Keabsahan Perjanjian yang Mengandung Klausula Eksonerasi
PERTANYAAN
Apakah suatu perjanjian baku yang mengandung exoneratie clausula itu menjadi persetujuan yang sah apabila telah disetujui oleh para pihak sebelumnya?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah suatu perjanjian baku yang mengandung exoneratie clausula itu menjadi persetujuan yang sah apabila telah disetujui oleh para pihak sebelumnya?
Terima kasih atas pertanyaan Saudara.
Sebagaimana pernah kami jelaskan dalam artikel Klausula Eksonerasi, eksonerasi atau exoneration (Bahasa Inggris) diartikan oleh I.P.M. Ranuhandoko B.A. dalam bukunya “Terminologi Hukum Inggris-Indonesia” yaitu “membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu tuntutan atau tanggung jawab.” Secara sederhana, klausula eksonerasi ini diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban/tanggung jawab dalam perjanjian.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”), klausula eksonerasi merupakan salah satu bentuk klausula baku yang dilarang oleh UU tersebut.
Mengenai perjanjian, meskipun telah disepakati oleh kedua belah pihak, tidak dapat dianggap sah apabila mengandung klausula eksonerasi di dalamnya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen, klausula baku didefinisikan sebagai “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh konsumen”.
Dalam bukunya yang berjudul Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Sutan Remy Sjahdeni mendefinisikan Perjanjian Baku sebagai perjanjian yang telah dipersiapkan dengan syarat-syarat baku yang telah ditentukan sebelumnya oleh salah satu pihak untuk kemudian diberikan kepada pihak lain tanpa memberikan pihak lain tersebut untuk melakukan negosiasi terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan sebelumnya tersebut.
Klausula baku menjadi tidak patut ketika kedudukan para pihak menjadi tidak seimbang karena pada dasarnya, suatu perjanjian adalah sah apabila menganut asas konsensualisme –disepakati oleh kedua belah pihak- dan mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut sebagai undang-undang. Dengan demikian, pelanggaran terhadap asas konsensualisme tersebut dapat mengakibatkan perjanjian antara kedua belah pihak menjadi tidak sah. Oleh karena itu, klausula baku yang mengandung klausula eksonerasi dilarang oleh hukum.
Patut disadari bahwa meskipun terdapat asas kebebasan berkontrak, namun salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) adalah suatu sebab yang halal. Selanjutnya Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab (dilakukannya perjanjian) adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
Dengan demikian, meskipun perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi telah diperjanjikan sebelumnya, perjanjian tersebut tidak dapat dianggap sah karena mengandung ketentuan/klausula yang bertentangan dengan undang-undang.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?