Beban Biaya Perkara pada Terpidana
Mengenai biaya perkara, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) telah menetapkan siapa pihak yang dibebankan untuk membayar biaya perkara sebagai berikut:
Pasal 222
- Siapapun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan pada negara.
- Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada negara.
Besarnya Biaya Perkara
KUHAP sendiri tidak menentukan mengenai besarnya biaya perkara yang harus dibayar oleh seorang terpidana, sehingga untuk dapat mengetahui besarnya biaya perkara tesebut harus merujuk pada Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. KMA/155/X/1981 tertanggal tanggal 19 Oktober 1981 (“Surat Ketua MA 1981”) serta Angka 27 Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (“Kepmenakeh 1983”) yang pada pokoknya menentukan sebagai berikut:
- Maksimal biaya perkara yang dapat dibebankan kepada terpidana Rp. 10.000.- dan minimal Rp. 500,-;
- Dari biaya yang Rp. 10.000,- tersebut, Pengadilan Negeri dapat membebankan Rp. 7.500,- dan bagi Pengadilan Tinggi Rp. 2.500,-.
Larangan Hakim Membebankan Biaya di Luar Ketentuan
Dengan adanya pembatasan secara limitatif tersebut, maka tentunya Hakim dalam putusannya tidak diperkenankan untuk membebankan biaya perkara kepada Terpidana di luar dari ketentuan tersebut, baik kurang maupun melampaui. Hal ini ditegaskan dalam Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. SE-MA/17 Tahun 1983 tertanggal 8 Desember 1983 sebagai berikut :
Mengenai berapa jumlah biaya perkara yang pasti tersebut hendaknya tetap berpegang kepada Surat Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 19 Oktober 1981 No. KMA/155/X/1981 yang ditujukan kepada Saudara Pengadilan Tinggi se Indonesia, dengan penegasan lebih lanjut bahwa ketentuan jumlah maksimum dan minimum biaya perkara yang tersebut dalam Surat Ketua Mahkamah Agung–RI itu, tidak boleh dilampaui ataupun dikurangi.
Artinya, jika biaya perkara yang ditetapkan Hakim melampaui ketentuan tersebut, maka hal tersebut tidak dibenarkan. Akan tetapi hal tersebut tidak serta merta mengakibatkan putusan menjadi batal demi hukum, sebab mengenai batalnya suatu putusan telah diatur secara limitatif dalam Pasal 197 KUHAP yang dapat dibaca pada artikel Mengoreksi Sistematika Putusan Hakim Oleh: Riki Perdana Raya Waruwu*).
Jika terdapat suatu putusan yang mencantumkan biaya perkara dengan jumlah yang melebihi ketentuan tersebut, kami menyarankan untuk membayar besaran sesuai ketentuan Surat Ketua MA 1981 dan Angka 27 Lampiran Kepmenakeh 1983.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. KMA/155/X/1981 tertanggal 19 Oktober 1981;