Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Larangan Penjualan Buku Teks Pendamping Secara Langsung ke Sekolah

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Larangan Penjualan Buku Teks Pendamping Secara Langsung ke Sekolah

Larangan Penjualan Buku Teks Pendamping Secara Langsung ke Sekolah
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Larangan Penjualan Buku Teks Pendamping Secara Langsung ke Sekolah

PERTANYAAN

Dalam Pasal 63 UU Sistem Perbukuan, penerbit dilarang menjual buku pendamping langsung ke sekolah. Sedangkan di Pasal 64, buku pendamping dan nonteks dijual melalui toko buku. Apakah artinya penerbit tetap boleh menjual buku pendamping dan nonteks jika memiliki toko buku? Apakah perlu penerbit tersebut mendirikan toko buku dengan legalitas terpisah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Memang terdapat aturan dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan bahwa penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
     
    Namun penerbit diperbolehkan menjual buku teks pendamping melalui toko buku. Penerbit juga diperbolehkan memiliki toko buku karena memang tidak ada larangan yang mengatur.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Memang terdapat aturan dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan bahwa penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
     
    Namun penerbit diperbolehkan menjual buku teks pendamping melalui toko buku. Penerbit juga diperbolehkan memiliki toko buku karena memang tidak ada larangan yang mengatur.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan mendasarkannya pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (“UU Sistem Perbukuan”).
     
    Sistem perbukuan adalah tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.[1]
     
    Definisi buku dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 UU Sistem Perbukuan berikut ini:
     
    Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.
     
    Bentuk buku terdiri atas:[2]
    1. Buku cetak, merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, atau gabungan dari keduanya yang dipublikasikan dalam bentuk cetak; dan
    2. Buku elektronik, merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, audio, video, atau gabungan dari keseluruhannya yang dipublikasikan dalam bentuk elektronik.
     
    Selanjutnya, jenis buku terdiri atas:[3]
    1. Buku pendidikan, merupakan buku yang digunakan dalam pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus yang terdiri atas buku teks dan buku nonteks; dan
    2. Buku umum, merupakan jenis buku di luar buku pendidikan.
     
    Buku teks dibagi lagi menjadi:[4]
    1. Buku teks utama, merupakan buku pelajaran yang wajib digunakan dalam pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku dan disediakan oleh pemerintah pusat tanpa dipungut biaya; dan
    2. Buku teks pendamping, buku pelajaran yang disusun oleh masyarakat berdasarkan kurikulum yang berlaku dan telah mendapatkan pengesahan dari pemerintah pusat.
     
    Sehubungan dengan pertanyaan Anda, maka pasal terkait adalah Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan yang berbunyi:
     
    Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
     
    Penerbit yang dimaksud di atas adalah lembaga pemerintah atau lembaga swasta yang menyelenggarakan kegiatan penerbitan buku.[5]
     
    Kemudian, dengan jelas Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan menyebutkan sebagai berikut:
     
    Penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dilakukan melalui Toko Buku dan/atau sarana lain.
     
    Dari pasal di atas, kita mengetahui bahwa penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dijual oleh penerbit melalui toko buku atau sarana lain. Hanya saja penerbit dilarang menjual buku yang dimaksud secara langsung ke satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
     
    Jika melanggar larangan di atas, maka penerbit dikenakan sanksi administratif berupa:[6]
    1. peringatan tertulis;
    2. penarikan produk dari peredaran;
    3. pembekuan izin usaha; dan/atau
    4. pencabutan izin usaha.
     
    Jika Penerbit Memiliki Toko Buku
    Untuk dapat dikatakan sebagai penerbit, subjek yang bersangkutan berkewajiban:[7]
    1. memiliki izin usaha penerbitan;
    2. memberikan imbalan jasa atas naskah buku yang diterbitkan kepada pemegang hak cipta;
    3. memberikan data dan informasi penjualan buku yang akurat, terkini, dan periodik kepada pemegang hak cipta;
    4. mencantumkan harga pada belakang kover buku;
    5. mencantumkan peruntukan buku sesuai dengan jenjang usia pembaca; dan
    6. mencantumkan angka standar buku internasional.
     
    Selanjutnya, pengertian toko buku adalah tempat untuk memperjualbelikan buku.[8] Jika melihat aturan dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku (“Permendiknas 2/2008”), toko buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
     
    Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir.
     
    Apabila dilihat dari definisi di atas, meskipun penerbit dan toko buku adalah dua entitas hukum yang berbeda. Menurut hemat kami, penerbit dapat memiliki toko buku, karena memang tidak ada larangan mengenai hal tersebut. Terlebih kembali dalam Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan yang memperbolehkan penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks di toko buku. Hanya saja harus memenuhi izin sebagaimana dijelaskan di artikel Seluk Beluk Mendirikan Usaha Toko Buku. Adapun legalitas izin penerbitan buku dan pendirian toko buku yang dimaksud adalah terpisah.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan;

    [1] Pasal 1 angka 1 UU Sistem Perbukuan
    [2] Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) UU Sistem Perbukuan
    [3] Pasal 6 ayat (1), (2), (4), dan (8) UU Sistem Perbukuan
    [4] Pasal 6 ayat (5), (6), dan (7) UU Sistem Perbukuan
    [5] Pasal 1 angka 20 UU Sistem Perbukuan
    [6] Pasal 63 ayat (2) dan (3) UU Sistem Perbukuan
    [7] Pasal 30 UU Sistem Perbukuan
    [8] Pasal 1 angka 22 UU Sistem Perbukuan

    Tags

    hukumonline
    kebudayaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!