Jerat Pidana Bagi Orang yang Menjual Harta Benda Wakaf

PERTANYAAN
Apakah ancaman pidana bagi seorang pengelola tanah wakaf yang menjual tanah wakaf tersebut dengan cara mengalihkan sertifikat hak tanah wakaf tersebut menjadi miliknya?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah ancaman pidana bagi seorang pengelola tanah wakaf yang menjual tanah wakaf tersebut dengan cara mengalihkan sertifikat hak tanah wakaf tersebut menjadi miliknya?
Intisari:
Pada dasarnya harta benda wakaf yang sudah diwakafkan tidak boleh dijual atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Setiap orang (termasuk Nazhir) yang menjual atau mengalihkan hak tanah wakaf dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.
Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Wakaf diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), serta lebih khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (“UU Wakaf”).
Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.[1]
Badan-badan Hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[2]
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.[3] Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.[4]
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi:[5]
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Perubahan Status Harta Benda Wakaf
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:[6]
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Selain itu, perlu diketahui bahwa seorang pengelola harta benda wakaf (Nazhir) dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.[7] Izin tersebut hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.[8]
Jadi pada dasarnya, harta benda wakaf yang sudah diwakafkan tidak boleh dijual atau dialihkan haknya dan sebagai pengelola harta benda wakaf, Nazhir dilarang mengubah peruntukan harta benda wakaf.
Ketentuan Pidana
Dalam UU Wakaf ketentuan pidana mengenai larangan untuk menjual atau mengalihkan hak harta benda wakaf terdapat dalam Pasal 67 ayat (1) UU Wakaf sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasat 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Berdasarkan keterangan Anda, yang melakukan penjualan tanah wakaf tersebut adalah pengelola tanah wakaf itu sendiri. Jadi setiap orang (termasuk Nazhir) yang menjual atau mengalihkan hak tanah wakaf dapat diancam pidana 5 tahun penjara dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat pada Putusan Pengadilan Negeri Sabang Nomor: 23/Pid.B/2010/PN.Sab, dimana Terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menjual harta benda wakaf yang telah diwakafkan yaitu berupa sebidang tanah berdasarkan Pasal 67 ayat (1) UU Wakaf. Oleh karena itu, majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 bulan.
Putusan ini dikuatkan pada tingkat banding sebagaimana disebut dalam Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor: 252/PID/2010/ PT.BNA, dan pada tingkat kasasi, Hakim Agung menolak permohonan kasasi dari terdakwa melalui Putusannya bernomor 1353 K/Pid.Sus/2011.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Putusan:
Pengadilan Negeri Sabang Nomor: 23/Pid.B/2010/PN.Sab.
Butuh lebih banyak artikel?