Intisari:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sendiri tidak menentukan waktu pemeriksaan saksi dan tersangka. Hanya saja, sebelum dilakukan pemeriksaan, saksi dan tersangka akan terlebih dahulu ditanyakan apakah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani untuk dapat dimintai keterangan. Jika Anda sebagai saksi atau tersangka merasa kelelahan dan tidak memungkinkan untuk diperiksa, Anda dapat menyampaikan hal tersebut kepada penyidik yang bersangkutan agar pemeriksaan ditunda. Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Berdasarkan pertanyaan yang Anda ajukan, kami mengasumsikan pemeriksaan yang Anda maksud adalah pemeriksaan pada tingkat penyidikan. Sedangkan Jaksa yang Anda maksud adalah Jaksa yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penyidik dalam perkara tertentu, seperti tindak pidana korupsi. Sebab perlu diperhatikan pada tingkat penuntutan di Kejaksaan, tidak pernah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi atau tersangka.
Sementara itu, Pasal 1 angka 26 KUHAP mendefinisikan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
[2]
Sebelum membahas pertanyaan ini lebih dalam, baiknya kami jelaskan mengenai mekanisme pemeriksaan saksi dan tersangka terlebih dahulu. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemanggilan terhadap saksi dan tersangka secara patut sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP yang menyatakan:
Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
Khusus untuk tersangka yang ditahan, satu hari setalah penahanan dilakukan, ia harus segera diperiksa oleh penyidik sebagaimana perintah Pasal 122 KUHAP yang menyatakan:
Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, ia harus mulai diperiksa oleh Penyidik.
Sayangnya, KUHAP sendiri tidak menentukan waktu pemeriksaan saksi dan tersangka. Hanya saja, sebelum dilakukan pemeriksaan, saksi dan tersangka akan terlebih dahulu ditanyakan apakah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani untuk dapat dimintai keterangan. Jika Anda sebagai saksi atau tersangka merasa kelelahan dan tidak memungkinkan untuk diperiksa, Anda dapat menyampaikan hal tersebut kepada penyidik yang bersangkutan agar pemeriksaan ditunda. Sehingga dengan demikian, tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh apabila proses pemeriksaan Anda sebagai saksi atau tersangka berlangsung lama.
Khusus untuk tersangka yang ditahan, maksimal jangka waktu penahanan ialah 20 hari dan dapat diperpanjang selama 40 hari. Apabila penundaan pemeriksaan tersangka terjadi secara berlarut-larut hingga melampaui batas waktu penahanan tersebut, maka penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan sebagaimana diatur dalam
Pasal 24 Ayat (4) KUHAP yang menyatakan:
Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dan tahanan demi hukum.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
[1] Anotasi
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014: Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
[2] Anotasi
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010: Pasal 1 angka 26 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang pengertian saksi tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”