KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Keabsahan Perjanjian Elektronik dan Syaratnya

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Keabsahan Perjanjian Elektronik dan Syaratnya

Keabsahan Perjanjian Elektronik dan Syaratnya
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Keabsahan Perjanjian Elektronik dan Syaratnya

PERTANYAAN

Sahkah menurut hukum perjanjian yang dibuat berdasarkan elektronik digital/rekaman digital? Apakah dapat dipersamakan dengan perjanjian selayaknya yang secara langsung ditandatangani oleh kedua belah pihak? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Suatu perjanjian pada umumnya sah menurut hukum jika memenuhi kriteria Pasal 1320 KUH Perdata. Namun demikian, seiring perkembangan teknologi, perjanjian juga dibuat dalam bentuk elektronik.

    Lantas, bagaimana keabsahan perjanjian yang dibuat secara elektronik dan kekuatan hukumnya sebagai alat bukti di pengadilan?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sahkah Perjanjian yang Dibuat dalam Bentuk Digital? yang dibuat oleh Dr. Rio Christiawan, S.H., M.Hum, M.Kn dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 3 September 2019.

    KLINIK TERKAIT

    Eksekusi Objek Sita Jaminan di Luar Wilayah Pengadilan

    Eksekusi Objek Sita Jaminan di Luar Wilayah Pengadilan

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Apa itu Perjanjian Elektronik?

    Berdasarkan pertanyaan yang Anda sampaikan, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud perjanjian yang dibuat berdasarkan elektronik digital/rekaman digital adalah perjanjian elektronik atau kontrak elektronik.

    Apa yang dimaksud dengan perjanjian elektronik? Perjanjian elektronik atau kontrak elektronik menurut UU ITE adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.[1]

    Perjanjian elektronik dibuat apabila Anda melakukan transaksi elektronik atau perbuatan hukum melalui komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya.

    Transaksi elektronik dapat dilakukan berdasarkan kontrak elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan para pihak.[2]

    Contoh kontrak elektronik adalah perjanjian antara peminjam dana dan pemberi dana dalam fintech lending atau peer to peer lending seperti pinjol, yang harus menggunakan perjanjian pendanaan dalam bentuk dokumen elektronik.[3]

     

    Syarat Sah Perjanjian Elektronik

    Menjawab pertanyaan tentang keabsahan perjanjian elektronik, maka pada prinsipnya keabsahan suatu perjanjian tidak ditentukan oleh bentuk fisik dari perjanjian tersebut. Baik cetak maupun elektronik, baik lisan maupun tulisan, akan dianggap sah menurut hukum jika memenuhi syarat Pasal 1320 KUH Perdata.

    Empat syarat sah perjanjian tersebut meliputi:

    1. kesepakatan para pihak;
    2. kecakapan para pihak;
    3. objek yang spesifik atau suatu hal tertentu; dan
    4. sebab yang halal.

    Secara lebih spesifik, PP 71/2019 mengatur syarat sah suatu perjanjian elektronik atau kontrak elektronik antara lain:[4]

    1. terdapat kesepakatan para pihak;
    2. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    3. terdapat hal tertentu; dan
    4. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

    Baca juga: Macam-macam Perjanjian dan Syarat Sahnya

    Selain empat syarat tersebut, perjanjian elektronik yang ditujukan kepada penduduk Indonesia harus dibuat dalam bahasa Indonesia.[5] Apabila kontrak elektronik menggunakan klausul baku, maka harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang klausul baku.[6]

    Perjanjian atau kontrak elektronik juga paling sedikit harus memuat:[7]

    1. data identitas para pihak;
    2. objek dan spesifikasi;
    3. persyaratan transaksi elektronik;
    4. harga dan biaya;
    5. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
    6. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika ada cacat tersembunyi; dan
    7. pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik.

    Kontrak elektronik berdasarkan UU ITE merupakan alat bukti hukum yang sah, karena informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik  yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.[8]

    Dalam hal ini termasuk juga perjanjian elektronik yang dapat dijadikan alat bukti elektronik di pengadilan jika terjadi sengketa di antara para pihak.

    Baca juga: Perkembangan Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata

    Berdasarkan ketentuan KUH Perdata dan UU ITE sebagaimana diuraikan di atas, maka perjanjian elektronik atau kontrak elektronik sepanjang memenuhi syarat sah perjanjian maka perjanjian tersebut sah dan memiliki kekuatan yang sama dengan perjanjian konvensional atau yang ditandatangani dan dihadiri para pihak secara langsung.

    Demikian halnya dengan kekuatan pembuktiannya, perjanjian elektronik memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan perjanjian yang ditandatangani langsung oleh para pihak.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik;
    4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

    [1] Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)

    [2] Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP 71/2019”)

    [3] Pasal 32 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi

    [4] Pasal 46 ayat (2) PP 71/2019

    [5] Pasal 47 ayat (1) PP 71/2019

    [6] Pasal 47 ayat (2) PP 71/2019

    [7] Pasal 47 ayat (3) PP 71/2019

    [8] Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE

    Tags

    hukum perdata
    hukum perjanjian

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!