Keberlakuan Putusan MK tentang Perjanjian Kawin Terhadap Perkawinan WNI
Keluarga

Keberlakuan Putusan MK tentang Perjanjian Kawin Terhadap Perkawinan WNI

Bacaan 14 Menit

Pertanyaan

Saya dan suami menikah 1 tahun yang lalu dan tanpa perjanjian pra nikah. Saat ini suami sedang ingin membangun usaha dengan modal yang cukup lumayan. Timbul kekhawatiran saya apabila usaha suami tidak dapat berjalan dengan baik maka utang di bank akan berdampak pula pada harta kami, sedangkan kami tidak ingin hal ini terjadi. Kawan saya sempat menanyakan mengapa kami tidak membuat perjanjian pra nikah dan kami jawab saat itu kami tidak terpikir untuk membangun usaha dengan modal yang lumayan. Pertanyaannya, apakah dimungkinkan oleh hukum untuk perkawinan antara WNI membuat perjanjian pasca pernikahan? Apabila ya, bagaimana caranya?

Ulasan Lengkap

 

Nayara Advocacy 

NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga.

Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 22837970 atau email ke: [email protected]

Website : http://www.nayaraadvocacycom

 

 

Intisari:

 

 

Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebelumnya telah membatasi dibuatnya suatu perjanjian perkawinan pisah harta, yaitu hanya dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung. Akan tetapi, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015, perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement).

 

Walaupun Putusan MK 69/2015 tersebut dimohonkan oleh WNI yang menikah dengan WNA (perkawinan campuran), namun Putusan MK tersebut berlaku pula bagi pasangan menikah sesama WNI.

 

Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

 

 

 

Ulasan:

 

Pada tanggal 21 Maret 2016, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permintaan uji materiil (judicial review) atas Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) lewat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 (“Putusan MK 69/2015”).

 

Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan sebelumnya telah membatasi dibuatnya suatu perjanjian perkawinan pisah harta setelah perkawinan berlangsung karena dipahami bahwa perjanjian perkawinan haruslah dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.

 

Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan:

“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

 

Namun demikian, dengan adanya Putusan MK 69/2015, ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan telah diubah menjadi sebagai berikut:

 

Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan MK 69/2015:

“Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

 

Putusan MK 69/2015 tersebut telah memperluas makna perjanjian perkawinan sehingga perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement).

 

Walaupun Putusan MK 69/2015 tersebut dimohonkan oleh WNI yang menikah dengan WNA (perkawinan campuran), namun Putusan MK tersebut berlaku pula bagi pasangan menikah sesama WNI.

 

Adapun perlu dicatat bahwa Perjanjian Pasca Perkawinan tersebut tetap harus dibuat di hadapan notaris atau pegawai pencatat perkawinan.

 

Demikian jawaban kami semoga dapat membantu menjawab permasalahan Anda. Terima kasih.

 

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015.

 

Tags: