Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Langkah Hukum Jika Bank Tidak Mengembalikan Sertifikat Hak Milik yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn., dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 22 November 2013.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
klinik Terkait :
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Hapusnya Hak Tanggungan
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu Anda ketahui bahwa sertifikat hak milik (“SHM”) yang Anda gunakan sebagai jaminan atas fasilitas kredit modal usaha kepada bank didasarkan pada Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 4 ayat (1) huruf a UUHT mengenai hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.[1] Adapun salah satu hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik[2] yang dibuktikan dengan SHM.
Lalu, kapan berakhirnya hak tanggungan? Hak tanggungan berakhir atau hapus karena alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUHT sebagai berikut:
- hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan;
- dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang tak tanggungan;
- pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
- hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
Dalam konteks persoalan Anda, hak tanggungan hapus karena debitur sudah melunasi utangnya.
Rekomendasi Berita :
Setelah hak tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Dengan hapusnya hak tanggungan, sertifikat hak tanggungan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi.[3]
Apabila sertifikat hak tanggungan karena suatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, maka hal tersebut dicatat pada buku tanah hak tanggungan.[4]
Permohonan pencoretan catatan hak tanggungan diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberikan catatan oleh kreditur bahwa hak tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditur bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan.[5]
Artinya, jika hak tanggungan telah hapus karena utang sudah lunas, Anda (selaku pihak yang berkepentingan) dapat mengajukan permohonan pencoretan hak tanggungan kepada kantor Badan Pertanahan Nasional (“BPN”) dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan dan surat pernyataan utang Anda telah lunas dari kreditur. Setelah dicoretnya hak tanggungan, Anda akan memperoleh kembali hak atas tanah Anda sepenuhnya tanpa ada tanggungan di atas tanah tersebut.
Namun, bagaimana jika pihak bank selaku kreditur tidak memberikan sertifikat hak tanggungan (“SHT”) dan SHM milik debitur?
Jika SHT Tak Dikembalikan oleh Bank
J. Satrio dalam buku Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan (Buku 2) (hal. 298) mengatakan bahwa dalam hal SHT tidak disertakan bersama-sama dengan permohonan roya, maka yang demikian itu tidak menghalangi pelaksanaan roya. Dan hal itu cukup dicatat saja pada buku tanah hak tanggungan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (3) UUHT.
Sementara itu, berdasarkan UUHT, SHM tidak dibutuhkan untuk mencoret hak tanggungan. Menurut J. Satrio dalam buku yang sama, mengatakan bahwa sekalipun tidak disebutkan dalam Pasal 22 ayat (4) UUHT tentunya juga dilampirkan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Ini karena sertifikat hak atas tanah (yang merupakan salinan buku tanah) harus disesuaikan dengan buku tanah sebagai induknya.
Hal ini juga dikemukakan Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam buku Hak Tanggungan (hal. 272-273) yang dikutip artikel Arti Istilah Roya bahwa untuk keperluan pencoretan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan dapat mempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan (termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri), dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telah hapusnya hak tanggungan tersebut.
Langkah Hukum Jika SHM Tak Dikembalikan oleh Bank
Terkait dengan bank yang tidak kunjung mengembalikan SHM milik Anda setelah Anda melunasi utang/kredit, pertama-tama Anda dapat meminta kembali SHM dan SHT tersebut kepada pihak bank secara kekeluargaan. Misalnya, melakukan janji temu dengan pejabat bank yang berwenang untuk itu.
Jika upaya tersebut tidak membuahkan hasil, berikut dua langkah hukum jika bank tidak mengembalikan sertifikat hak milik yang dapat ditempuh:
1. Upaya Hukum Perdata
Anda dapat melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri atas dasar perbuatan melawan hukum (“PMH”) atau onrechtmatige daad sebagaimana diatur di dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, unsur-unsur PMH adalah:
- ada perbuatan melawan hukum;
- ada kesalahan;
- ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;
- ada kerugian.
Menurut Rosa Agustina sebagaimana dikutip Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana untuk menentukan suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai melawan hukum, perlu 4 syarat berikut:
- bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
- bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
- bertentangan dengan kesusilaan;
- bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.
Anda dapat meminta ganti rugi yang terdiri dari biaya, rugi dan bunga akibat PMH yang dilakukan oleh pihak bank. Ganti kerugian tersebut dapat berupa uang atau barang, termasuk juga pemulihan keadaan sesuatu. Hal ini dijelaskan dalam artikel Contoh Perbuatan Melawan Hukum dan Dasar Gugatannya.
2. Upaya Hukum Pidana
Selain mengajukan gugatan perdata, Anda dapat melaporkan pejabat bank yang berwenang mengurus dokumen SHM Anda ke kepolisian atas dasar dugaan penggelapan sebagaimana diatur di dalam Pasal 372 KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 486 UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan[6] yaitu tahun 2026 sebagai berikut:
Pasal 372 KUHP | Pasal 486 UU 1/2023 |
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[7]
| Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[8] |
Dikutip dari artikel Hukumnya Jika Istri Menahan Dokumen Penting Milik Suami, pada frasa “melawan hukum memiliki” dalam Pasal 372 KUHP merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yakni “wederrechtelijk zich toeeigent” yang menurut P. A. F. Lamintang berarti “menguasai secara melawan hukum”. Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad) memberikan kaidah hukumnya dalam putusan Arrest Hoge Raad tanggal 31 Oktober 1927, yang pada intinya menyatakan bahwa perbuatan menahan barang milik orang lain tanpa alas hak yang sah dapat dikategorikan sebagai perbuatan menguasai secara melawan hukum dan oleh karena itu memenuhi unsur “memiliki secara melawan hukum” dalam tindak pidana penggelapan.
Berdasarkan penjelasan di atas, apabila pihak bank tidak kunjung mengembalikan dokumen SHM dan SHT tersebut, meski sudah dilakukan pelunasan terhadap utang/kredit Anda, maka Anda dapat mengajukan gugatan perdata berdasarkan PMH dan/melaporkan pejabat bank yang berwenang kepada pihak kepolisian dengan dugaan penggelapan. Namun patut dicatat bahwa upaya hukum pidana merupakan ultimum remedium.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Referensi:
J. Satrio. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan: Buku 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998.
[1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”)
[2] Pasal 4 ayat (1) huruf a UUHT
[3] Pasal 22 ayat (1) dan (2) UUHT
[4] Pasal 22 ayat (3) UUHT
[5] Pasal 22 ayat (4) UUHT
[6] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[7] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, denda dilipatgandakan 1.000 kali.
[8] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023