Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Komitmen Pemerintah dalam Memanfaatkan Energi Baru Terbarukan

Share
Bisnis

Komitmen Pemerintah dalam Memanfaatkan Energi Baru Terbarukan

Komitmen Pemerintah dalam Memanfaatkan Energi Baru Terbarukan
Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H.,M.M.Seleb Jurist

Bacaan 7 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apa saja langkah konkret yang telah dilaksanakan pemerintah untuk mengurangi pemanfaatan energi fosil khususnya BBM terutama dalam menyediakan arus listrik ke masyarakat? Sudahkah pemerintah mulai memanfaatkan pembangkit listrik dari energi baru-terbarukan atau ramah lingkungan? Apa dasar hukumnya?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Indonesia memilik potensi energi baru terbarukan (“EBT”) yang besar. Namun pada praktiknya, pemanfaatan potensi EBT di Indonesia ini masih belum optimal karena beberapa kendala, salah satunya yaitu karena tingginya harga produksi pembangkit listrik berbasis EBT.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     

    KLINIK TERKAIT

    Apa itu Gross Split dan Cost Recovery dalam Kontrak Migas?

    10 Sep, 2024

    Apa itu  <i>Gross Split</i>  dan <i>Cost Recovery</i> dalam Kontrak Migas?
    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, mengenai pemanfaatan energi baru terbarukan (“EBT”) sebagai pembangkit listrik, perlu dipahami terlebih dahulu istilah-istilah dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”).
     
    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    Berdasarkaan Pasal 1 angka 4 UU Energi, sumber energi baru diartikan sebagai berikut:
     
    Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (Liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal).
     
    Sedangkan yang dimaksud dengan sumber energi terbarukan menurut Pasal 1 angka 6 UU Energi adalah:
     
    Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
     
    Sementara itu, pemerintah telah menetapkan target peran EBT dalam beberapa tahun ke depan. Dalam Pasal 9 huruf f angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, disebutkan:
     
    Pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi.
     
    Menurut data Dewan Energi Nasional Tahun 2019 yang tercantum dalam Green Energy dan Target Pengurangan Emisi (hal. 15) yang dipublikasikan Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, potensi energi terbarukan di Indonesia adalah sebagai berikut:
     
     
     
    Realisasinya, menurut Dewan Energi Nasional dalam Outlook Energi Indonesia 2019, pada tahun 2018 pembangkit listrik berasal dari EBT baru 17,1%, sedangkan batubara sebesar 56,4%, pembangkit listrik berbahan bakar gas sebesar 20,2% dan BBM hanya 6,3% (hal. 9). Rencana pemanfaatan pembangkit listrik EBT pada tahun 2025 dominan berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan PLT Biomasa, sedangkan pada tahun 2050 akan didominasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) (hal. 49).
     
    Artinya, pemanfaatan potensi EBT untuk ketenagalistrikan secara konkret telah dilaksanakan, namun belum maksimal. Hal ini disebabkan harga produksi pembangkit listrik berbasis EBT relatif tinggi sehingga pembangkit listrik fosil terutama batubara masih menjadi pilihan utama.
     
    Demikian pula dengan pendanaan bunga rendah masih sulit didapatkan dalam investasi pembangkit listrik berbasis EBT. Selain itu, komponen pembangkit EBT belum mendapat dukungan yang baik.
     
    Perlu digarisbawahi, EBT merupakan sumber energi yang ramah lingkungan dan tidak memberikan dampak buruk bagi isu lingkungan terkait climate change dan global warming.
     
    Hal ini selaras dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, salah satunya dalam hal ketahanan energi yang berkelanjutan. Untuk itu, perlu terus dilakukan percepatan pengembangan pembangkit listrik EBT.
     
    Terkait dasar hukum peraturan yang dapat dirujuk mengenai percepatan pemanfaatan potensi EBT di antaranya terdapat di:
    1. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan;
    2. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang diubah kedua kalinya dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit;
    3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang diubah kedua kalinya dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik;
    4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang diubah kedua kalinya dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik; dan
    5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang diubah kedua kalinya dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
     
    Sehingga dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa proses transisi EBT untuk mengurangi bahkan mengganti penggunaan energi fosil dalam proses penyediaan listrik bagi masyarakat hingga saat ini sudah mulai diterapkan, meskipun belum maksimal karena kendala teknologi dan investasi.
     
    Namun demikian, proses transisi ini mencerminkan komitmen dan upaya pemerintah dalam menyediakan energi yang bersih untuk menunjang kelangsungan hidup.
     
    Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan energi bersih juga telah mengalami peningkatan.  Hal ini dapat ditandai dengan trend masyarakat yang lebih menyukai dan mendukung EBT sebagai pembangkit listrik.
     
    Transisi energi bersih ini yang selanjutnya harus didukung penuh, dalam tataran peraturan perundang-undangan hingga implementasinya di lapangan, yaitu dalam penyediaan teknologi operasional dan juga funding investasi.
     
    Sebab, suatu saat energi fosil akan habis dan menyebabkan kerusakan lingkungan karena kadar karbon juga akan semakin besar. Saat ini banyak negara telah beralih ke EBT dan juga melakukan dekarbonisasi transportasi, seperti Jerman, Inggris, Swedia, dan sebagainya.
     
    Oleh karena itu, harapannya Indonesia sebagai bangsa dengan potensi EBT yang melimpah juga pasti di kemudian hari dapat melakukan transisi energi bersih secara menyeluruh.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
     
    Referensi:
    1. Green Energy dan Target Pengurangan Emisi, diakses pada 9 April 2021, pukul 21.00 WIB;
    2. Dewan Energi Nasional. Outlook Energi Indonesia 2019. 2019.

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua