalam buku Hukum Pidana (hal. 342-343), yang mengatakan bahwa Hoge Raad mengakui terjadinya penyertaan terhadap tindak penyertaan dalam HR 24 Januari 1950, NJ 1950, 287, yang pada intinya mengenai seorang guru yang memberikan nama-nama anak yang sudah lulus ujian kepada muridnya yang ingin menyuruh anak yang sudah lulus ujian tersebut untuk mengerjakan ujian menggantikan dirinya. Tindakan guru ini, baik oleh rechtbank, Hof, dan Hoge Raad, dikualifikasikan sebagai pembantuan terhadap pembujukan untuk melakukan (percobaan) kejahatan penipuan. Contoh lain adalah Hoge Raad dalam arrest tanggal 13 Mei 1958, NJ 1958, 325, mengenai medeplegen van uitlokking tot medeplegen van moord/turut serta melakukan pembujukan untuk turut serta pembunuhan berencana; juga dalam arrest tanggal 24 Maret 1959, 559, mengenai uitlokking tot uitlokking van brandstichting/penggerakan untuk menggerakkan pembakaran).
Pandangan kedua adalah dari pendapat Van Hattum (hal. 433) sebagaimana dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 135-136), yang mengatakan bahwa sebagian besar penulis Belanda menganggap bahwa tidak mungkin pesertaan ada pesertaan melakukan tindak pidana, seperti menyuruh turut melakukan, menyuruh membujuk, turut membujuk, membujuk membantu, dan sebagainya. Kesimpulan ini didasarkan pada judul titel V Buku I KUHP yang berbunyi: “Pesertaan Melakukan Tindak Pidana”. Maka, dalam pasal-pasal dari titel ini, tidak dimaksudkan mengatur pesertaan pada pesertaan.
Kami berpendapat bahwa, sepanjang memang telah ada putusan pengadilan yang mengakui adanya pembantuan terhadap pembujukan untuk melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembujukan untuk turut serta melakukan tindak pidana, serta penggerakan untuk menggerakkan pembakaran, maka memang dimungkinkan A sebagai orang yang menyuruh B untuk menganjurkan C melakukan tindak pidana juga dihukum sebagaimana seorang yang menyuruh melakukan dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP.
Sedangkan, B dalam hal ini tetap dianggap sebagai orang yang menganjurkan C untuk melakukan tindak pidana, atau yang biasa disebut dengan membujuk melakukan tindak pidana (uitlokking), sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Mengenai pasal ini, R. Soesilo (hal. 74), berpendapat bahwa orang yang membujuk tersebut harus sengaja membujuk orang lain. Sedangkan, membujuknya harus memakai salah satu dari jalan seperti pemberian, salah memakai kekuasaan dan sebagainya yang disebutkan dalam pasal itu, artinya tidak boleh memakai jalan lain. Dalam “membujuk melakukan”, orang yang dibujuk dapat dihukum juga sebagai pleger atau orang yang melakukan tindak pidana. Akan tetapi, menurut Pasal 55 ayat (2) KUHP, pertanggungjawaban pembujuk dibatasi hanya sampai pada apa yang dibujuknya untuk dilakukan serta akibatnya.
Sementara, menurut Penjelasan Pasal 20 huruf d RKUHP, menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana juga termasuk membujuk, menganjurkan, memancing, atau memikat orang lain dengan cara tertentu.
Berdasarkan keterangan di atas, maka B dapat dipidana sebagai pembujuk untuk melakukan tindak pidana sebagai disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP. Begitu juga C sebagai orang yang melakukan tindak pidana tersebut juga dapat dipidana.
Contoh Kasus
Sebagai gambaran mengenai tindak pidana penyertaan dapat dilihat pada contoh kasus ini. Dalam Putusan PN Pati No. 160/Pid.B/2016/PN. PTI, terdakwa dalam kasus ini telah memenuhi unsur dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan pada Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP, yaitu (hal. 50).
Terdakwa mengajak saksi Sujito als Sampit bin Sarimin bertemu sebanyak dua kali untuk membicarakan keinginan terdakwa untuk lepas dari korban karena korban menuntut terdakwa untuk bertanggung jawab terhadap kehamilanya. Terdakwa menjanjikan sejumlah uang kepada saksi yaitu awalnya sebesar Rp1,5 juta namun ditolak oleh saksi karena tidak sesuai sesuai dengan pekerjaan yang dilakukanya. Kemudian oleh terdakwa ditambah Rp500 ribu menjadi Rp2 juta (hal. 4-6).
Atas anjuran terdakwa, saksi melakukan suatu perbuatan dengan dijanjikan sesuatu yang telah disepakati antara terdakwa dengan saksi tersebut. Atas tindakan saksi karena anjuran terdakwa tersebut, korban meninggal dunia (hal. 9).
Hakim menimbang dengan memperhatikan ketentuan Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menganjurkan pembunuhan berencana” dengan pidana penjara selama 20 tahun (hal. 53).
Jan Remmelink. Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. 1994;
Wirjono Podjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2011.