Pemindahan atau pengalihan karyawan dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya yang masih dalam satu grup dalam konteks pertanyaan Anda bukanlah dinamakan dengan mutasi, melainkan pengalihan karyawan.
Mutasi merupakan penempatan pekerja ke tempat lain yang harus memperhatikan ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”):
- Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
- Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
- Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.
Sementara itu menurut Umar Kasim, walaupun PT A dan PT B merupakan dua perusahaan dalam satu grup, namun keduanya merupakan entitas yang berbeda. Dengan beralihnya karyawan dari PT A ke PT B, maka secara hukum perjanjian kerja antara karyawan dengan PT A berakhir/putus dan karyawan terikat perjanjian kerja dengan PT B.
Apabila kita runut prosesnya, maka setiap pekerja dan pemberi kerja saling terikat satu dan lainnya dalam sebuah perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[1]
Perjanjian Kerja
Merujuk pada perjanjian kerja antara Anda dan perusahaan, maka sesuai dengan Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, hal-hal yang wajib ada dalam suatu perjanjian kerja, yaitu:
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:
- nama, alamat perusahaan dan jenis usaha;
- nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
- jabatan atau jenis pekerjaan;
- tempat pekerjaan;
- besarnya upah dan cara pembayarannya;
- syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
- mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
- tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
- tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Jelas dari ketentuan tersebut, dalam perjanjian kerja harus memuat nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha. Oleh karena itu, menurut hemat kami perjanjian kerja antara Anda dan PT A tidak dapat berlaku lagi, dikarenakan telah terjadi peralihan pemberi kerja, yaitu dari PT A ke PT B (yang berbeda nama badan hukumnya).
Perjanjian Pengalihan
Dengan begitu, maka sepatutnya harus dibuatkan perjanjian pengalihan, agar hak Anda sebagai pekerja tidak dikurangi. Tentunya, harus dengan persetujuan pekerja dan perusahaan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan:
Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Itu artinya dengan catatan, hak-hak, manfaat, atau fasilitas yang diterima oleh karyawan di PT B nantinya tidak boleh kurang dari yang ia terima saat bekerja di PT A dengan adanya perjanjian pengalihan ini.
Perjanjian pengalihan menjadi penting guna kepastian hukum bagi Anda sebagai karyawan, dikarenakan masa kerja sangat menentukan hak-hak karyawan selanjutnya seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah apabila uang pisah tersebut diatur dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama. Baca juga: Uang Pisah Bagi Karyawan yang Mengundurkan Diri.
Masa Kerja dan Pesangon
Bicara mengenai masa kerja, ya, masa kerja Anda dihitung lagi dari 0 (nol) sejak Anda bekerja di PT B dan tidak ada pesangon untuk karyawan yang ditransfer tersebut. Kecuali, menurut Umar, ada pengakuan hubungan kerja dari PT B atas hubungan kerja karyawan di PT A. Perihal pesangon bagi karyawan yang ditransfer dari PT A ke PT B tersebut, Umar memberikan alternatif sebagai berikut:
- Jika karyawan mau ditransfer ke PT B, PT B menyatakan bahwa bersedia membayar pesangon dan hak lainnya karyawan karena putus hubungan dengan PT A tetapi 1x ketentuan Pasal 156 ayat (2), (3), atau (4) UU Ketenagakerjaan dan diterima oleh PT B dengan status masa kerja mulai dari 0 (nol) atau;
- Karyawan diterima PT B tanpa diberikan pesangon, namun masa kerja di PT A akan diperhitungkan jika suatu hari ia di-PHK (Permutusan Hubungan Kerja) oleh PT B.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan Umar Kasim pada Selasa, 2 Oktober 2018 pukul 17.37 WIB.
[1] Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan