Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Karyawan Sakit Tetap Berhak Terima Gaji, Ini Aturannya

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Karyawan Sakit Tetap Berhak Terima Gaji, Ini Aturannya

Karyawan Sakit Tetap Berhak Terima Gaji, Ini Aturannya
Haris Satiadi, S.H.Haris Satiadi & Partners
Haris Satiadi & Partners
Bacaan 10 Menit
Karyawan Sakit Tetap Berhak Terima Gaji, Ini Aturannya

PERTANYAAN

Saya mau menanyakan perihal pemotongan gaji karyawan yang telah menginfokan kalau ia izin sakit. Pertanyaan saya, apakah bisa perusahaan melakukan pemotongan gaji karyawan yang telah izin sakit? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Asas utama hubungan antara pengusaha dengan pekerja yaitu asas no work, no pay yang artinya adalah upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan. Tapi, bagaimana dengan pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit, apakah upahnya dapat dipotong atau tidak dibayarkan?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, UU Ketenagakerjaan telah mengatur asas utama hubungan antara pengusaha dengan pekerja yaitu asas no work, no pay yang artinya adalah upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Potong Gaji Karyawan dalam Peraturan Ketenagakerjaan

    Aturan Potong Gaji Karyawan dalam Peraturan Ketenagakerjaan

    Namun, ada pengecualian terhadap asas no work, no pay yang diatur dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan:

    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
    4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
    5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
    6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
    7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
    8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
    9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

    Adapun asas no work, no pay dan pengecualian yang kami jelaskan di atas ditegaskan kembali dalam Pasal 40 PP 36/2021.

    Selain itu, alasan pemotongan upah yang sah dilakukan untuk pembayaran:[2]

    1. denda;
    2. ganti rugi;
    3. uang muka upah;
    4. sewa rumah dan/atau sewa barang milik perusahaan yang disewakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh;
    5. utang atau cicilan utang pekerja/buruh; dan/atau
    6. kelebihan pembayaran upah.

    Sehingga, dari ketentuan tersebut diatas, menjawab pertanyaan Anda, maka pengusaha tidak boleh melakukan pemotongan gaji karena pekerja sakit.

    Sebaliknya, pengusaha seharusnya memahami kondisi pekerja yang sedang sakit karena sakit adalah kondisi di luar kemampuan manusia, di mana si pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan atau apabila dipaksakan melakukan pekerjaan, akan menimbulkan kerugian atau risiko yang lebih besar.

    Di sisi lain, pekerja harus memiliki iktikad baik untuk tidak memanfaatkan alasan sakit agar tidak bekerja atau bolos kerja, begitu pula izin sakit diikuti dengan keterangan dokter.[3]

    Lalu, timbul pertanyaan, bolehkah surat keterangan dokter tersebut diperoleh dari hasil konsultasi online? Hal ini telah diuraikan lebih lanjut dalam Sahkah Pakai Surat Dokter Konsultasi Online untuk Izin Sakit?

    Lebih lanjut, terdapat pengaturan mengenai pembayaran gaji bagi pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit, yaitu pada Pasal 93 ayat (3) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 41 ayat (1) PP 36/2021, yaitu:

    1. untuk 4 bulan pertama, dibayar 100% dari upah;
    2. untuk 4 bulan kedua, dibayar 75% dari upah;
    3. untuk 4 bulan ketiga, dibayar 50% dari upah; dan
    4. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

    Sedangkan untuk pekerja perempuan yang tidak masuk bekerja karena sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya, disesuaikan dengan jumlah hari menjalani masa sakit haidnya, paling lama 2 hari.[4]

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

    [1] Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Pasal 63 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP 36/2021”)

    [3] Penjelasan Pasal 93 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 41 ayat (2) PP 36/2021

    Tags

    gaji
    hukum ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!