Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Larangan Paralegal Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi di Pengadilan

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Larangan Paralegal Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi di Pengadilan

Larangan Paralegal Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi di Pengadilan
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Larangan Paralegal Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi di Pengadilan

PERTANYAAN

Apakah benar paralegal dapat memberikan bantuan hukum di dalam pengadilan dan di luar pengadilan? Katanya banyak pro dan kontra akan hal ini. Mengingat paralegal bukanlah pengacara.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Paralegal yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum (“Permenkumham 1/2018”) merupakan paralegal yang melaksanakan pemberian bantuan hukum dan terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum.
     
    Memang sempat ada aturan dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 yang pada intinya mengatur bahwa Paralegal dapat memberikan Bantuan Hukum secara litigasi dan nonlitigasi setelah terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum dan mendapatkan sertifikat pelatihan Paralegal tingkat dasar.
     
    Akan tetapi, setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 Tahun 2018 mengenai perkara permohonan hak uji materiil terhadap Permenkumham 1/2018, maka Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU 18/2013”). Salah satu pertimbangan majelis hakim adalah ketentuan normatif mengenai siapa yang dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan telah diatur di dalam Pasal 4 jo. Pasal 31 UU 18/2003, yang pada pokoknya hanya advokat yang telah bersumpah di sidang terbuka Pengadilan Tinggi yang dapat menjalankan profesi advokat untuk dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan. Dalam amarnya hakim memerintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencabut Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018.
     
    Dengan demikian, Paralegal tidak dapat memberi bantuan hukum secara litigasi (beracara di pengadilan), hanya advokatlah yang dapat memberikan bantuan hukum secara litigasi.
     
    Kegiatan Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi apa saja yang dapat dilakukan oleh Paralegal? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     
    Paralegal yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum (“Permenkumham 1/2018”) merupakan paralegal yang melaksanakan pemberian bantuan hukum dan terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum.
     
    Memang sempat ada aturan dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 yang pada intinya mengatur bahwa Paralegal dapat memberikan Bantuan Hukum secara litigasi dan nonlitigasi setelah terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum dan mendapatkan sertifikat pelatihan Paralegal tingkat dasar.
     
    Akan tetapi, setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 Tahun 2018 mengenai perkara permohonan hak uji materiil terhadap Permenkumham 1/2018, maka Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU 18/2013”). Salah satu pertimbangan majelis hakim adalah ketentuan normatif mengenai siapa yang dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan telah diatur di dalam Pasal 4 jo. Pasal 31 UU 18/2003, yang pada pokoknya hanya advokat yang telah bersumpah di sidang terbuka Pengadilan Tinggi yang dapat menjalankan profesi advokat untuk dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan. Dalam amarnya hakim memerintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencabut Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018.
     
    Dengan demikian, Paralegal tidak dapat memberi bantuan hukum secara litigasi (beracara di pengadilan), hanya advokatlah yang dapat memberikan bantuan hukum secara litigasi.
     
    Kegiatan Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi apa saja yang dapat dilakukan oleh Paralegal? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Definisi Paralegal
    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum ("UU 16/2011") dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum (“Permenkumham 1/2018”).
     
    Baik dalam UU 16/2011 maupun pada Permenkumham 1/2018 sendiri tidak mendefinisikan paralegal secara eksplisit.
     
    Untuk itu mengutip dari Black’s Law Dictionary, 9th Edition, paralegal diartikan sebagai:
     
    A person who has some education in law and assists a lawyer in duties related to the practice of law but who is not a licensed attorney.
     
    Also termed legal assistant; legal analyst. In Canadian law defined as: A nonlawyer who is legally qualified through experience or special training and is licensed to provide limited legal services in certain fields. Paralegals may assist in representing clients in both civil and criminal matters.
     
    Also termed law clerk.
     
    Apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, paralegal adalah seseorang yang memiliki pendidikan di bidang hukum dan membantu pengacara (advokat) dalam tugas yang terkait dengan praktik hukum tetapi orang tersebut bukan pengacara (advokat) yang berlisensi.
     
    Paralegal yang diatur dalam Permenkumham 1/2018 merupakan paralegal yang melaksanakan pemberian bantuan hukum dan terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum.[1]
     
    Pemberian Bantuan Hukum oleh Paralegal
    Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan UU 16/2011.[2] Sementara itu yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.[3] Sedangkan Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.[4]
     
    Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum secara litigasi dan nonlitigasi kepada Penerima Bantuan Hukum. Dalam memberikan Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen Paralegal sebagai pelaksana Bantuan Hukum. Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut Paralegal di luar pelaksana Bantuan Hukum yang telah terdaftar jika:[5]
    1. ketersediaan jumlah pelaksana Bantuan Hukum tidak mencukupi dalam menangani perkara; dan/atau
    2. tidak terdapat Pemberi Bantuan Hukum di wilayah tempat tinggal Penerima Bantuan Hukum
     
    Untuk dapat direkrut menjadi Paralegal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[6]
    1. warga negara Indonesia;
    2. berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun;
    3. memiliki pengetahuan tentang advokasi masyarakat; dan/atau
    4. memenuhi syarat lain yang ditentukan oleh Pemberi Bantuan Hukum.
     
    Paralegal yang telah terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum memperoleh kartu identitas yang diterbitkan oleh Pemberi Bantuan Hukum. Kartu identitas tersebut berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang. Pemberi Bantuan Hukum mendaftarkan Paralegal sebagai pelaksana Bantuan Hukum kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional (“BPHN”) melalui sistem informasi database Bantuan Hukum.[7]
     
    Paralegal berhak mendapatkan pelatihan Paralegal. Pelatihan Paralegal dilaksanakan untuk meningkatkan kualifikasi Paralegal dalam memberikan Bantuan Hukum.[8]
     
    Kualifikasi Paralegal tersebut meliputi:[9]
    1. kemampuan memahami kondisi wilayah dan kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat;
    2. kemampuan melakukan penguatan masyarakat dalam memperjuangkan hak asasi manusia, dan hak-hak lain yang dilindungi oleh hukum; dan
    3. keterampilan mengadvokasi masyarakat berupa pembelaan dan dukungan terhadap masyarakat lemah untuk mendapatkan haknya.
     
    Pelatihan paralegal tersebut diselenggarakan oleh:[10]
    1. Pemberi Bantuan Hukum;
    2. perguruan tinggi;
    3. lembaga swadaya masyarakat yang memberikan Bantuan Hukum; dan/atau
    4. lembaga pemerintah yang menjalankan fungsinya di bidang hukum
     
    Jadi, Paralegal bisa menjadi pelaksana bantuan hukum yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. Namun, jika ketersediaan jumlah pelaksana Bantuan Hukum tidak mencukupi dalam menangani perkara dan/atau tidak terdapat Pemberi Bantuan Hukum di wilayah tempat tinggal Penerima Bantuan Hukum, maka Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut Paralegal di luar pelaksana Bantuan Hukum yang telah terdaftar.
     
    Bolehkah Parelegal Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi di Pengadilan?
    Jika demikian, bantuan hukum seperti apakah yang dapat diberikan oleh Paralegal itu? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, berikut kami akan jelaskan lingkup bantuan hukum.
     
    Pada dasarnya, bantuan hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum. Bantuan hukum itu meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi.[11]
     
    Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.[12]
     
    Pemberian Bantuan Hukum secara nonlitigasi oleh Paralegal dilakukan melalui kegiatan:[13]
    1. penyuluhan hukum;
    2. konsultasi hukum;
    3. investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
    4. penelitian hukum;
    5. mediasi;
    6. negosiasi;
    7. pemberdayaan masyarakat;
    8. pendampingan di luar pengadilan; dan/atau
    9. perancangan dokumen hukum
     
    Kemudian menjawab pertanyaan apakah benar paralegal dapat memberikan bantuan hukum di dalam pengadilan dan di luar pengadilan (secara litigasi dan nonlitigasi)? Memang sempat pernah diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 yang menjelaskan mengenai lingkup bantuan hukum yang dapat dilakukan oleh paralegal, yaitu sebagai berikut:
     
    Pasal 11
    Dalam memberikan bantuan hukum, paralegal Paralegal dapat memberikan Bantuan Hukum secara litigasi dan nonlitigasi setelah terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum dan mendapatkan sertifikat pelatihan Paralegal tingkat dasar.
     
    Pasal 12
    1. Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi oleh Paralegal dilakukan dalam bentuk pendampingan advokat pada lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang sama.
    2. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      1. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan;
      2. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau
      3. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.
    3. Pendampingan advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat keterangan pendampingan dari advokat yang memberikan Bantuan Hukum.
     
    Jadi berdasarkan hal tersebut, memang benar sempat diatur bahwa Paralegal dapat memberikan bantuan hukum pada penerima bantuan hukum baik secara litigasi dan nonlitigasi setelah terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum dan mendapatkan sertifikat pelatihan Paralegal tingkat dasar.
     
    Akan tetapi, setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 Tahun 2018 mengenai perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Permenkumham 1/2018, dinyatakan bahwa Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU 18/2003”). Dalam amarnya hakim memerintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencabut Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018.
     
    Dalam pertimbangannya Hakim mengatakan bahwa Pasal 11 dan Pasal 12 sebagai objek permohonan hak uji materiil (HUM) memuat norma yang memberikan ruang dan kewenangan kepada Paralegal untuk dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan. Ketentuan tersebut dapat dimaknai Paralegal menjalankan sendiri proses pemeriksaan persidangan di pengadilan, dan bukan hanya mendampingi atau membantu advokat. Ketentuan normatif mengenai siapa yang dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan telah diatur di dalam Pasal 4 jo. Pasal 31 UU 18/2003, yang pada pokoknya hanya advokat yang telah bersumpah di sidang terbuka Pengadilan Tinggi yang dapat menjalankan profesi advokat untuk dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan.
     
    Dengan bertentangannya Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 dengan UU 18/2003, maka hal ini melanggar asas lex superior derogate legi inferior (hukum yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan keberlakuannya daripada hukum yang lebih rendah), dengan demikian hal tersebut menjadi bertentangan dengan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”). Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 harus dibatalkan.
     
    Hal yang sama juga disampaikan dalam artikel MA Tegaskan Paralegal Tak Boleh Tangani Perkara di Pengadilan, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 Tahun 2018 membatalkan ketentuan paralegal yang boleh memberi bantuan hukum secara litigasi di pengadilan. Pasal 11 dan 12 Permenkumham 1/2018 bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi, yakni UU 18/2003. Dengan demikian kini, paralegal tidak dapat memberi bantuan hukum secara litigasi (beracara di pengadilan), hanya advokatlah yang dapat memberikan bantuan hukum secara litigasi.
     
    Berdasarkan uraian di atas, menjawab pertanyaan Anda, paralegal dalam memberikan bantuan hukum hanya berwenang memberikan bantuan hukum secara non litigasi, namun tidak berwenang memberikan bantuan hukum secara litigasi dalam bentuk:
    1.  
    1. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan;
    2. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau
    3. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.
     
    Yang berwenang melakukan bantuan hukum secara litigasi (di pengadilan) hanyalah advokat.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 Tahun 2018.
     

    [1] Pasal 2 Permenkumham 1/2018
    [2] Pasal 1 angka 3 UU 16/2011 dan Pasal 1 angka 2 Permenkumham 1/2018
    [3] Pasal 1 angka 1 UU 16/2011 dan Pasal 1 angka 1 Permenkumham 1/2018
    [4] Pasal 1 angka 2 UU 16/2011 dan Pasal 1 angka 3 Permenkumham 1/2018
    [5] Pasal 3 Permenkumham 1/2018
    [6] Pasal 4 Permenkumham 1/2018
    [7] Pasal 5 Permenkumham 1/2018
    [8] Pasal 6 ayat (1) dan (2) Permenkumham 1/2018
    [9] Pasal 6 ayat (3) Permenkumham 1/2018
    [10] Pasal 7 ayat (1) Permenkumham 1/2018
    [11] Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU 16/2011
    [12] Pasal 4 ayat (3) UU 16/2011
    [13] Pasal 13 Permenkumham 1/2018

    Tags

    acara peradilan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!