Notaris menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (“UU 2/2014”) didefinisikan sebagai berikut:
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
Notaris yang meninggal dunia akan diberhentikan dari jabatannya dengan hormat sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UUJN, yang berbunyi sebagai berikut:
Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
- meninggal dunia;
- telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
- permintaan sendiri;
- tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
- merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai derajat kedua wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah (“MPD”) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.[1]
Kemudian Protokol Notaris akan diserahkan oleh ahli warisnya kepada Notaris lain yang ditunjuk MPD. Demikian menurut ketentuan Pasal 63 ayat (2) UU 2/2014.
MPD sendiri dibentuk di kabupaten atau kota.[2] Untuk informasi lebih jauh Anda dapat menghubungi Sekretariat MPD di daerah (kabupaten/kota) Notaris tersebut atau sekretariat Ikatan Notaris Indonesia (“INI”) setempat atau sekretariat INI Pusat.
Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3] Protokol Notaris, menurut Penjelasan Pasal 62 UUJN, terdiri atas:
- minuta Akta;
- buku daftar akta atau repertorium;
- buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang didaftar;
- buku daftar nama penghadap atau klapper;
- buku daftar protes;
- buku daftar wasiat; dan
- buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lain halnya apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.[4]
Pejabat Sementara Notaris menurut Pasal 1 angka 2 UU 2/2014 didefinisikan sebagai berikut:
Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 UU 2/2014, Notaris Pengganti didefinisikan sebagai berikut:
Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
Pejabat Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. Pejabat Sementara Notaris dapat membuat Akta atas namanya sendiri dan mempunyai Protokol Notaris.[5]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.
Referensi:
Ikatan Notaris Indonesia , diakses pada Jum’at 10 Mei 2019, pukul 15.26 WIB.