Ketentuan Audit atas Pengelolaan Zakat, Infak, serta Sedekah oleh Masjid
Kenegaraan

Ketentuan Audit atas Pengelolaan Zakat, Infak, serta Sedekah oleh Masjid

Pertanyaan

Apakah pengelolaan dana publik (zakat, infak, dan shodaqoh) dan keuangan mesjid bisa diaudit terbuka? Apa dasar hukumnya? Dan bagaimana pelaksanaannya?

Intisari Jawaban

circle with chevron up
Apabila suatu masjid berbentuk yayasan, maka penyampaian laporan tahunan merupakan kewajiban yang diatur undang-undang. Laporan tahunan yayasan secara tertulis memuat sekurang-kurangnya:
  1. laporan keadaan dan kegiatan yayasan selama tahun buku yang lalu dan hasil yang telah dicapai;
  2. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.
 
Ikhtisar laporan tahunan yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor yayasan.
 
Sedangkan zakat, infak, dan sedekah yang dikumpulkan oleh Lembaga Amil Zakat juga harus diaudit secara syariat dan keuangan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
 
Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 
Laporan Tahunan Masjid
Pada dasarnya, segala sumber dana yang berasal dari dana publik harus transparan pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Terlebih dana yang berasal dari zakat, infak dan sedekah/shodaqoh.
 
Pertanggungjawaban dana tersebut bersifat vertikal dan horizontal.
 
Pertanggungjawaban vertikal yakni tanggung jawab kepada Allah SWT. Sedangkan pertanggungjawaban horizontal yakni tanggung jawab kepada masyarakat yang memberikan dana tersebut.
 
Di Indonesia, pada umumnya setiap masjid membentuk yayasan, yang mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas yang bertugas mengurus masjid dan mengelola dana masjid.
 
Ketentuan mengenai yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU 28/2004”).
 
Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan memiliki tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.[1]
 
Pengurus yayasan wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha yayasan.[2]
 
Selain kewajiban tersebut, pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.[3]
 
Dalam jangka waktu paling lambat lima bulan sejak tanggal tahun buku yayasan ditutup, pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya:[4]
  1. laporan keadaan dan kegiatan yayasan selama tahun buku yang lalu dan hasil yang telah dicapai;
  2. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.
 
Apabila yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.[5]
 
Laporan tersebut ditandatangani oleh pengurus dan pengawas sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, dan disahkan oleh rapat pembina.[6]
 
Jika laporan tahunan tidak benar dan menyesatkan, maka pengurus dan pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.[7]
 
Selanjutnya, ikhtisar laporan tahunan yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor yayasan.[8]
 
Apabila suatu yayasan:
  1. memperoleh bantuan dari negara atau pihak lain sebesar ≥Rp 500 juta dalam satu tahun buku; atau
  2. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar ≥Rp20 milyar,
maka ikhtisar laporan keuangan yayasan wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.[9] Laporan keuangannya juga wajib diaudit oleh akuntan publik.[10]
 
Hasil audit kemudian disampaikan kepada pembina yayasan dan tembusannya kepada Menteri Hukum dan HAM dan instansi terkait.[11]
 
Dengan demikian, apabila masjid yang Anda maksud berbentuk yayasan, maka penyampaian laporan tahunan merupakan kewajiban yang diatur undang-undang.
 
Hal ini merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban yayasan kepada publik.
 
 
Pengelolaan Zakat
Secara khusus, masjid juga dapat menjalankan fungsi sebagai Lembaga Amil Zakat (“LAZ”), guna mengelola zakat setelah memenuhi syarat-syarat tertentu.
 
LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.[12]
 
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk. Untuk mendapatkan izin pembentukan, LAZ harus memenuhi persyaratan:[13]
  1. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Sedangkan bagi perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musala di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh Badan Amil Zakat Nasional (“BAZNAS”) dan LAZ, cukup dengan memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada pejabat yang berwenang;
  2. berbentuk lembaga berbadan hukum;
  3. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
  4. memiliki pengawas syariat, baik internal maupun eksternal;
  5. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
  6. bersifat nirlaba;
  7. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
  8. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
 
LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah setiap enam bulan dan akhir tahun.[14]
 
Laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya oleh LAZ harus diaudit syariat dan keuangan.[15]
 
Audit syariat dilakukan oleh Kementerian Agama, sedangkan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik.[16]
 
Dengan demikian, zakat, infak, dan sedekah yang dikumpulkan oleh masjid sebagai LAZ juga harus diaudit, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
 
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Putusan:
 

[1] Pasal 1 angka 1 UU Yayasan
[2] Pasal 48 ayat (1) UU Yayasan
[3] Pasal 48 ayat (2) UU Yayasan
[4] Pasal 49 ayat (1) UU Yayasan
[5] Pasal 49 ayat (2) UU Yayasan
[6] Pasal 50 ayat (1) dan (3) UU Yayasan
[7] Pasal 51 UU Yayasan
[8] Pasal 52 ayat (1) UU 28/2004
[9] Pasal 52 ayat (2) UU 28/2004
[10] Pasal 52 ayat (3) UU 28/2004
[11] Pasal 52 ayat (4)  UU 28/2004
[13] Pasal 18 UU Zakat jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012 hal. 107-108
[15] Pasal 75 ayat (1) PP 14/2014
[16] Pasal 75 ayat (2) dan (3) PP 14/2014
Tags: