Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Keberlakuan SE Kapolri Hate Speech dan Dampak Hukumnya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Keberlakuan SE Kapolri Hate Speech dan Dampak Hukumnya

Keberlakuan SE Kapolri Hate Speech dan Dampak Hukumnya
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Keberlakuan SE Kapolri Hate Speech dan Dampak Hukumnya

PERTANYAAN

Apa benar gara-gara ada SE Kapolri tentang hate speech kita jadi harus hati-hati dalam bersosial-media atau saat berdemo?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Berkomentar Rasisme di Media Sosial

    Hukumnya Berkomentar Rasisme di Media Sosial

     

    Intisari:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

     

    SE Hate Speech pada dasarnya adalah petunjuk dan panduan bagi kepolisian di lapangan ketika terjadi dugaan ujaran kebencian (hate speech) yang berlaku internal bagi lingkungan Kepolisian RI. Tujuan Kapolri mengeluarkan SE Hate speech ini adalah untuk  memberitahukan anggotanya agar memahami langkah-langkah penanganan perbuatan ujaran kebencian atau hate speech.

     

    Sebelum SE Hate Speech terbit inipun ketentuan-ketentuan soal larangan berujar kebencian (seperti pencemaran nama baik misalnya) sebenarnya telah ada dan diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Inilah yang menjadi pedoman bagi masyarakat untuk berhati-hati dalam berekspresi, baik itu di pergaulan sehari-hari di sosial media maupun saat berdemo.

     

    Namun, kita sebagai masyarakat juga dapat memanfaatkan SE Hate Speech ini sebagai dasar meminta anggota polisi untuk memediasi jika suatu saat kita terlibat dalam perbuatan dugaan ujaran kebencian.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

     

    Tujuan Diterbitkannya SE Hate Speech

    Polri menerbitkan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (SE Hate Speech). SE Hate Speech ini tengah menjadi perbincangan di masyarakat. Surat Edaran (“SE”) ini terdiri dari empat butir yang mengatur antara lain lingkup perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai hate speech dan tindak pidana yang berkaitan.

     

    Pada dasarnya, jika kita telusuri, tujuan Kapolri mengeluarkan SE Hate speech ini adalah untuk memberitahukan anggotanya agar memahami langkah-langkah penanganan perbuatan ujaran kebencian atau hate speech.

     

    Terkait ini, dalam artikel PERADI Luhut Imbau Kapolri Cabut SE Ujaran Kebencian, Luhut Pangaribuan menilai SE hanyalah petunjuk dan panduan bagi kepolisian di lapangan ketika terjadi dugaan ujaran kebencian. Keberadaan SE sejatinya tak mengubah apapun. Terlepas ada tidaknya SE, komitmen kepolisian sebagai penegak hukum dibutuhkan untuk menindak pihak-pihak yang menanamkan kebencian terhadap suku, ras dan agama tertentu.

     

    Mencermati tujuan SE sebagai petunjuk dan panduan bagi anggota polri dalam penanganan kasus hate speeh ini kemudian mengingatkan kita pada bagaimana keberlakuan suatu SE itu? Apakah mengikat masyarakat secara umum?

     

    Keberlakuan Surat Edaran

    Dalam artikel Surat Edaran, ‘Kerikil’ dalam Perundang-Undangan Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, mengatakan SE memang bukan peraturan perundang-undangan (regeling), bukan pula keputusan tata usaha negara (beschikking), melainkan sebuah peraturan kebijakan. SE masuk peraturan kebijakan (beleidsregel) atau peraturan perundang-undangan semu (pseudo wetgeving).

     

    Pandangan Bayu Dwi Anggono ini sejalan dengan sejumlah doktrin yang dikemukakan Jimly Asshiddiqie, HAS Natabaya, HM Laica Marzuki, dan Philipus M. Hadjon. Surat-surat edaran selalu mereka masukkan sebagai contoh peraturan kebijakan. Bayu menjelaskan bahwa beleidsregel dan pseudo wetgeving adalah produk hukum yang isinya secara materil mengikat umum namun bukanlah peraturan perundang-undangan karena ketiadaan wewenang pembentuknya untuk membentuknya sebagai peraturan perundang-undangan.

     

    Masih bersumber dari artikel yang sama, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) juga punya pandangan serupa. Lembaga pemerhati dan pembaharuan hukum ini berpendapat Surat Edaran bukan produk perundang-undangan, melainkan sebagai instrumen administratif yang bersifat internal. Surat Edaran ditujukan untuk memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai suatu norma peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.

     

    Dampak Hukum Diterbitkannya SE Hate Speech

    Menyorot pertanyaan Anda soal keharusan kita berhati-hati saat berekspresi atau mengeluarkan pendapat di sosial media atau saat berdemo, memang pada dasarnya setiap orang dilarang mengungkapkan ekspresi berupa kebencian terhadap suku, ras dan agama tertentu.

     

    Jadi, sebelum SE Hate Speech ini terbit pun ketentuan-ketentuan mengenai larangan berujar kebencian telah ada dan diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan ini juga telah disebut dalam SE Hate Speech di samping Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) (Pasal 156, Pasal 157) untuk menjerat pelaku dugaan ujaran kebencian.

     

    Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah:

    1.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) [Pasal 28 jo. Pasal 45 ayat (2)]

    2.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 ttg Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis ("UU 40/2008")(Pasal 16)

    3.    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 ttg Penanganan Konflik Sosial (“UU 7/2012”)

    4.    Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2013 ttg Teknis Penanganan Konflik Sosial (“Perkapolri 8/2013”)

     

    Selain itu, ada juga pasal-pasal dalam KUHP yang disebut dalam SE Hate Speech terkait penegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian, yaitu Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Kedua pasal dalam KUHP ini dinilai tidak tepat jika dimasukkan ke dalam SE Hate Speech. Dalam artikel PERADI Luhut Imbau Kapolri Cabut SE Ujaran Kebencian, Mantan Menteri Hukum dan HAM yang kini menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan PERADI versi Luhut, Amir Syamsuddin berpandangan bahwa Pasal 310 dan 311 KUHP tidak tepat dijadikan jeratan terhadap mereka yang melakukan penyebaran kebencian.

     

    Ini karena Pasal 310 dan Pasal 311 merupakan delik aduan yang bersifat ranah privat. Lagi pula, polisi tak akan dapat berbuat banyak sepanjang tak ada aduan dari pengadu. Menurut Amir, tidak ada yang berubah dengan dan tanpa SE itu. Kalau ada hate speech dapat dijerat dengan UU yang ada.

     

    Bentuk-Bentuk Hate Speech

    Bentuk-bentuk ujaran kebencian yang dimaksud SE Hate Speech ini dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP, yaitu:[1]

    1.    Penghinaan

    2.    Pencemaran nama baik

    3.    Penistaan

    4.    Perbuatan tidak menyenangkan

    5.    Memprovokasi

    6.    Menghasut

    7.    Penyebaran berita bohong

    dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.

     

    Polisi Harus Berpedoman pada SE

    Salah satu pedoman atau panduan yang diberikan oleh Kapolri kepada anggotanya melalui SE Hate Speech ini adalah anggota Polri penting memiliki pemahaman dan pengetahuan atas bentuk-bentuk ujaran kebencian sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum timbulnya tindak pidana sebagai akibat dari ujaran kebencian tersebut.[2]

     

    Perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai ketentuan perundang-undangan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas dan menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan/atau penghilangan nyawa.[3]

     

    Untuk menangani perbuatan ujaran kebencian agar tidak memunculkan tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial yang meluas, maka diperlukan langkah-langkah penanganan oleh anggota Polri sebagai berikut:[4]

    1.    Melakukan tindakan preventif

    a.    Setiap anggota polri agar memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk-bentuk ujaran kebencian yang timbul di masyarakat.

    b.    Setiap anggota polri agar lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala yang timbul di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana ujaran kebencian.

    c.    Setiap anggota Polri agar melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungan masing-masing terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.

    d.    Setiap anggota Polri agar melaporkan kepada pimpinannya masing-masing atas situasi dan kondisi di lingkungannya terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.

    e.    Dan kepada Kasatwil agar untuk melakukan kegiatan:

    i.      mengefektifkan dan mengedepankan fungsi intelijen untuk mengetahui kondisi riil di wilayah-wilayah yang rawan konflik terutama akibat hasutan-hasutan atau provokasi, untuk selanjutnya dilakukan pemetaan sebagai bagian dari early warning dan early detection;

    ii.     mengedepankan fungsi Binmas dan Polmas untuk melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai ujaran kebencian dan dampak-dampak negatif yang akan terjadi;

    iii.    mengedepankan fungsi Binmas untuk melakukan kerja sama yang konstruktif dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan akademisi untuk optimalisasi tindakan represif atas ujaran kebencian;

    iv.   apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan:

    (1)   memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat;

    (2)   melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian;

    (3)   mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian;

    (4)   mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai; dan

    (5)   memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat.

    2.    Apabila tindakan preventif telah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian tersebut, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui:

    a.    Penegakan hukum mengacu pada ketentuan KUHP, UU ITE, dan UU 40/2008.

    b.    Jika telah terjadi konflik sosial yang dilatarbelakangi ujaran kebencian, penanganannya tetap berpedoman pada UU 7/2012 dan Perkapolri 8/2013.

     

    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, sebagaimana yang kami sebut di atas, keharusan kita berhati-hati saat berekspresi atau mengeluarkan pendapat di sosial media atau saat berdemo, memang pada dasarnya wajib dilakukan. Setiap orang dilarang mengungkapkan ekspresi berupa kebencian terhadap suku, ras dan agama tertentu.

     

    Namun justru, masyarakat yang terlibat dalam perbuatan ujaran kebencian dapat memanfaatkan SE Hate Speech ini sebagai dasar meminta anggota Polri untuk memediasi atau mempertemukan pelaku dengan korban ujaran kebencian ini. Hal ini karena salah satu kewajiban anggota Polri apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian adalah mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban.[5]

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

    3.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;

    4.    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial;  

    5.    Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial;

    6.    Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.

     

     

     



    [1] Butir 2 huruf f SE Hate Speech

    [2] Butir 2 huruf e SE Hate Speech

    [3] Butir 2 huruf i SE Hate Speech

    [4] Butir 3 SE Hate Speech

    [5] Butir 3 huruf a angka 5d.3 SE Hate Speech

    Tags

    surat edaran

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!