![]() | NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga. Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 22837970 atau email ke: [email protected] Website : http://www.nayaraadvocacycom |
Intisari:
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebelumnya telah membatasi dibuatnya suatu perjanjian perkawinan pisah harta, yaitu hanya dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung. Akan tetapi, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015, perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement).
Walaupun Putusan MK 69/2015 tersebut dimohonkan oleh WNI yang menikah dengan WNA (perkawinan campuran), namun Putusan MK tersebut berlaku pula bagi pasangan menikah sesama WNI.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Pada tanggal 21 Maret 2016, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permintaan uji materiil (judicial review) atas Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) lewat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 (“Putusan MK 69/2015”).
Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan sebelumnya telah membatasi dibuatnya suatu perjanjian perkawinan pisah harta setelah perkawinan berlangsung karena dipahami bahwa perjanjian perkawinan haruslah dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.
klinik Terkait:
Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan:
“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”
Namun demikian, dengan adanya Putusan MK 69/2015, ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan telah diubah menjadi sebagai berikut:
Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan MK 69/2015:
“Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”
Putusan MK 69/2015 tersebut telah memperluas makna perjanjian perkawinan sehingga perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement).
Walaupun Putusan MK 69/2015 tersebut dimohonkan oleh WNI yang menikah dengan WNA (perkawinan campuran), namun Putusan MK tersebut berlaku pula bagi pasangan menikah sesama WNI.
berita Terkait:
Adapun perlu dicatat bahwa Perjanjian Pasca Perkawinan tersebut tetap harus dibuat di hadapan notaris atau pegawai pencatat perkawinan.
Demikian jawaban kami semoga dapat membantu menjawab permasalahan Anda. Terima kasih.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015.