KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan Pajak Bagi PT PMA dan WNA yang Menyewakan Propertinya

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Ketentuan Pajak Bagi PT PMA dan WNA yang Menyewakan Propertinya

Ketentuan Pajak Bagi PT PMA dan WNA yang Menyewakan Propertinya
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketentuan Pajak Bagi PT PMA dan WNA yang Menyewakan Propertinya

PERTANYAAN

Dimana kami bisa menemukan aturan tentang pajak untuk WNA dan PT PMA (baik yang mempunyai NPWP ataupun tidak) yang ingin menyewakan properti/bangunan mereka? Apakah benar pajaknya 20% untuk PT PMA yang punya NPWP dan 40% untuk yang tidak punya NPWP?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (“PT PMA”) merupakan wajib pajak badan dalam negeri, sedangkan Warga Negara Asing (“WNA”) dapat menjadi wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar negeri tergantung, salah satunya, pada lamanya WNA tersebut tinggal di Indonesia.
     
    Pajak penghasilan atas sewa bagi wajib pajak dalam negeri, baik berbentuk badan atau WNA perorangan adalah sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa bila memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”), dan naik 100% menjadi 4% apabila tidak memiliki NPWP. Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, pajak penghasilan yang dikenakan yaitu 20%.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Penanaman Modal Asing
    Penanaman Modal Asing (“PMA”) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.[1]
     
    Adapun yang dimaksud dengan Penanam Modal Asing adalah perseorangan warga negara asing (“WNA”), badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Indonesia.[2]
    PMA wajib berbentuk perseroan terbatas (“PT”) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.[3] Dalam praktiknya, PT yang didirikan melalui PMA disebut sebagai PT PMA.
     
    Adapun perseorangan WNA, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing dapat melakukan PMA melalui PT PMA dengan cara mengambil bagian saham pada saat pendirian PT, membeli saham, dan melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[4]
     
    Hak WNA dan PT PMA atas Properti di Indonesia
    Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), karena merupakan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, PT PMA dapat mempunyai hak guna usaha (“HGU”),[5] hak guna bangunan (“HGB”),[6] hak pakai,[7] dan hak sewa.[8]
     
    Sedangkan WNA perseorangan yang berkedudukan di Indonesia hanya dapat mempunyai hak pakai[9] dan hak sewa.[10] Selain itu, PT PMA dan WNA juga dapat memiliki hak milik atas satuan rumah susun.[11]
     
    Penyewaan Properti oleh WNA dan PT PMA
    Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu, dengan pembayaran sesuatu harga yang disanggupi pembayarannya oleh pihak yang menikmati suatu barang tersebut.[12]
     
    Adapun semua jenis barang, baik yang tak bergerak maupun bergerak dapat disewakan.[13] Dengan demikian, menyambung pertanyaan Anda, bangunan sebagai barang tak bergerak dapat menjadi objek sewa-menyewa.
     
    Ketentuan Pajak Bagi PMA dan WNA atas Penyewaan Properti
    Secara umum, ketentuan pengenaan pajak atas penyewaan properti bagi PMA dan WNA diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 7/1983”) berikut aturan perubahannya.
     
    Penghasilan sewa merupakan salah satu objek pajak penghasilan sehingga terhadap penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan (“PPh”).[14]
     
    Dalam hal ini, subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.[15]
     
    Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.[16] Adapun yang termasuk subjek pajak dalam negeri yaitu:[17]
    1. orang pribadi, baik yang merupakan warga negara Indonesia maupun WNA yang:
      1. bertempat tinggal di Indonesia;
      2. berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
      3. dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
     
    1. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
      1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
      2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
      3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan
      4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
     
    1. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
     
    Sedangkan subjek pajak luar negeri adalah subjek-subjek berikut ini yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia:[18]
    1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
    2. WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
    3. Warga negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta memenuhi persyaratan:
      1. tempat tinggal;
      2. pusat kegiatan utama;
      3. tempat menjalankan kebiasan;
      4. status subjek pajak; dan/atau
      5. persyaratan tertentu lainnya yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan; dan
    4. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
     
    Berdasarkan penjelasan di atas, maka PT PMA merupakan subjek pajak dalam negeri, sedangkan WNA dapat dikategorikan sebagai subjek pajak dalam negeri atau subjek pajak luar negeri tergantung kepada kondisi-kondisi yang kami sebutkan di atas.
     
    Sebagai subjek pajak badan dalam negeri, PT PMA menjadi wajib pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.[19]
     
    Sedangkan WNA sebagai subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak.[20]
     
    Adapun WNA sebagai subjek pajak orang pribadi luar negeri menjadi wajib pajak apabila menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dana atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.[21]
     
    Berkaitan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”), Hotmarojahan Sitanggang selaku Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (“IKHAPI”) menjelaskan bahwa PT PMA merupakan badan hukum yang berkedudukan dan didirikan dengan hukum Indonesia sehingga dalam pendiriannya wajib memiliki NPWP. Sedangkan WNA baru wajib memiliki NPWP apabila telah memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak.
     
    Pengenaan PPh bagi Penghasilan Sewa
    Bagi wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, biaya sewa dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.[22] Apabila penerima penghasilan sewa tidak memiliki NPWP, maka besar tarif pemotongannya lebih tinggi 100% daripada tarif yang seharusnya, sehingga menjadi sebesar 4%.[23]
     
    Adapun bagi wajib pajak orang pribadi luar negeri, penghasilan atas sewa dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.[24]
     
    Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, pajak yang dikenakan terhadap penyewaan properti/bangunan oleh PT PMA atau WNA diatur dalam UU 7/1983 berikut aturan perubahannya. Adapun besaran pajaknya tergantung kepada status pada wajib pajak yang bersangkutan.
     
    Bagi wajib pajak dalam negeri, baik berbentuk badan atau WNA perorangan, pajak penghasilan sewa yang dikenakan yaitu 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta bila memiliki NPWP, dan naik 100% menjadi 4% apabila tidak memiliki NPWP. Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, pajak penghasilan sewa yang dikenakan yaitu 20% dari jumlah bruto.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Catatan:
    Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan Hotmarojahan Sitanggang selaku Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) pada 23 Desember 2020, pukul 16.00 WIB.
     

    [1] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/2007”)
    [2] Pasal 1 angka 6 UU 25/2007
    [3] Pasal 5 ayat (2) UU 25/2007
    [4] Pasal 5 ayat (3) UU 25/2007
    [5] Pasal 30 ayat (1) huruf b UUPA
    [6] Pasal 36 ayat (1) huruf b UUPA
    [7] Pasal 42 huruf c UUPA
    [8] Pasal 45 huruf c UUPA
    [9] Pasal 42 huruf b UUPA
    [10] Pasal 45 huruf b UUPA
    [11] Pasal 144 ayat (1) hurif b dan c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”)
    [12] Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)
    [13] Pasal 1548 KUH Perdata
    [14] Pasal 1 UU 7/1983 jo. Pasal 111 angka 2 UU Cipta Kerja yang merubah Pasal 4 ayat (1) huruf I UU 7/1983
    [15] Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”)
    [16] Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
    [17] Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (3) UU 7/1983
    [18] Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (4) UU 7/1983
    [19] Penjelasan Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
    [20] Penjelasan Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
    [21] Penjelasan Pasal 111 Angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
    [22] Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1 UU 36/2008
    [23] Pasal 23 ayat (1a) UU 36/2008
    [24] Pasal 111 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 26 ayat (1) huruf c UU 7/1983

    Tags

    pajak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!