Sebagai bentuk pencegahan meluasnya virus corona, beberapa instansi pemerintahan dan perkantoran swasta di Jakarta mengeluarkan kebijakan work from home (WFH) untuk karyawannya. Bagaimana dasar hukum pelaksanaannya?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pelaksanaan Work from Home (“WFH”) di berbagai perkantoran swasta maupun instansi pemerintahan dilatarbelakangi oleh meluasnya penyebaran COVID-19 di sejumlah daerah. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan hak pekerja atas keselamatan dan kesehatan kerja.
Sebagai upaya untuk mencegah dan melindungi karyawan maupun aparatur sipil negara, beberapa pihak berwenang menetapkan kebijakan WFH untuk sementara waktu. Apa saja dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga kali dari artikel dengan judul Ketentuan Pelaksanaan Work From Home di Tengah Wabah Corona, yang pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 19 Maret 2020. Yang kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Jumat, 03 April 2020 dan kedua kali pada Kamis, 14 Mei 2020.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Work from Home (WFH)
Masalah work from home (“WFH”) atau bekerja di rumah di tengah wabah COVID-19 dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan(“UU Ketenagakerjaan”), di mana setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
Menurut SE Disnakertrans dan Energi DKI Jakarta 14/2020, para pimpinan perusahaan diharapkan dapat mengambil langkah pencegahan terkait risiko penularan infeksi COVID-19, dengan melakukan pekerjaan di rumah.[1]
Langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil dikelompokkan menjadi tiga kategori:[2]
Perusahaan untuk sementara waktu dapat menghentikan seluruh kegiatan usahanya.
Perusahaan untuk sementara waktu dapat mengurangi sebagian kegiatan usahanya (sebagian karyawan, waktu, dan fasilitas operasional).
Perusahaan yang tidak dapat menghentikan kegiatan usahanya, mengingat kepentingan langsung yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, kebutuhan bahan-bahan pokok, dan bahan bakar minyak.
Pengambilan langkah-langkah kebijakan di atas, agar melibatkan para pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan.[3]
Selanjutnya, pimpinan perusahaan diminta melaporkan pengambilan langkah kebijakan tersebut pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi serta Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi di lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.[4]
Setelah diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (“PSBB”), khususnya di wilayah DKI Jakarta, kegiatan usaha perusahaan di wilayah PSBB kemudian dibatasi secara formal.
Namun ketentuan ini dikecualikan untuk perusahaan yang bergerak pada sektor pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya. Uraian selengkapnya dapat disimak dalam artikel Jerat Hukum Bagi Perusahaan yang Tidak Taat PSBB.
SE MENPANRB 58/2020 ini memuat sistem kerja bagi pegawai Aparatur Sipil Negara (“ASN”) dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan kementerian/lembaga/daerah untuk beradaptasi dengan tatanan normal baru produktif dan aman COVID-19.[5]
Pegawai ASN wajib masuk kerja, namun perlu dilakukan penyesuaian sistem kerja dengan cara menjalankan protokol kesehatan dalam aktivitas keseharian.[6]
Penyesuaian sistem kerja tersebut dilakukan melalui fleksibilitas pengaturan lokasi bekerja, meliputi:[7]
pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work from office/”WFO”); dan/atau
pelaksanaan tugas kedinasan di rumah/tempat tinggal (WFH).
Pegawai ASN melaksanakan WFO sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.[8]
Sedangkan pegawai ASN yang WFH melaksanakan tugas kedinasan di rumah/tempat tinggal di mana ia ditempatkan/ditugaskan pada instansi pemerintah, yang tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.[9]
Terhadap fleksibilitas lokasi bekerja tersebut, pejabat pembina kepegawaian:[10]
mengatur sistem kerja yang akuntabel dan selektif bagi lingkungan unit kerjanya yang dapat melakukan WFO dan/atau WFH dengan memperhatikan kondisi penyebaran COVID-19 di daerah masing-masing;
menentukan pegawai ASN yang dapat melaksanakan WFH, dengan pertimbangan:
jenis pekerjaan pegawai;
hasil penilaian kinerja pegawai;
kompetensi pegawai dalam mengoperasikan sistem dan teknologi informasi;
laporan disiplin pegawai;
kondisi kesehatan/faktor komorbiditas pegawai;
tempat tinggal pegawai berada di wilayah PSBB;
kondisi kesehatan keluarga pegawai (status Orang Dalam Pemantauan /Pengawasan/dikonfirmasi positif COVID-19);
riwayat perjalanan dalam negeri/luar negeri dalam 14 hari kalender terakhir;
riwayat interaksi dengan penderita terkonfirmasi positif COVID-19 dalam 14 hari kalender terakhir;
efektivitas pelaksanaan tugas dan pelayanan unit organisasi.
Sementara pejabat pembina kepegawaian yang berlokasi di wilayah PSBB, agar:[11]
menugaskan pegawai ASN menjalankan WFH secara penuh dengan tetap memperhatikan sasaran kinerja dan target kerja;
Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik, Kementerian/Lembaga/ Daerah agar:[12]
melakukan penyederhanaan proses bisnis dan standar operasional prosedur pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi;
menggunakan media informasi untuk penyampaian standar pelayanan baru melalui media publikasi;
membuka media komunikasi online sebagai wadah konsultasi maupun pengaduan;
memastikan bahwa output dari produk pelayanan yang dilakukan secara online maupun offline tetap sesuai dengan standar yang telah ditetapkan; dan
memperhatikan jarak aman (physical distancing), kesehatan, dan keselamatan pegawai yang melakukan pelayanan langsung secara offline sesuai dengan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Patut dicatat, ketentuan mengenai penyesuaian sistem kerja dengan fleksibilitas lokasi bekerja ini diatur lebih lanjut oleh pejabat pembina kepegawaian pada kementerian/lembaga/daerah masing-masing.[13]
Sebagai informasi, kami telah mengkompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah COVID-19 terhadap kehidupan sehari-hari mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut covid19.hukumonline.com.