Istri saya laptopnya tertinggal di angkot, setelah dicari, supir angkot menghilang. Kami sudah melakukan hal persuasif, namun supir angkot tidak mau mengembalikan laptopnya, sekarang laptopnya sudah digadaikan supir tersebut, bagaimana menyelesaikan kasus ini secara hukum?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Perbuatan sopir angkot yang mengambil laptop milik istri Anda yang tertinggal di dalam angkot dengan maksud ingin memiliki bahkan menggadaikannya dapat dijerat dengan tindak pidana pencurian.
Selain itu, penerima gadai dari laptop tersebut juga dapat dijerat dengan pasal penadahan apabila unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi. Bagaimana bunyi pasalnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sopir Angkot Gadaikan Barang Penumpang yang Tertinggal, Ini Jerat Hukumnya yang dibuat oleh Jatendra Hutabarat, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 18 Mei 2021.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Penggelapan atau Pencurian?
Sebelum kami menjawab pertanyaan, dari kronologi singkat yang Anda sampaikan, kami mengasumsikan bahwa Anda dan istri sudah memastikan yang mengambil atau mencuri laptop adalah sopir angkot tersebut.
Sebelum kami mengulas tentang delik yang diduga dilakukan oleh sopir angkot apakah pencurian atau penggelapan, kami akan mengulas terlebih dahulu mengenai tindak pidana penggelapan sendiri diatur dalam Pasal 372 KUHPlama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau Pasal 486 UU 1/2023tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026,[1] sebagai berikut:
Pasal 372 KUHP
Pasal 486 UU 1/2023
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[2]
Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[3]
Memang antara pencurian dan penggelapan sulit untuk dibedakan, sebagaimana yang disebutkan oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258) dengan bunyi sebagai berikut:
Kadang-kadang sukar sekali untuk membedakan antara pencurian dan penggelapan, misalnya A menemukan uang di jalanan lalu diambilnya. Jika pada waktu mengambil itu sudah ada maksud (niat) untuk memiliki uang tersebut, maka peristiwa ini adalah pencurian. Apabila pada waktu mengambil itu pikiran A adalah: “uang itu akan saya serahkan ke kantor polisi” dan betul diserahkannya, maka A tidak berbuat suatu peristiwa pidana, akan tetapi jika sebelum sampai di kantor polisi kemudian timbul maksud untuk memiliki uang itu dan dibelanjakan, maka A salah menggelapkan.
Berdasarkan pendapat R. Soesilo di atas,nantinya yang menentukan bahwa si sopir angkot diduga melakukan pencurian atau penggelapan adalah niatnya. Apakah pada saat menemukan laptop istri Anda, supir angkot tersebut awalnya memiliki niat untuk mengembalikan kepada istri Anda atau tidak?Karena jika ada niat awal untuk mengembalikan kepada istri Anda maka perbuatannya dapat dikategorikan sebagai penggelapan.Namun apabila si sopir angkot pada saat menemukan laptop istri Anda sudah berniat untuk menguasai dan menggadaikan laptop tersebut, maka perbuatannya dapat dikategorikan sebagai pencurian.
Selain pendapat R. Soesilo, terkait penggelapan Cleirenjuga berpendapat, sebagaimana yang dikutip Andi Hamzah dalam bukuDelik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP (hal. 107), sebagai berikut:
Inti penggelapan ialah penyalahgunaan kepercayaan, selalu menyangkut secara melawan hukum memiliki suatu barang yang dipercayakan kepada orang yang menggelapkan itu.
Berdasarkan pendapat Cleiren, penggelapan adalah penyalahgunaan kepercayaan yang dipercayakan kepada orang yang menggelapkan itu. Sehingga, berdasarkan pendapat tersebut, karena dari kronologi yang Anda sampaikan istri Anda tidak mempercayakan laptopnya kepada si sopir angkot, seperti menitipkannya, maka tindakan yang dilakukan si sopir angkot dapat dikatakan sebagai pencurian.
Adapun agar suatu tindakan dapat dijerat pasal pencurian maka haruslah memenuhi unsur dalam pasal sebagai berikut:
Pasal 362 KUHP
Pasal 476 UU 1/2023
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[4]
Setiap Orang yang mengambil suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[5]
Perlu diketahui terkait pasal ini, pada dasarnya R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 249) menjelaskan bahwa ini adalah “pencurian biasa”, berbagai elemen sebagai berikut:
Perbuatan mengambil
Perbuatan mengambil adalah tindakan mengambil barang dilakukan dengan maksud untuk menguasainya. Hal ini diartikan sebagai waktu saat pencuri mengambil barang tersebut namun barang itu belum ada pada penguasaannya.
Yang diambil harus sesuatu barang
Adapun barang yang dimaksud oleh R. Soesilo adalah segala sesuatu yang memiliki wujud, yang mana hal ini termasuk pula binatang. Jenis barang juga diartikan termasuk gas maupun daya listrik yang dialirkan melalui kawat atau pipa meskipun tidak berwujud. Perlu diperhatikan bahwa barang ini tidak memerlukan harga yang bersifat ekonomis. Oleh karena itu, sebagai contoh tindakan untuk mengambil beberapa helai rambut wanita untuk kenang-kenangan tidak disertai izin dari wanita itu, termasuk sebagai pencurian, meskipun dua helai rambut tidak ada harganya.
Barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak).
Dilihat dari unsur-unsur dilakukan tindak pidana pencurian di atas, maka dapat diketahui barang kepunyaan orang lain yang diambil secara melawan hukum merupakan barang hasil kejahatan.
Karena telah dilakukan upaya persuasif dan belakangan diketahui laptop istri Anda telah digadaikan, maka terdapat dugaan bahwa si sopir angkot sedari awal berniat untuk mengambil, memiliki, bahkan menggadaikan laptop tersebut secara melawan hukum. Sehingga istri Anda berhak melaporkan si sopir angkot ke pihak kepolisian setempat atas peristiwa pencurian laptop.
Tindak Pidana Penadahan
Adapun pihak penerima gadai atas laptop juga dapat dilaporkan atas dugaan tindak pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHP atau Pasal 591UU 1/2023 sebagai berikut:
Pasal 480 KUHP
Pasal 591 UU 1/2023
Diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu:[6]
barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, meyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;
barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.
Dipidana karena penadahan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V yaitu Rp500 juta,[7] setiap orang yang:
membeli, menawarkan, menyewa, menukarkan, menerima jaminan atau gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana; atau
menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana.
Barang yang dibeli dengan harga yang tidak sesuai harga pasar patut diduga bahwa barang tersebut diperoleh dari kejahatan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, sebaiknya Anda terlebih dahulu menanyakan kepada pihak penerima gadai mengenai siapa yang menggadaikan laptop, apabila ternyata si sopir angkot yang menggadaikan, berarti benar si sopir angkot telah melakukan pencurian dan penerima gadai sebagai penadah.
Namun demikian, kami tetap menyarankan agar Anda memastikan kembali dan mengumpulkan bukti yang cukup terkait kebenaran sopir angkot yang mencuri dan menggadaikan laptop Anda.