Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Menjual Handphone Bekas Seolah-olah dalam Keadaan Baru

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Jika Menjual Handphone Bekas Seolah-olah dalam Keadaan Baru

Jika Menjual <i>Handphone</i> Bekas Seolah-olah dalam Keadaan Baru
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika Menjual <i>Handphone</i> Bekas Seolah-olah dalam Keadaan Baru

PERTANYAAN

Adakah pidananya jika ada toko handphone second tapi jual handphone lama dengan keadaan kelihatan baru. Udah gitu dia menjual handphone tapi buku petunjuk dan garansinya bahasa asing (Rusia), ga ada bahasa Indonya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pertama, pelaku usaha yang menjual handphone second tersebut seharusnya menjual barang dengan keadaan yang sama dengan kondisi yang sebenarnya. Jika keadaannya second, maka seharusnya dijual dan dipromosikan dengan keadaan second, tidak dibuat seolah-olah baru. Kedua, buku petunjuk penggunaan handphone harus berbahasa Indonesia.
     
    Jika 2 hal itu tidak dipenuhi, maka pelaku usaha tersebut dapat dijerat pidana.
     
    Apa pidananya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Menjual Handphone Bekas yang Seolah-olah Baru
    Dalam hal ini, toko handphone bertindak sebagai pelaku usaha. Sedangkan pembeli barang jualan disebut sebagai konsumen. Oleh karena itu hubungan pelaku usaha dan konsumen secara khusus diatur di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999”).[1]
     
    Sebelum melakukan transaksi, toko handphone tersebut harus memperhatikan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU 8/1999, yaitu:
     
    Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
    1. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
     
    Pelaku usaha seharusnya menjual handphone dengan kondisi yang sebenarnya, dalam hal ini dimulai dari ketika menawarkan, mempromosikan, dan mengiklankan, haruslah menyebutkan kondisi yang sebenarnya dari handphone tersebut.
     
    Lebih lanjut, dalam Pasal 9 ayat (2) UU 8/1999 juga disebutkan bahwa barang yang seolah-olah dalam keadaan baru tersebut dilarang untuk diperdagangkan.
     
    Sehubungan dengan itu, konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang dijual oleh pelaku usaha.[2]
     
    Buku Petunjuk Handphone
    Mengenai buku petunjuk, secara umum disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf j UU 8/1999, yang bunyinya:
     
    Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
     
    Selain itu, penyediaan buku petunjuk dalam bahasa Indonesia juga berkaitan dengan salah satu kewajiban konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 huruf a UU 8/1999, yaitu:
     
    membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
     
    Secara umum, hubungan antara pelaku usaha dan konsumen tentunya akan saling berkaitan. Konsumen tentunya akan kesulitan untuk dapat mengikuti instruksi dalam buku petunjuk, jika buku petunjuk yang diberikan oleh pelaku usaha bukan dalam bahasa Indonesia. Karena pelaku usaha menjual di Indonesia tentu harus mengikuti hukum yang berlaku di negara ini.
     
    Sanksi bagi Toko Handphone
    Jika toko handphone menjual handphone bekas seolah-olah dalam keadaan baru, serta tidak memiliki buku petunjuk dalam bahasa Indonesia, maka dianggap melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (1) huruf j UU 8/1999.
     
    Pelaku usaha tersebut dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU 8/1999, yaitu:
     
    Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
     
    Contoh Kasus
    Sebagai contoh, dapat disimak dalam Putusan Pengadilan Negeri Cikarang Nomor: 26/Pid.Sus/2018/PN Ckr.
     
    Terdakwa memperdagangkan atau menjual berbagai jenis handphone yang tidak memiliki izin postel dan dijual seolah-olah barang tersebut dalam keadaan baru. Handphone merk X dalam keadaan baru Rekondisi yang sudah dalam keadaan kemasan terbuka dengan garansi toko selama 1 bulan (bukan garansi resmi). selain itu pada kemasan dan pada handphone itu tidak terdapat stiker izin postel yang diwajibkan ada pada perangkat telekomunikasi.
     
    Menurut salah seorang saksi, Handphone tersebut juga dijual dalam kondisi tidak dikemas dalam plastic press (wrapping), handphone dimasukkan dalam plastik, layar handphone tertempel plastik anti gores, aksesoris lengkap kecuali handsfree dan ada buku petunjuk dalam bahasa Mandarin.
     
    Pada dakwaan alternatif kedua, penuntut umum menggunakan dasar Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf j UU 8/1999.
     
    Mengenai Pasal 8 ayat (1) huruf j UU 8/1999, telah kami jelaskan sebelumnya di atas, sedangkan untuk Pasal 8  ayat (1) huruf a UU 8/1999 yaitu mengenai larangan pelaku usaha untuk memproduksi dan/atau meperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Adapun standar yang dipersyaratkan mengenai Sertifikasi Alat & Perangkat Telekomunikasi dalam hal ini disebut izin postel. Pelaku usaha wajib melekatkan label pada alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat. Label ini untuk keperluan perlindungan konsumen dan pengawasan alat dan perangkat telekomunikasi di pasar.
     
    Namun dalam kasus ini majelis hakim memutus berdasarkan dakwaan kesatu penunutut umum, yang didasari oleh Pasal 52 jo. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) sebagai berikut:
     
    Barang siapa memperdagangkan. membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
     
    Atas dasar itu, majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 3 bulan, karena terdakwa telah melakukan tindak pidana memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
     
    Putusan:
    Putusan Pengadilan Negeri Cikarang Nomor: 26/Pid.Sus/2018/PN Ckr, diakses pada tanggal 3 Juli 2019, pukul 15.00 WIB.
     
    Referensi:
    Sertifikasi Alat & Perangkat Telekomunikasi, diakses pada tanggal 3 Juli 2019, pukul 16.30 WIB.

    [1] Pasal 1 angka 1, angka 2, dan angka 3 UU 8/1999
    [2] Pasal 4 huruf c UU 8/1999

    Tags

    hukumonline
    barang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!