Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Korban Kecelakaan Lalin Tidak Berwenang Menyita SIM/STNK Penabrak

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Korban Kecelakaan Lalin Tidak Berwenang Menyita SIM/STNK Penabrak

Korban Kecelakaan Lalin Tidak Berwenang Menyita SIM/STNK Penabrak
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Korban Kecelakaan Lalin Tidak Berwenang Menyita SIM/STNK Penabrak

PERTANYAAN

Apakah boleh jika korban kecelakaan lalu lintas ringan menyita sementara KTP/STNK/SIM penabrak?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kewenangan untuk menyita Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) merupakan ranah penyidik Kepolisian, bukan Anda (korban) sebagaimana diatur dalam Pasal 260 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
     
    Bagaimana dengan perbuatan korban yang menyita Kartu Tanda Penduduk (KTP) penabrak? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kecelakaan Lalu Lintas Ringan
    Sebelumnya kami jelaskan terlebih dahulu yang dimaksud dengan Kecelakaan Lalu Lintas menurut Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) yaitu:
     
    Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
     
    Adapun kecelakaan lalu lintas digolongkan menjadi 3 (tiga) berdasarkan Pasal 229 ayat (1) UU LLAJ yaitu Kecelakaan Lalu Lintas ringan, Kecelakaan Lalu Lintas sedang, dan Kecelakaan Lalu Lintas berat. Adapun menyambung pertanyaan Anda, definisi Kecelakaan Lalu Lintas Ringan dapat ditemukan dalam Pasal 229 ayat (2) UU LLAJ:
     
    Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
     
    Terhadap perkara kecelakaan lalu lintas diproses dengan acara peradilan pidana.[1] Lebih lanjut, pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas atau dalam hal ini disebut “Penabrak” wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.[2] Kewajiban mengganti kerugian tersebut dapat pula dilakukan di luar pengadilan apabila terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.[3]
     
    Sanksi Pidana bagi Penabrak
    Perlu diketahui bahwa kecelakaan lalu lintas dapat dipidana karena kelalaian maupun kesengajaan. Bagi orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas ringan berlaku ketentuan Pasal 310 ayat (1) UU LLAJ:
     
    Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
     
    Sedangkan bagi orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan nyawa atau barang sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas ringan berlaku ketentuan Pasal 311 ayat (2) UU LLAJ:
     
    Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
     
    Selain pidana penjara, kurungan, atau denda, Penabrak dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi (“SIM”) atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.[4]
     
    Simak juga artikel Contoh Kesengajaan dan Kelalaian dalam Kecelakaan Lalu Lintas.
     
    Kewenangan Menyita Surat-Surat Berkendara
    Terkait terjadinya kecelakaan lalu lintas ringan tersebut, pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan dan penindakan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus.[5]
     
    Menjawab pertanyaan Anda, dalam hal penindakan pelangaran dan penyidikan tindak pidana, maka Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang:[6]
    1. memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;
    2. melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
    3. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;
    4. melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;
    5. melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
    6. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
    7. menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;
    8. melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
    9. melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
     
    Bahkan pada Pasal 89 UU LLAJ telah ditegaskan bahwa Kepolisian berwenang memberikan tanda atau data pelanggaran serta berwenang untuk menahan sementara atau mencabut Surat Izin Mengemudi (“SIM”) yang melakukan tindak pidana lalu lintas sebelum diputus oleh pengadilan. Ketentuan mengenai pemberian tanda atau data pelanggaran tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan Kepala Kepolisian.
     
    Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelas bahwa kewenangan untuk menyita SIM dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (“STNK”) merupakan ranah penyidik Kepolisian, bukan Anda (korban). Sementara kewenangan untuk menyita Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) memang tidak diatur dalam UU LLAJ, namun kami menyarankan agar Anda tidak menyita KTP milik Penabrak karena tidak ada relevansinya. Sebagai gantinya, Anda dapat menanyakan kontak yang dapat dihubungi sebagai itikad baik dari Penabrak guna penyelesaian perkara melalui proses pidana di pengadilan atau pemberian ganti rugi di luar pengadilan melalui kesepakatan damai.
     
    Simak juga artikel Diancam Dipolisikan Jika Tidak Membayar Ganti Rugi Kecelakaan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
     

    [1] Pasal 230 UU LLAJ
    [2] Pasal 236 ayat (1) UU LLAJ
    [3] Pasal 236 ayat (2) UU LLAJ
    [4] Pasal 314 UU LLAJ
    [5] Pasal 259 ayat (1) UU LLAJ
    [6] Pasal 260 ayat (1) UU LLAJ

    Tags

    sim
    kecelakaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!