Saya mau menanyakan perihal pemotongan gaji karyawan yang telah menginfokan kalau ia izin sakit. Pertanyaan saya, apakah bisa perusahaan melakukan pemotongan gaji karyawan yang telah izin sakit? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Asas utama hubungan antara pengusaha dengan pekerja yaitu asas no work, no pay yang artinya adalah upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan. Tapi, bagaimana dengan pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit, apakah upahnya dapat dipotong atau tidak dibayarkan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, UU Ketenagakerjaan telah mengatur asas utama hubungan antara pengusaha dengan pekerja yaitu asas no work, no pay yang artinya adalah upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan.[1]
Namun, ada pengecualian terhadap asas no work, no pay yang diatur dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan:
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Adapun asas no work, no pay dan pengecualian yang kami jelaskan di atas ditegaskan kembali dalam Pasal 40 PP 36/2021.
Selain itu, alasan pemotongan upah yang sah dilakukan untuk pembayaran:[2]
denda;
ganti rugi;
uang muka upah;
sewa rumah dan/atau sewa barang milik perusahaan yang disewakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh;
utang atau cicilan utang pekerja/buruh; dan/atau
kelebihan pembayaran upah.
Sehingga, dari ketentuan tersebut diatas, menjawab pertanyaan Anda, maka pengusaha tidak boleh melakukan pemotongan gaji karena pekerja sakit.
Sebaliknya, pengusaha seharusnya memahami kondisi pekerja yang sedang sakit karena sakit adalah kondisi di luar kemampuan manusia, di mana si pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan atau apabila dipaksakan melakukan pekerjaan, akan menimbulkan kerugian atau risiko yang lebih besar.
Di sisi lain, pekerja harus memiliki iktikad baik untuk tidak memanfaatkan alasan sakit agar tidak bekerja atau bolos kerja, begitu pula izin sakit diikuti dengan keterangan dokter.[3]
Lebih lanjut, terdapat pengaturan mengenai pembayaran gaji bagi pekerja yang tidak masuk bekerja karena sakit, yaitu pada Pasal 93 ayat (3) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 41 ayat (1) PP 36/2021, yaitu:
untuk4bulan pertama, dibayar 100% dari upah;
untuk 4 bulan kedua, dibayar 75% dari upah;
untuk 4 bulan ketiga, dibayar 50% dari upah; dan
untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukanoleh pengusaha.
Sedangkan untuk pekerja perempuan yang tidak masuk bekerja karena sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya, disesuaikan dengan jumlah hari menjalani masa sakit haidnya, paling lama 2 hari.[4]