KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika UU Dicabut oleh MK, Apakah UU Terdahulu Otomatis Berlaku?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Jika UU Dicabut oleh MK, Apakah UU Terdahulu Otomatis Berlaku?

Jika UU Dicabut oleh MK, Apakah UU Terdahulu Otomatis Berlaku?
Abi Jam'an Kurnia, S.H. Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika UU Dicabut oleh MK, Apakah UU Terdahulu Otomatis Berlaku?

PERTANYAAN

Bagaimana jika UU baru dinonaktifkan atau dibatalkan, apakah UU lama berarti aktif kembali?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kami asumsikan bahwa yang Anda maksud adalah undang-undang (“UU”) yang ‘non aktif’ atau ‘batal’ karena bertentangan dengan UUD 1945 pada pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (“MK”), bukan karena kehadiran/keberlakuan UU lainnya.
     
    Sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan bahwa jika suatu undang-undang (“UU”) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, menyebabkan UU terdahulu/sebelumnya otomatis menjadi berlaku.
     
    Tetapi sebagai contoh dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian terhadap UUD 1945, bahwa untuk menghindari kevakuman hukum di bidang koperasi yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU terdahulu/sebelumnya) berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru. Hal ini disebutkan dalam amar Putusan MK.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pembentukan Undang-Undang
    Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”), kekuasaan untuk membentuk undang-undang (“UU”) ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”). Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 diatur bahwa setiap rancangan undang-undang (“RUU”) dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
     
    Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”), materi muatan yang harus diatur melalui UU adalah:
    1. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;
    2. perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;
    3. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
    4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
    5. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
     
    Selengkapnya simak juga artikel Proses Pembentukan Undang-Undang.
     
    Dicabut/Ditarik dan Dinyatakan Tidak Berlaku
    Perlu dipahami bahwa dalam UU 12/2011 tidak dikenal frasa “dinonaktifkan”, melainkan sedikit disinggung frasa “batal” yang dapat ditemukan dalam Penjelasan Pasal 5 huruf b UU 12/2011 yang antara lain mengatakan bahwa peraturan perundang-undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
     
    Selain itu, disinggung juga frasa ”dicabut dan dinyatakan tidak berlaku” dalam Lampiran II Nomor 146 UU 12/2011 berikut ini:
     
    Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku, gunakan frasa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
    Disinggung juga frasa “ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku” sebagaimana dijelaskan dalam Lampiran II Nomor 149 UU 12/2011 berikut ini:
     
    Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan tetapi belum mulai berlaku, gunakan frasa ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
     
    Namun dua frasa di atas berkaitan dengan dicabut/ditariknya suatu UU dikarenakan keberlakuan suatu UU lainnya.
     
    Pengujian Undang-Undang
    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud adalah UU yang ‘batal’ karena bertentangan dengan UUD 1945 pada pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (“MK”).
     
    Dalam Pasal 9 ayat (1) UU 12/2011 disebutkan bahwa dalam hal suatu UU diduga bertentangan dengan UUD 1945, pengujiannya dilakukan oleh MK.
     
    Kewenangan dari MK yang dapat dilihat dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU 8/2011”) sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (“Perppu 1/2013”) sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014, yaitu MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
    1. mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945;
    2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD;
    3. memutus pembubaran partai politik;
    4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
    5. usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
     
    Dalam Pasal 51 ayat (3) UU MK disebutkan bahwa dalam permohonan pengujian undang-undang, pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
    1. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945; dan/atau
    2. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
     
    Pengujian Formil dan Pengujian Materiil
    Dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (“PMK 6/2005”) dijelaskan sebagai berikut:
     
    1. Permohonan pengujian UU meliputi pengujian formil dan/atau pengujian materiil.
    2. Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
    3. Pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
     
    Dalam hal permohonan pengujian berupa permohonan pengujian formil, maka:[1]
    1. pemeriksaan dan putusan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi didasarkan pada UU 12/2011.
    2. hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c UU MK meliputi:
    1. mengabulkan permohonan pemohon;
    2. menyatakan bahwa pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945; dan
    3. menyatakan UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
     
    Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945, UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.[2]
     
    Dalam hal Permohonan pengujian berupa Permohonan pengujian materiil, hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c UU MK meliputi:[3]
    1. mengabulkan permohonan pemohon;
    2. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud bertentangan dengan UUD 1945; dan
    3. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
     
    Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU bertentangan dengan UUD 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.[4]
     
    UU Lama Kembali Berlaku
    Sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan yang mengatur bahwa jika suatu UU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, menyebabkan UU terdahulu/sebelumnya otomatis menjadi berlaku.
     
    Maruarar Siahaan dalam bukunya Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (hal. 218) mengatakan bahwa Putusan MK meniadakan suatu keadaan hukum atau menciptakan hak atau kewenangan tertentu. Dengan kata lain, putusan itu akan membawa akibat tertentu yang mempengaruhi satu keadaan hukum atau hak dan/atau kewenangan.
     
    Untuk mengetahui jenis-jenis putusan MK Anda dapat simak ulasan artikel Arti Putusan yang Final dan Mengikat.
     
    Menurut hemat kami berdasarkan hal tersebut, MK bisa saja memutuskan suatu UU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap. Untuk mengantisipasi adanya kekosongan hukum, maka MK dalam amar putusannya menyatakan bahwa untuk sementara merujuk pada UU lama.
     
    Contoh
    Sebagai contoh dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 (“Putusan MK 28/2013”) mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (“UU 17/2012”) terhadap UUD 1945. Dalam amar Putusan MK 28/2013, dinyatakan bahwa UU 17/2012 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
     
    Selain itu, yang perlu digarisbawahi adalah dalam amar Putusan MK 28/2013 juga disebutkan:
     
    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (“UU 25/1992”) berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru.
     
    Dalam pertimbangan poin 3.25, majelis Hakim menyatakan sebagai berikut:
     
    Menimbang, berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas dan untuk menghindari kevakuman hukum di bidang koperasi yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan maka untuk sementara waktu, sebelum terbentuknya Undang-Undang tentang perkoperasian sebagai pengganti Undang- Undang a quo maka demi kepastian hukum yang adil Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) berlaku untuk sementara waktu.
     
    Sebagaimana diketahui bahwa ketika dahulu UU 17/2012 diundangkan, UU 25/1992 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Namun dengan adanya putusan MK 28/2013, UU 25/1992 kembali diberlakukan, hingga saat ini.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar 1945;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013.
     
    Referensi:
    Maruarar Siahaan. 2012. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sinar Grafika.
     
     

    [1] Pasal 51A ayat (3) dan ayat (4) UU 8/2011
    [2] Pasal 57 ayat (2) UU 8/2011
    [3] Pasal 51A ayat (5) UU 8/2011
    [4] Pasal 57 ayat (1) UU 8/2011

    Tags

    hukumonline
    undang-undang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!