Pada dasarnya, setiap orang dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”), jika:[1]
Mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU 5/1999, dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.
Dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran UU 5/1999, dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor
Berdasarkan laporan tersebut, KPPU wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu maksimal 30 hari setelah menerima laporan, KPPU wajib menetapkan perlu/tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.[2] Dalam pemeriksaan lanjutan, KPPU wajib memeriksa pelaku usaha yang dilaporkan.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pemeriksaan lanjutan tersebut wajib diselesaikan KPPU maksimal 60 hari sejak dilakukannya pemeriksaan lanjutan, dan dapat diperpanjang maksimal 30 hari jika diperlukan.[4]
Selanjutnya, maksimal 30 hari sejak selesainya pemeriksaan lanjutan, KPPU wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap UU 5/1999, yang dilakukan dalam suatu sidang majelis yang beranggotakan minimal 3 orang anggota komisi.[5] Putusan tersebut harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha.[6]
Jika pelaku usaha dinyatakan bersalah, KPPU berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif yang dapat berupa:[7]
Penetapan pembatalan perjanjian;
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal, yang antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksi;
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat. Patut diperhatikan, yang diperintahkan untuk dihentikan hanya kegiatan/tindakan tertentu, bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan;
Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham;
Penetapan pembayaran ganti rugi, yang diberikan kepada pelaku usaha dan pihak lain yang dirugikan;
Sesuai dengan tingkat atau dampak pelanggaran yang dilakukan;
Dengan memperhatikan kelangsungan kegiatan usaha dari pelaku usaha; dan/atau
Dengan dasar pertimbangan dan alasan yang jelas.
Lantas, jika pelaku usaha keberatan dengan putusan KPPU tersebut, ke pengadilan manakah pelaku usaha dapat mengajukan upaya keberatan? Pengadilan Negeri atau Niaga?
Pengadilan Niaga Berwenang Memeriksa Keberatan terhadap Putusan KPPU
Sebelumnya, wewenang penanganan pemeriksaan keberatan terhadap putusan KPPU merupakan wewenang Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU 5/1999. Tapi, kini ketentuan tersebut telah diubah dan hal tersebut saat ini menjadi kewenangan Pengadilan Niaga, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 118 angka 2 UU Cipta Kerjayang merubahPasal 45 ayat (1) UU 5/1999 yang berbunyi:
Pengadilan Niaga harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut.
Ketentuan mengenai pemeriksaan keberatan atas putusan KPPU oleh Pengadilan Niaga diatur lebih lanjut dalam Pasal 19PP 44/2021, sebagai berikut:
Pelaku usaha mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga sesuai domisilinya maksimal 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan KPPU.
Pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga dilakukan baik menyangkut aspek formil maupun materiil atas fakta yang menjadi dasar putusan KPPU.
Pemeriksaan keberatan dilakukan dalam jangka waktu minimal 3 bulan dan maksimal 12 bulan.
Kecuali ditentukan lain dalam PP 44/2021, tata cara pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga dilaksanakan sesuai dengan hukum acara perdata.[9]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.