Dasar-dasar Perikatan dan Perjanjian
Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kami akan menjelaskan tentang apa itu perjanjian dan pinjaman online.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.[1] Sebagai salah satu bentuk perikatan, perjanjian dapat dibuat untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.[2]
Yang dimaksud dengan memberikan sesuatu adalah kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan. Luas tidaknya kewajibannya tergantung pada persetujuan atau kesepakatannya.[3]
Sedangkan berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila tidak memenuhi kewajibannya.[4]
Dalam membuat perjanjian, para pihak harus memerhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana terurai dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu hal tertentu;
- suatu sebab yang halal/tidak terlarang.
Suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.[5]
Pinjam Meminjam
Salah satu bentuk perjanjian adalah pinjam meminjam. Definisi pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUH Perdata adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua. Syaratnya, pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Jika dilihat dari bentuknya, perjanjian utang piutang pada umumnya memiliki dua bentuk, yaitu perjanjian non baku dan perjanjian baku, tergantung kesepakatan para pihak. Namun yang kerap ditemui, isi perjanjian telah ditentukan secara sepihak oleh kreditur dan di dalamnya ditentukan sejumlah klausul yang membebaskan kreditur dari kewajibannya.
Pinjam meminjam uang pada saat ini bisa dilakukan di berbagai tempat. Tidak jarang syarat dan proses pinjam meminjamnya pun semakin mudah. Ditambah dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, masyarakat pun sudah bisa meminjam uang secara online tanpa perlu repot mendatangi tempat jasa penyelenggara pinjaman tersebut. Cukup dengan mengakses website salah satu fintech, transaksi keuangan seperti pinjaman hingga transfer dana dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja.
Pinjaman online adalah fasilitas pinjaman uang oleh penyelenggara layanan jasa keuangan yang beroperasi secara online. Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 77/2016”):
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi sendiri adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.[6] Penyelenggara tersebut berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[7]
Lebih lanjut, penyelenggara layanan pinjaman online wajib:[8]
- menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;
- memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya;
- menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
- menyediakan media komunikasi lain selain sistem elektronik layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi untuk memastikan kelangsungan layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call center, atau media komunikasi lainnya; dan
- memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.
Aspek Hukum Emergency Contact
Pada saat pengajuan pinjaman online, tidak jarang berbagai website atau aplikasi pinjaman online mensyaratkan kepada calon nasabahnya untuk mencantumkan beberapa nomor emergency. Emergency contact adalah nomor yang dihubungi jika terjadi sesuatu, misalnya nasabahnya sulit untuk dihubungi.
Emergency contact sendiri pada dasarnya bukan unsur minimum dalam perjanjian pemberian pinjaman online maupun mitigasi risiko.[9]
Terkait pertanyaan Anda, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penyelenggara pinjaman wajib, di antaranya:
- memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi dan data keuangan yang dikelolanya.
- menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut menggunakan subjek ‘pemilik data pribadi’, bukan terbatas pada peminjam saja. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya pihak penyelenggara pinjaman online terlebih dahulu harus meminta persetujuan dari pihak emergency contact.
Karena jika nasabah dari pihak penyelenggara pinjaman online tersebut terlambat untuk melakukan pembayaran, maka pihak penyelenggara pinjaman online akan menghubungi pihak emergency contact selaku orang terdekat atau mengenal nasabahnya tersebut. Bisa jadi, pihak emergency contact menjadi terganggu akan hal tersebut.
Jika Menolak Menjadi Emergency Contact
Adapun pertanyaan terakhir Anda terkait tidak bersedianya seseorang menjadi emergency contact, di saat pengajuan pinjaman online sudah disetujui dan berlangsung. Dalam keadaan ini, kita perlu kembali ke uraian pertama bahwa pihak penyelenggara pinjaman online harus bertanya atau mengonfirmasi kesediaan pihak emergency contact.
Pada kasus ini, apabila pihak penyelenggara pinjaman online tidak mengonfirmasi dan ketika nasabahnya lalai dalam memenuhi kewajibannya, pihak penyelenggara pinjaman online akan menghubungi pihak emergency contact. Apabila terganggu dan merasa dirugikan, pihak emergency contact dapat menggugat pihak penyelenggara penyelenggara pinjaman online secara perdata. Mengenai gugatan tersebut, Anda dapat membaca artikel Perlindungan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan Fintech.
Selain itu, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap pelanggaran kewajiban dalam POJK 77/2016. Sanksi tersebut dapat berupa:[10]
- peringatan tertulis;
- denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
- pembatasan kegiatan usaha; dan
- pencabutan izin.
Sanksi administratif huruf b, c, dan d, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Sedangkan denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin.[11]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1313 KUH Perdata
[2] Pasal 1233 dan 1234 KUH Perdata
[3] Pasal 1235 KUH Perdata
[4] Pasal 1239 KUH Perdata
[5] Pasal 1321 KUH Perdata
[6] Pasal 1 angka 6 POJK 77/2016
[7] Pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 7 POJK 77/2016
[8] Pasal 26 POJK 77/2016
[9] Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 21 POJK 77/2016
[10] Pasal 47 ayat (1) POJK 77/2016
[11] Pasal 47 ayat (2) dan (3) POJK 77/2016