KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kewenangan Tukang Gigi

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Kewenangan Tukang Gigi

Kewenangan Tukang Gigi
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kewenangan Tukang Gigi

PERTANYAAN

Bagaimana perlindungan hukum bagi pasien terhadap pekerjaan tukang gigi yang melebihi wewenang sebagai tukang gigi? Seperti melakukan pencabutan gigi, memasang behel dll

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     
    Intisari:
     

    Kewenangan tukang gigi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebenarnya terbatas. Jika pasien merasa dirugikan oleh jasa yang diberikan oleh tukang gigi, pasien dapat meminta ganti kerugian.

     

    Penjelasan lebih lanjut mengenai tukang gigi, silakan baca ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Eksistensi tukang gigi di dalam peraturan perundang-undangan, berdasarkan penelusuran kami, salah satunya terdapat dalam Pasal 73 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) yang sudah ‘direvisi’ lewat putusan Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut silakan baca artikel MK: Tukang Gigi Harus Dibina, Bukan Dihapus.

     

    Aturan lain mengenai tukang gigi juga dapat kita temukan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan Dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi (“Permenkes 39/2014”). Menurut Pasal 1 angka 1 Permenkes 39/2014, yang dimaksud dengan tukang gigi adalah setiap orang yang mempunyai kemampuan membuat dan memasang gigi tiruan lepasan.

     

    Semua tukang gigi yang menjalankan pekerjaan tukang gigi wajib mendaftarkan diri kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota setempat untuk mendapat izin tukang gigi (Pasal 2 ayat (1) Permenkes 39/2014). Izin tukang gigi tersebut berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan (Pasal 2 ayat (3) Permenkes 39/2014).

    KLINIK TERKAIT

    Perlindungan Pasien pada Praktik Pengobatan Tradisional

    Perlindungan Pasien pada Praktik Pengobatan Tradisional
     

    Pekerjaan tukang gigi hanya dapat dilakukan apabila (Pasal 6 ayat (1) Permenkes 39/2014):

    a.    tidak membahayakan kesehatan, tidak menyebabkan kesakitan dan kematian;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    b.    aman;

    c.    tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat; dan

    d.    tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat.

     

    Pekerjaan tukang gigi tersebut hanya berupa (Pasal 6 ayat (2) Permenkes 39/2014):

    a.    membuat gigi tiruan lepasan sebagian dan/atau penuh yang terbuat dari bahan heat curing acrylic yang memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan; dan

    b.    memasang gigi tiruan lepasan sebagian dan/atau penuh yang terbuat dari bahan heat curing acrylic dengan tidak menutupi sisa akar gigi.

     

    Jadi pada dasarnya kewenangan tukang gigi hanya sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Permenkes 39/2014. Dalam Pasal 9 Permenkes 39/2014 juga sudah diatur dengan tegas bahwa tukang gigi dilarang melakukan pekerjaan selain kewenangannya tersebut.

     
    Pasal 9 Permenkes 39/2014:
    Tukang Gigi dilarang:

    a.    melakukan pekerjaan selain kewenangan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2);

    b.    mewakilkan pekerjaannya kepada orang lain;

    c.    melakukan promosi yang mencantumkan pekerjaan selain yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2); dan

    d.    melakukan pekerjaan secara berpindah-pindah.

     

    Jika tukang gigi tersebut melanggar ketentuan-ketentuan di atas, maka tukang gigi tersebut dikenakan sanksi administratif oleh pemerintah daerah kabupaten/kota berupa:

    a.    teguran tertulis;

    b.    pencabutan izin sementara; dan

    c.    pencabutan izin tetap.

     

    Mengenai pertanggungjawaban bagi pasien, hal ini dapat juga kita lihat lewat kacamata perlindungan konsumen. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”), konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

     

    Pasien dalam hal ini merupakan konsumen dari jasa tukang gigi. Sedangkan tukang gigi adalah pelaku usaha. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi (Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen).

     

    Konsumen mempunyai hak-hak sebagai berikut (Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen):

    a.    hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

    b.    hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

    c.     hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

    d.    hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

    e.    hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

    f.     hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

    g.    hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

    h.    hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

    i.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

     

    Sedangkan pelaku usaha mempunyai kewajiban sebagai berikut (Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen):

    a.    beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

    b.    memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

    c.    memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

    d.  menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

    e.  memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

    f.   memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

    g.    memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

     

    Jika pada saat tukang gigi melakukan pencabutan gigi atau pemasangan behel menimbulkan kerugian pada pasien/konsumen, tukang gigi berkewajiban untuk memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada pasien. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen:

     

    “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”

     

    Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen). Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi (Pasal 19 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen).

     

    Walaupun tukang gigi tersebut telah memberikan ganti rugi, pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan (Pasal 19 ayat (4) UU Perlindungan Konsumen). Akan tetapi, ketentuan ganti rugi tersebut tidak berlaku jika pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

     

    Jadi, pada dasarnya pasien yang merasa dirugikan atas jasa yang diberikan oleh tukang gigi dapat meminta ganti rugi kepada tukang gigi.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    2.    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

    3.   Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan Dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi.

      

    Tags

    hukum
    uu praktik kedokteran

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!