Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh
Ilman Hadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 24 Agustus 2012.
Intisari :
Sedangkan kewajiban bagi jaksa penuntut umum untuk memakai toga, hanya diberlakukan dalam sidang perkara pidana. Bagi advokat, kewajiban memakai toga diberlakukan dalam sidang perkara pidana dan juga sidang Mahkamah Konstitusi. Namun, kewajiban hakim, penuntut umum, dan advokat untuk memakai toga dalam sidang perkara pidana dikecualikan dalam sidang perkara tindak pidana anak. Apakah dasar hukumnya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dasar Hukum Mengenakan Toga Dalam Persidangan
Kemudian, kewajiban untuk memakai pakaian sidang (toga) dalam sidang pidana bagi hakim, jaksa, dan penasihat hukum (advokat) diatur dalam Pasal 230 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan pakaian sidang dan atribut masing-masing.
Selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan, hakim, penuntut umum, panitera dan penasihat hukum, menggunakan pakaian sebagaimana diatur dalam pasal ini;
Pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi hakim, penuntut umum dan penasihat hukum adalah toga berwarna hitam, dengan lengan lebar, simare dan bef dengan atau tanpa peci hitam;
Perbedaan toga bagi hakim, penuntut umum, dan penasihat hukum adalah dalam ukuran dan warna dari simare dan bef;
Pakaian bagi panitera dalam persidangan adalah jas berwarna hitam, kemeja putih dan dasi hitam;
Hal yang berhubungan dengan ukuran dan warna dari simare dan bef sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) serta kelengkapan pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri;
Selain memakai pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hakim dan penuntut umum memakai atribut;
Atribut sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Yang dimaksud dengan penuntut umum dalam sidang pidana adalah jaksa.
[2] Adapun kewajiban hakim untuk mengenakan toga dalam setiap sidang pengadilan diatur juga dalam
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1966 tentang Pemakaian Toga Dalam Sidang (“SEMA 6/1966”). Surat edaran tersebut menginstruksikan para hakim mengenakan toga dalam sidang-sidang pengadilan untuk menambah suasana khidmat sidang pengadilan. Jadi, prinsipnya hakim wajib memakai toga di setiap sidang dalam pengadilan apapun.
Sedangkan, kewajiban untuk memakai toga bagi penasihat hukum (advokat) diatur dalam peraturan berbeda. Menurut Pasal 25
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”), advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila advokat tidak memakai toga saat sidang, hakim dapat menegur seperti dalam artikel
Tidak Memakai Toga, Dua Advokat Ditegur Hakim.
Berbeda dengan sidang perkara pidana, sidang perkara perdata tidak memiliki aturan yang mewajibkan penggugat/kuasanya dan tergugat/kuasanya untuk hadir dengan memakai toga.
Kewajiban Memakai Toga Pada Proses Peradilan
Seperti kami telah jelaskan sebelumnya, hakim wajib memakai toga untuk setiap sidang pengadilan. Sedangkan, jaksa (penuntut umum) serta advokat hanya diwajibkan memakai toga dalam sidang perkara pidana saja. Oleh karena itu, maka advokat yang bersidang di Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) tidak diwajibkan memakai toga.
Jadi, kewajiban hakim untuk memakai toga berlaku untuk setiap persidangan dalam lingkup pengadilan apapun. Sedangkan kewajiban bagi jaksa penuntut umum untuk memakai toga, hanya diberlakukan dalam sidang perkara pidana. Bagi advokat, kewajiban memakai toga diberlakukan dalam sidang perkara pidana dan juga sidang Mahkamah Konstitusi. Namun, kewajiban hakim, penuntut umum, dan advokat untuk memakai toga dalam sidang perkara pidana dikecualikan dalam sidang perkara tindak pidana anak.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 231 ayat (1) KUHP
[2] Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP