Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Pidana bagi Pencuri Listrik

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Pidana bagi Pencuri Listrik

Jerat Pidana bagi Pencuri Listrik
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Pidana bagi Pencuri Listrik

PERTANYAAN

Apakah hukumannya bagi seseorang yang dengan sengaja melakukan pencurian aliran listrik? Apakah orang tersebut dapat dikenai pasal pencurian? Mengingat dalam hukum pidana tidak dibenarkan adanya analogi hukum.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, listrik termasuk sebagai barang yang dapat dijadikan objek pencurian. Maka, mencuri listrik bukanlah sebuah analogi dalam hukum pidana karena listrik merupakan barang. Lalu, perbuatan mencuri arus listrik termasuk tindak pidana pencurian yang diatur dalam KUHP dan UU 1/2023. Selain itu, tindak pidana pencurian listrik juga diatur dalam UU Ketenagalistrikan dan perubahannya.

    Lantas, apa jerat hukum yang dapat dikenakan terhadap pencuri listrik?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran artikel dengan judul sama, yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H.dan dipublikasikan pertama kali pada Rabu, 28 September 2016.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Konsekuensi Hukum Jika Developer Perumahan Tak Menyediakan Jaringan Listrik

    Konsekuensi Hukum Jika <i>Developer</i> Perumahan Tak Menyediakan Jaringan Listrik

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP

    Apakah pencurian aliran listrik dapat dikenakan pasal pencurian di KUHP? Untuk menjawab pertanyaan Anda, harus dilihat terlebih dahulu unsur-unsur dari pasal tindak pidana pencurian. Pada dasarnya, tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    Pasal 362 KUHPPasal 476 UU 1/2023
    Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[2]Setiap orang yang mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[3]

     

    Terkait pasal tindak pidana pencurian, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 249-250) menjelaskan bahwa ini adalah “pencurian biasa”, dengan elemen-elemennya sebagai berikut:

    1. Perbuatan mengambil

    Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat.

    1. Yang diambil harus sesuatu barang

    Barang di sini adalah segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang (manusia tidak termasuk). Dalam pengertian barang, termasuk pula “daya listrik”dan “gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa. Lalu, barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.

    1. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain

    Barang tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan.[4]

    1. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak)

    Unsur melawan hukum dalam rumusan Pasal 362 KUHP mengandung makna sebagai unsur melawan hukum yang subjektif, yaitu suatu perbuatan dapat disebut melawan hukum apabila perbuatan mengambil barang milik orang lain dengan maksud memilikinya, telah terbukti dilakukan berdasarkan dengan kehendak atau niat yang jahat dan orang yang melakukannya sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum.[5]

    Berdasarkan penjelasan unsur-unsur tindak pidana pencurian dari R. Soesilo, listrik termasuk sebagai barang yang dapat dijadikan objek pencurian. Maka, mencuri listrik bukanlah sebuah analogi dalam hukum pidana karena listrik merupakan barang. Sejalan dengan hal tersebut, Penjelasan Pasal 476 UU 1/2023 juga menegaskan bahwa yang dimaksud dengan "mengambil" tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga meliputi bentuk perbuatan mengambil lainnya secara fungsional (nonfisik) yang mengarah pada maksud "memiliki barang orang lain secara melawan hukum." Misalnya, pencurian uang dengan cara mentransfer atau menggunakan tenaga listrik tanpa hak.

    Selengkapnya mengenai tindak pidana pencurian dapat Anda baca pada Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP, dan Pasal 476 sampai dengan Pasal 481 UU 1/2023.

    Tindak Pidana Pencurian Listrik

    Selanjutnya, selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, tindak pidana pencurian listrik juga diatur dalam UU Ketenagalistrikan dan perubahannya. Menurut Pasal 51 ayat (3) UU Ketenagalistrikan, setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp2.5 miliar.

    Lebih lanjut, terhadap keberadaan Pasal 362 KUHP, Pasal 476 UU 1/2023, dan Pasal 51 ayat (3) UU Ketenagalistrikan dapat diterapkan asas atau doktrin lex specialis derogat legi generali, yang artinya hukum khusus menyampingkan hukum umum.[6] Dalam kasus hukum pidana, terdapat tindak pidana umum yang diatur dalam KUHP, dan tindak pidana khusus yang pengaturan hukumnya berada di luar KUHP. Menyambung kasus hukum yang Anda tanyakan, tindak pidana khusus contohnya pencurian listrik diatur dalam UU Ketenagalistrikan dan perubahannya.

    Pada kasus tindak kejahatan pencurian listrik, Pasal 51 ayat (3) UU Ketenagalistrikan memiliki karakteristik unsur yang lebih spesifik dibandingkan Pasal 362 KUHP dan Pasal 476 UU 1/2023. Walau demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur pencurian sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU 1/2023 serta UU Ketenagalistrikan dan perubahannya. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut.

    Baca juga: Membuktikan Dugaan Pencurian Listrik

    Contoh Kasus

    Untuk mempermudah pemahaman Anda, berikut adalah contoh kasus pencurian listrik yang terdapat dalam Putusan PN No. 24/Pid.Sus/2015/PN/Slw. Dalam kasus ini, terdakwa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya secara melawan hukum. Terdakwa menggunakan aliran listrik dengan cara menyambungkan kabel listrik langsung dari arus induk pada KWH meter prabayar yang telah rusak. Sehingga terdakwa tidak pernah lagi membayar/membeli pulsa listrik. Karena perbuatan terdakwa, PLN menderita kerugian lebih kurang sebesar Rp63.419.414,-. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian listrik sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (3) UU Ketenagalistrikan. Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 bulan dan denda Rp3 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    5. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Referensi:

    1. Jatiana Manik Edawanti (et.al). Unsur Melawan Hukum Dalam Pasal 362 KUHP Tentang Tindak Pidana Pencurian. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 1, No. 3, Mei 2013.
    2. Marsudi Utoyo. Pencurian Ringan dalam Hukum Positif Indonesia dalam Sisi Pembangunan Hukum Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press, 2019;
    3. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Sukabumi: Politeia. 1991;
    4. Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015.

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Nomor 24/Pid.Sus/2015/PN/Slw.

    [1]Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”).

    [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP denda dikali 1000.

    [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023.

    [4]Marsudi Utoyo. Pencurian Ringan dalam Hukum Positif Indonesia dalam Sisi Pembangunan Hukum Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press, 2019, hal. 78.

    [5] Jatiana Manik Edawanti (et.al). Unsur Melawan Hukum Dalam Pasal 362 KUHP Tentang Tindak Pidana Pencurian. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 1, No. 3, Mei 2013, hal. 5.

    [6] Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015, hal. 504.

    Tags

    ketenagalistrikan
    pencurian

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!