Karyawan PKWT Resign dan Tak Bayar Denda, Bisakah Dipidana?
Ketenagakerjaan

Karyawan PKWT Resign dan Tak Bayar Denda, Bisakah Dipidana?

Bacaan 4 Menit

Pertanyaan

Ketika seorang karyawan PKWT mengundurkan diri sebelum masa kerja kontrak berakhir, bisakah ia ditarik ke ranah pidana ketika dia mengeluarkan pernyataan akan membayar ganti rugi tapi dengan cara dicicil namun dia tidak melakukannya?

Intisari Jawaban

circle with chevron up
Suatu tindak pidana harus diatur dengan tegas dalam undang-undang jenis perbuatan atau tindakannya dan tegas pula diatur ancaman pidananya. Adapun masalah tidak menepati janji untuk membayar ganti rugi karena mengundurkan diri, hal tersebut berkaitan dengan kewajiban para pihak dalam perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan tidak terdapat ketentuan pidananya. Sehingga, yang bisa dituntut dari karyawan yang mengundurkan diri tersebut adalah ganti rugi secara perdata.
 
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 
Definisi Pidana
Pertama-tama kami akan menjelaskan secara singkat mengenai pidana. Secara umum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pidana berarti kejahatan (tentang pembunuhan, perampokan, korupsi, dan lain sebagainya); kriminal. Dengan demikian, jika berbicara mengenai pidana tentu membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang sudah dianggap kriminal, yaitu di antaranya pembunuhan, perampokan, korupsi, dan lain-lain. Dalam bahasa sehari-hari, pidana sering disebut “peristiwa pidana “atau “tindak pidana”.
 
Secara khusus, S.R. Sianturi dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya memberikan defenisi tindak pidana sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam  dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang  (yang mampu bertanggung jawab) (hal. 211).
 
Dari definisi tersebut, kami menggarisbawahi “diancam dengan pidana oleh undang-undang”. Artinya, ada pasal-pasal dalam undang-undang yang tegas mengatur jenis perbuatan atau tindakan dan tegas pula diatur ancaman pidananya. Contoh sederhana adalah pembunuhan. Secara tegas diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan secara tegas pula diatur ancaman hukuman (maksimalnya), yaitu 15 tahun.  
 
Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja, baik untuk pekerja tetap atau waktu tertentu, adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.[1] Agar perjanjian ini sah, wajib dipenuhi 4 syarat dalam proses pembuatannya, yaitu:[2]
 
  1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu; dan
  4. Suatu sebab (kausa) yang halal.
 
Adanya perjanjian menjadi mengikat kedua belah pihak baik pengusaha maupun pekerja. Apabila salah satu pihak melanggar isi perjanjian tersebut, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi.
 
Ganti rugi atas wanprestasi/ingkar janji diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata:
 
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
 
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata prestasi terbagi dalam 3 macam:
  1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu;
  2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu; dan
  3. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu.
Kembali ke pertanyaan Anda, mengenai bisa tidaknya ingkar janji untuk membayar dimasukkan dalam ranah pidana, berdasarkan defenisi tindak pidana, ingkar janji atas apa yang dilanggar tidak diatur dalam undang-undang sebagai tindak pidana dan tidak ada ancaman pidananya. Undang-undang, khususnya Pasal 1243 KUHPerdata hanya mengatur adanya tuntutan ganti rugi saja. Tidak ada hukuman penjara bagi yang melanggarnya.
 
Terlebih lagi, Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dengan tegas menyatakan bahwa tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang-piutang.
 
Jadi menurut kami, mantan karyawan tersebut telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) dan tuntutannya adalah tuntutan ganti rugi dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang sesuai dengan perjanjian kerjanya dengan mengikuti prosedur-prosedur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
 
Namun karena permasalahan Anda adalah permasalahan perdata, dimana perdamaian adalah menjadi prioritas utama, alangkah baiknya sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan, si pekerja ditegur (somasi) terlebih dahulu untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata di atas.
 
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
 
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada 14 September 2020, pukul 18.00.
 
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya. Penerbit AHM-PTHM 1982.
Tags: