Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan, kami akan mencoba menjawab pertanyaan Saudara terkait dengan hilangnya akta nikah dalam perkawinan campuran, sebagai berikut:
Pada dasarnya perkawinan yang dilangsungkan di Indonesia wajib untuk dicatatkan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 1/1974”), yang menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini berlaku juga untuk Perkawinan Campuran yang dilaksanakan di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 61 UU 1/1974, yang menyatakan bahwa Perkawinan Campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
Di Indonesia, terdapat perbedaan pengaturan bagi masing-masing pemeluk agama, termasuk aturan mengenai pencatatan perkawinan. Dengan demikian, terdapat 2 (dua) kemungkinan untuk mengurus penerbitan kembali Akta Perkawinan yang hilang, yaitu:
1. Penerbitan kembali Kutipan Akta Perkawinan oleh Kantor Catatan Sipil
klinik Terkait :
Bagi yang beragama non-muslim pencatatan perkawinan dilakukan di Kantor Catatan Sipil di mana perkawinan berlangsung. Hal ini berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) yang menyebutkan:
“Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.”
Lebih lanjut Pasal 34 ayat (2) UU Adminduk menyatakan bahwa berdasarkan Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
UU Adminduk maupun peraturan perundang-undangan lain tidak menjelaskan mengenai penerbitan kembali Kutipan Akta Perkawinan yang hilang atau rusak. Namun demikian berdasarkan hasil riset mandiri yang kami lakukan, dengan cara wawancara melalui telepon dengan narasumber Ibu Aini, salah satu staf pada Kantor Catatan Sipil Jakarta Utara, kami memperoleh keterangan bahwa untuk mengurus penerbitan kembali Kutipan Akta Perkawinan yang hilang dapat dilakukan di Kantor Catatan Sipil di mana Kutipan Akta Perkawinan tersebut diterbitkan, dengan membawa dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut:
1. Fotokopi Akta Perkawinan;
2. Surat Keterangan Hilang dari Kepolisian;
Rekomendasi Berita :
3. Fotokopi KTP;
4. Fotokopi Kartu Keluarga; dan
5. Fotokopi Akta Kelahiran.
Mengenai jangka waktu penerbitan kembali Kutipan Akta Perkawinan tersebut tidak dapat disebutkan secara jelas, karena Kantor Catatan Sipil harus mencari data atau arsip nomor register Akta Perkawinan yang hilang secara manual.
2. Penerbitan Kembali Buku Nikah dan Itsbat Nikah
Berdasarkan Pasal 34 ayat (4) UU Adminduk, perkawinan penduduk yang beragama Islam dilaporkan kepada Kantor Urusan Agama (“KUA”) Kecamatan. Bukti pelaporan tersebut adalah Akta Perkawinan yang dikeluarkan KUA Kecamatan
Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”), setelah perkawinan dicatatkan, Akta Perkawinan dibuat dalam rangkap dua, dimana satu rangkap akan disimpan oleh Pegawai Pencatat dan satu rangkap berikutnya akan disimpan di Panitera Pengadilan di wilayah Kantor Pencatatan Perkawinan itu berada. Selanjutnya suami-istri masing-masing diberikan buku kutipan akta perkawinan (dikenal juga dengan istilah “buku nikah”, dan istilah tersebut digunakan dalam Peraturan Menteri Agama).
Apabila buku nikah hilang, pihak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan penerbitan duplikat buku nikah kepada Pegawai Pencatat Nikah (“PPN”). Adapun definisi PPN menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah (“PMA 11/2007”) adalah kepala KUA. Lebih lanjut Pasal 35 PMA 11/2007 menyebutkan:
“Penerbitan duplikat buku nikah, duplikat kutipan putusan cerai dan duplikat kutipan akta rujuk yang hilang atau rusak, dilakukan oleh PPN berdasarkan surat keterangan kehilangan atau kerusakan dari kepolisian setempat.”
Dengan demikian, pihak yang kehilangan buku nikah dapat meminta duplikat buku nikah ke KUA Kecamatan di mana Perkawinan dilangsungkan, disertai dengan Surat Keterangan Hilang dari Kepolisian.
Dalam hal catatan perkawinan tidak terdapat di KUA Kecamatan, sehingga keabsahan perkawinan tidak dapat dibuktikan atau diragukan dan duplikat akta nikah tidak dapat diterbitkan, maka dapat mengajukan permohonan pengesahan itsbat nikah kepada Pengadilan Agama. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan:
“Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama.”
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;
(d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974; dan
(e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974.
Dengan demikian, dalam hal pasangan tidak dapat membuktikan perkawinannya dengan akta nikah, maka pihak yang bersangkutan harus mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama.
Dalam kaitannya dengan pertanyaan Saudara, maka berdasarkan uraian diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. Bagi penduduk yang beragama non-muslim, permohonan penerbitan kembali Kutipan Akta Perkawinan yang hilang dapat dilakukan pada Kantor Catatan Sipil di mana perkawinan dilangsungkan, dengan membawa dokumen-dokumen pendukung sebagaimana disebutkan di atas.
2. Bagi penduduk yang beragama Islam, Permohonan penerbitan kembali Buku Nikah dilakukan ke KUA Kecamatan dimana perkawinan dilaksanakan dengan membawa Surat Keterangan Hilang dari Kepolisian. Apabila perkawinan tersebut ternyata tidak terdaftar di KUA Kecamatan, maka dapat dimintakan itsbat nikah ke Pengadilan Agama dimana perkawinan dilaksanakan.
Demikian kami sampaikan, semoga bermanfaat.
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
4. Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah;
5. Kompilasi Hukum Islam.
Wawancara melalui telepon dengan narasumber Ibu Aini, salah satu staf pada Kantor Catatan Sipil Jakarta Utara, yang dilakukan pada hari Selasa, 13 Mei 2014 pukul 13.00 WIB.